Tetap dukung kisah mereka dengan cara vote dan komen seikhlasnya, ya. Boleh juga share cerita ini ke temen kalian kalau suka dan jika berkenan silakan follow akunku.
Terima kasih dan selamat membaca.
_____________
"Nona, apa dia suamimu?"
Wanita yang sedang berdiri angkuh di depan teras rumah, memakai kacamata hitam berhias gliter emas di bagian frame, serta mengenakan jumpsuit warna putih yang begitu bersih dan rapi itu, menoleh ke sumber suara yang mengganggu ketenangannya.
Migel memicingkan tatapan sebentar pada bocah laki-laki berusia sekitar 12 tahun yang tadi bertanya, lalu kembali memberi atensi pada Ozge yang tadi bergerak cepat melihat salah satu anak asuh Riza terjatuh di halaman rumah. Ia menggumam mengiyakan setelah beberapa saat kemudian.
"Boleh kami memanggilnya ayah?"
"Tidak!" jawab Migel tanpa memberi jeda sedetik pun. Ia kembali menoleh, kali ini menyorot bocah perempuan yang kemarin menawarinya cokelat. "Tidak boleh." Ia menegaskan sambil menurunkan kacamatanya sedikit untuk menampilkan pendar keseriusan di wajahnya.
Gadis kecil yang tadi bertanya sedikit mundur di belakang untuk memegang tangan anak laki-laki yang lebih besar darinya. "Kenapa, dia pria baik aku menyukainya. Kami bisa memanggilmu dengan sebutan Mama kalau mau."
"Aku tidak mau. Tidak boleh ada yang memanggil suamiku ayah atau semacamnya, mengerti!" tukas Migel mulai menatap kesal dua anak itu secara terang-terangan.
"Sudahlah, Lana!" Bocah laki-laki yang tadi bertanya mulai berbisik. "Dia wanita cantik, tapi sifatnya seperti penyihir."
"Apa katamu?"
"Tidak ada!" Anak itu menjawab cepat.
"David, Lana. Jangan mengganggu Tante Migel." Dari dalam rumah, suara lembut pemilik tempat itu menginterupsi. "Pergi bermain dengan yang lain," perintahnya masih memakai nada yang sama.
Dua bocah yang tadi berani mengajak Migel bicara refleks menoleh sebelum mengangguk patuh, lalu melenggang untuk bermain dengan beberapa anak di halaman rumah. Sementara itu, Mita yang tersenyum melihat Migel kembali menatap Ozge mulai mengambil posisi di samping wanita tersebut.
"Apa kamu tidak stress?" Migel yang memulai. Ia sudah melipat tangan di dada lagi sambil memperhatikan Ozge yang sepertinya masih sibuk menenangkan gadis kecil yang menangis karena jatuh tersandung kaki sendiri. "Setiap hari mereka berisik seperti ini."
"Aku kehilangan ibuku saat berumur lima tahun." Mita tersenyum tipis saat Migel memberi atensi penuh padanya. "Aku hidup dengan ayah dan nenekku, tapi aku lebih sering ada di rumah ini dengan nenekku. Aku tidak memiliki saudara, jadi kamu pasti bisa membayangkan bagaimana sepinya rumah ini dulu. Saat sekolah aku bukan murid yang pandai bersosialisasi, jadi temanku hanya bisa dihitung jari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Fall In Love!✔️
Literatura Kobieca(Cerita ini masuk readinglist pilihan @wattpadRomanceID untuk edisi bulan Juni dalam kategori Bittersweet Of Marriege) CHAPTER COMPLETED ✔️ Karena tak berhasil membawa 'kekasih' ke hadapan keluarga, Megaira Aslan terpaksa menyetujui perjodohan yang...