43. Bali.

3.2K 285 43
                                    

Tetap dukung kisah mereka dengan cara vote dan komen seikhlasnya, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tetap dukung kisah mereka dengan cara vote dan komen seikhlasnya, ya. Boleh juga share cerita ini ke temen kalian kalau suka dan jika berkenan silakan follow akunku.

Terima kasih dan selamat membaca.

_________________

Setelah hampir dua jam di dalam pesawat yang terbang dengan aman, sekarang Ozge dan Migel sudah berhasil menginjakkan kaki di Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Menarik koper ukuran medium, Ozge tersenyum melihat pria dengan kaus lengan panjang dipadu celana santai berwarna hitam melambai ke arah mereka.

"Apa-apaan ini? Kenapa Riza yang menjemput kita?" Migel sedikit menarik lengan Ozge untuk mendapat perhatian.

"Pernikahan Riza berlangsung saat kita ada New York. Aku juga baru tahu saat kita sudah kembali ke sini."

"Oh, ya?" Migel merasa terkejut. "Kenapa tidak memberi tahu kita sebelum hari pernikahan."

"Riza bilang tidak ingin mengganggu kita dan pernikahannya hanya dihadiri para keluarga. Sebenarnya aku merasa kecewa tapi aku mengerti maksud Riza saat itu. Lagi pula Mama dan Papa mewakili kita datang ke sana dan sekarang kita hanya akan berkunjung ke rumah Riza."

"Oh, begitu?" Migel manggut-manggut lalu tersenyum saat pria yang menjadi psikolog dan sahabat suaminya berjalan menghampiri.

"Kalian sampai, bagaimana perjalanannya? Lancar ... Oh, Tuhan!"

Riza nyaris memekik saat Ozge mengantarkan pelukan pertama padanya. Refleks mengangkat tangan di udara saat tubuh Ozge mendekap erat, ia melirik Migel yang tersenyum sambil mengangguk.

"Astaga, sebesar ini perubahannya?!" tanya Riza sambil melepas pelukan itu. Ia menatap tubuh Ozge layaknya seorang ayah yang memperhatikan anaknya tumbuh besar. "Demi Tuhan, aku senang sekali!" Lalu kembali memeluk Ozge sambil menepuk-nepuk punggung pria itu sedikit keras.

"Selamat atas pernikahanmu, Riza."

"Jangan bicarakan pernikahanku dulu." Riza kembali memisahkan diri. "Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu? Benar-benar baik, kan?"

Ozge mengangguk kecil. "Sangat baik lebih dari yang pernah aku bayangkan," tandasnya meyakinkan.

Kini atensi Riza kembali mengarah pada wanita di samping Ozge. "Migel ...." Ia memberi pelukan singkat pada wanita itu. "Aku sudah menduga kamu obatnya. Terima kasih sudah membebaskanku dari beban ini."

Dengkusan kasar Ozge terdengar. Ia kembali merengkuh pinggang Migel sambil menatap Riza yang baru saja terkekeh.

"Di mana kakak ipar, kamu bilang menjemput bersamanya, kan?"

"Ada. Dia sedang mengantar anak kami ke toilet."

"Anak?"

Pertanyaan satu kata itu meluncur bersamaan dari Ozge dan Migel. Refleks bertukar tatapan bingung keduanya dikejutkan saat Riza kembali berujar dan menatap seorang wanita yang sedang menuntun bocah berusia sekitar lima tahun.

Let's Fall In Love!✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang