Tetap dukung kisah mereka dengan cara vote dan komen seikhlasnya, ya. Boleh juga share cerita ini ke temen kalian kalau suka dan jika berkenan silakan follow akunku.
Terima kasih dan selamat membaca.
_____________________________
Ozge tak berniat sedikit pun untuk mengakhiri hidupnya. Selain pernah berjanji pada sang ibu saat ia lepas dari maut beberapa waktu lalu, ia juga ingat kata-kata Migel yang berharap pada dirinya agar tidak melakukan hal yang berujung melukai diri.
Namun, malam itu setelah pertengkaran hebat mereka selesai, Ozge memang mengalami susah tidur yang berlebihan. Bahkan setelah menelan tiga butir obat tidur dalam jangka waktu yang cukup berjauhan, Ozge masih membuka matanya lebar-lebar.
Suara itu.
Suara kekecewaan Migel, tangisannya, bahkan ajakan wanita itu yang ingin pulang bersamanya bak ujung belati tak kasat mata yang dengan nyata menggores permukaan kulitnya, lalu tanpa ampun menusuk-nusuk ulu hati hingga nyeri di sekujur tubuh sulit ia hindari.
Jam sudah menunjukan pukul tiga dini hari. Namun, meski sudah menambah dosis obat tidur Ozge sama sekali tak mendapat kantuk yang ditunggu. Ia berakhir duduk di kursi balkon, menonton kanvas hitam di langit yang begitu serasi dengan suasana hatinya. Hingga beberapa menit kemudian, ia memilih beranjak untuk menuang segelas wine.
Ozge pikir menikmati minuman dengan memandangi langit malam bisa mengalihkan perasaan sakitnya. Tanpa Ozge sadari hal itu menjadi kecerobohan fatal. Obat penenang yang dikonsumsi seperti bertarung dalam tubuh saat cairan alkohol mulai memasuki tenggorokannya. Tidak butuh waktu berjam-jam untuk Ozge merasakan panas di dada, detak jantung yang berdebar hebat, hingga kaki yang terasa tak berpijak di lantai.
Berjalan dalam keadaan limbung menuju kasur, ia sampai ke tempat tidur sambil terus menepuk-nepuk dada yang kian panas dan sakit. Seperti ada sesuatu yang bergejolak di sana hingga yang Ozge ingat hanyalah langit-langit kamar sebelum semuanya menjadi gelap.
"Aku tidak berniat melakukan itu."
"Kamu pikir aku percaya?" balas Riza tanpa emosi meski raut wajahnya mengatakan yang tidak sama.
Ozge mendesah pasrah. Ia lirik lagi infus yang ada di punggung tangan sebelum bersandar pelan pada brankar rumah sakit. Mulai merasa lelah meyakinkan Riza yang sejak tadi mengintrogasi, bahkan mengeluarkan beberapa umpatan kasar di depannya.
"Akan ada efek setelah ini. Alkohol itu akan meninggalkan efek panas sewaktu-waktu di bagian dada, tapi dr. Rio bilang itu tidak akan bertahan lama. Hanya beberapa hari setelah kamu sadar dari tidur panjang ini."
"Berapa hari aku tertidur?"
"Empat hari."
"Aku benar-benar tidak berniat melakukan hal itu, Riza."
"Tapi harusnya kamu tahu risiko obat keras dengan alkohol seperti apa?"
"Aku tidak sempat memikirkannya, aku hanya ingin tidur saat itu." Ozge menarik napasnya pelan. "Tidur tanpa mendengar suara tangis dan bayangan wajah kecewa Migel," batinnya merana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Fall In Love!✔️
ChickLit(Cerita ini masuk readinglist pilihan @wattpadRomanceID untuk edisi bulan Juni dalam kategori Bittersweet Of Marriege) CHAPTER COMPLETED ✔️ Karena tak berhasil membawa 'kekasih' ke hadapan keluarga, Megaira Aslan terpaksa menyetujui perjodohan yang...