37. I'm A Bitch!

3.9K 340 59
                                    

Tetap dukung kisah mereka dengan cara vote dan komen seikhlasnya, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tetap dukung kisah mereka dengan cara vote dan komen seikhlasnya, ya. Boleh juga share cerita ini ke temen kalian kalau suka dan jika berkenan silakan follow akunku.

Terima kasih dan selamat membaca.

________________

Selang infus yang membantu pemulihan Ozge sudah dilepas sejak tadi pagi. Dokter Rio juga mengatakan tidak ada lagi efek yang membahayakan setelah pertarungan alkohol dan obat keras di dalam tubuh pasiennya itu. Kendati demikian, keadaan Ozge pun tidak bisa dibilang sudah membaik seutuhnya. Pria itu mencoba terlihat baik-baik saja dengan menunjukan kegiatan minum obat rutin dan istirahat yang cukup.

Namun, jika melihat lebih dalam keadaan Ozge memang masih memprihatinkan.

"Jangan berkilah di hadapanku! Aku tahu kamu sedang tidak baik-baik saja, tersenyum hanya untuk membuat orang di sekitarmu tidak khawatir. Tapi jangan lakukan itu di depanku, karena aku akan terus mengoceh tentang hal yang sama. Kehidupanmu tidak akan berubah lebih baik saat kamu memilih membohongi diri sendiri."

Rangkaian kalimat itu kembali mengusik telinga Ozge, menampar kesadarannya yang sedang membohongi hati agar terlihat baik-baik saja. Masih menatap refleksi diri pada cermin di kamar mandi rumah sakit, Ozge amati pria menyedihkan di hadapannya itu. Tersenyum miris sebelum memusatkan atensi pada kedua tangan yang meremas pinggiran wastafel.

Kemudian, tatapannya berhenti pada cincin pernikahan yang rasanya tak akan bisa ia lepas jika esok hari Migel menyetujui perceraian ini. Mengamati lebih dekat benda itu, Ozge daratkan kecupan berkali-kali pada permata kecil yang melingkari jari manisnya. Menghalau perasaan rindu yang ternyata lebih menyiksa daripada mimpi buruknya.

Memilih duduk dengan sebelah tangan yang masih meremas pinggiran wastafel, Ozge tersedu sambil menciumi cincin pernikahannya. Menangis tanpa suara saat perasaan menyiksa karena ulahnya kembali ada.

"Aku merindukanmu, Migel." Suaranya diselingi isak tangis yang tertahan di tenggorokan. "Aku merindukanmu."

Ozge pikir keputusan itu adalah hal terbaik dari segala pilihan yang ada di depan mata. Ia juga berharap kalau sakit yang saat ini dirasa hanya bertahan sebentar saja, tanpa pernah memikirkan bagaimana kesakitan wanita yang juga menanggung keputusan sepihaknya.

Jauh dari tempatnya berada, Migel yang memakai kaus lengan panjang dipadu hot pants hitam yang nyaris tak terlihat, baru saja memutus sambungan teleponnya.

"Entahlah! Kalian membuatku pusing. Awalnya aku sedikit terkejut saat keluarga Ozge mengatakan dia masuk rumah sakit karena komplikasi obat. Tidak sadar selama empat hari karena nyaris membahayakan nyawanya sendiri.

Sebenarnya Ozge sakit apa, sih? Apa dokter mengatakan kalau hidupnya tidak lama lagi? Kalau pun iya, jangan bersikap seperti remaja begini. Saling menyiksa diri sendiri bukankah itu tindakan bodoh? Aku menjenguknya beberapa hari lalu dan jujur saja dia terlihat menyedihkan, Migel."

Let's Fall In Love!✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang