29. Dua Suara.

3.7K 388 52
                                        

Tetap dukung kisah mereka dengan cara vote dan komen seikhlasnya, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tetap dukung kisah mereka dengan cara vote dan komen seikhlasnya, ya. Boleh juga share cerita ini ke temen kalian kalau suka dan jika berkenan silakan follow akunku.

Terima kasih dan selamat membaca.

______________________

"Ozge, kamu baik-baik saja, kan?"

Migel bergerak sambil terus menatap Ozge yang terduduk di pinggir kasurnya. Kedua tangan pria itu masih ada di kepala, terlihat meremas rambut, dan sesekali menekan kuat sembari menenangkan diri yang sepertinya belum bisa melawan takut saat traumanya datang.

Ozge tidak melompat ke lantai atau mendorong Migel yang terkejut saat ciuman mereka berakhir tiba-tiba. Tepatnya saat tangan Migel mulai memegang rahangnya untuk memperdalam ciuman. Ozge hanya refleks memundurkan wajah, menatap Migel dengan sorot yang berbeda sebelum berakhir duduk di pinggir kasur dengan suara napas yang menderu kasar.

"Ozge, tidak masalah. Ini awal yang bagus, kan? Tidak apa-apa jika masih takut."

Dari balik bahu, Ozge melirik wanita yang duduk sambil menutupi dada. Ia sempat menciumi area itu, merasakan kembali rasa manis dan tekstur lembut kulit putih Migel, sebelum merasakan tangan wanita itu ikut bergerak dan mengundang semua bayangan menjijikkan itu datang lagi. Saat merasakan gelagat aneh dalam tubuh, Ozge masih membiarkan Migel tetap menyentuhnya, mengusap pipinya, dan membawanya kembali ke dalam ciuman yang penuh gairah.

Namun, gelagat aneh itu berubah jadi awan gelap yang begitu menyeramkan. Menciptakan bayangan sialan seorang pria bertubuh besar memaksanya berjongkok, menarik tangannya ke belakang, dan membuka celananya secara paksa. Mulai merasa tidak bisa menghadapi itu dalam sentuhan memabukkan Migel, Ozge memilih mundur dengan deru napas cepat. Tentu saja bukan karena gairah yang tertunda melainkan ketakutan yang mulai naik dan terus naik.

"Aku minta maaf."

"Tidak ada yang salah."

Tetapi Ozge bisa melihat pendar kecewa di sepasang manik karamel Migel saat ia bergerak mundur.

"Tidurlah di tempatmu. Kita akan melakukannya saat semua sudah terasa lebih baik." Sambil mengulas senyum tipis, Migel kembali berbaring.

"Migel—"

"Tidak apa-apa, Ozge. Bukan salahmu, kamu sudah berusaha dan itu lebih baik dari sebelumnya."

Memilih diam mendengar penuturan lembut itu, Ozge kembali menarik napas panjang sebelum beranjak menuju tempat tidurnya dan berbaring di sana. Ia langsung memejamkan mata tanpa menoleh ke arah Migel yang masih setia menatapnya. Membuang sisa-sisa ketakutan dengan cara memaksa diri terlelap dalam keadaan gelisah.

Migel pikir setelah itu semua sudah kembali baik-baik saja. Ia sudah melihat Ozge tertidur, menarik selimut, dan memejamkan mata dengan damai. Namun, ada yang tidak ia ketahui kalau pria itu ternyata sedang mati-matian melawan rasa takut sendirian. Hingga beberapa jam kemudian, Migel yang rasanya baru saja terlelap dikejutkan dengan suara muntah seseorang dari arah kamar mandi.

Let's Fall In Love!✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang