Suasana rumah yang tadinya sunyi dan senyap kini mulai terdengar tak tenang. Suara dua orang yang saling beradu argumen memenuhi ruang tamu.
"Lo harusnya ikutin kata gue, karena dari buku yang gue baca emang teorinya begitu" Katanya cukup lantang.
"Kita lagi bahas realita yang ada ya jadi jangan terlalu fokus sama teori aja, pilih pilih lah mana yang sesuai" Sahut orang di hadapannya. Sementara teman-temannya sudah mulai jengah dengan pertengkaran yang mereka ciptakan sejak awal dateng.
"Lo berdua bisa nggak sih sehari aja nggak usah ribut, ini itu tugas kelompok jadi harus saling open minded jangan pada egois sama pemikiran masing-masing" Ucap Natly menengahi.
"Heuh, sebaiknya lo baca dulu kunci soalnya" Kata Resta ketus.
"Lo yang harusnya baca lagi materinya" Halim tak mau kalah.
"Sumpah, capek gue lama-lama di kelompok ini" Ucap Willy sambil meminum minumannya yang sudah habis.
"Dah, mending kita pahamin dulu nih soalnya satu-satu abis itu kita baca ulang lagi materinya" Usul Natly.
"Gue mah dah paham nih soal arahnya kemana" Ketus Resta melirik Halim.
"Materi udah di luar kepala gue" Halim balas melirik tajam Retsa.
"Ikutin kata Natly aja, kalau kalian masih berdebat gak ada yang mau ngalah terpaksa kita kerjain berempat, lo berdua out aja" Tegas Nizar menatap tajam kedua orang yang masih berdebat.
"Lah kok gitu zar, nggak adil dong"
"Eh, gue udah nyari materi ya masa lo nyuruh gue out gitu aja" Protes Halim.
"Gak peduli, lagian gue rasa yang lain bakalan setuju sama usulan gue 4:2 kalau voting pun kita yang menang" Ucapnya dan ketiganya mengangguk setuju dengan ucapan Nizar. Sementara Halim dan Natly pasrah kembali menganalisis soal dan materi.
Natly bernafas lega saat dua orang itu mulai meredam. Sementara Willy asyik meminun minumannya sampai habis.
"Eh, boleh nambah gak sih haus banget abis nonton keributan" Ucap Willy menatap Hadi si tuan rumah.
"Iya bentar gue ambilin" Katanya.
"Lo di rumah sendiri?" Tanta Natly baru menyadari kalau rumah besar Hadi sepi bahkan tak ada asisten rumah tangga.
"Bokap keluar kota" Katanya,
"Pantesan, balik kerumah" Kata Nizar menyerigai sementara Hadi hanya melirik nizar sekilas.
"Nyokap arisan"
"Wah ibu-ibu sosialita ya" Kali ini Willy yang berkomentar, tentu saja mendapat delikan dari Hadi. Bukannya asal bicara tapi Willy yang melihat ukuran rumah Hadi dengan parkiran amat sangat luas beserta isi yang beragam membuatnya takjub dengan teman sekelasnya ini. Ia baru tahu kalau Hadi anak konglomerat.
"Abang gue kerja dan bibi izin hari ini anaknya sakit" Jawabnya sementata Natly hanya mengangguk.
"Tapi masa rumah segede ini art cuma ada satu sih" Celetuk Willy dengan wajah herannya.
"Ini jadi di ambilin minum nggak?" Tanya Hadi.
"Jadilah lumayan ntar kalau ada keributan lagi buat temen nonton kalau ada cemilan boleh" Natly memukul bahu Willy yang berkata sembarangan.
"Depan mata lo emang nggak bisa dimakan" Ucap Nizar ketus. Mendengar ucapan itu Willy hanya mendengus kesal. Menurutnya cemilan yang ada di hadapannya sudah cukup banyak namun ia hanya ingin basa basi saja, tapi kalau si punya rumah menyuguhkan lebih banyak ia akan sangat senang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Go Do It!
Teen FictionJika kau ingin melakukan yang terbaik, lakukanlah sekarang. Jika kau ingin menyerah, menyerahlah sekarang. Tapi aku yakin kau tak akan mau melakukan itu. ~~~ Cerita ini hanya fiktif meskipun banyak nama tokoh yang di gunakan adalah nama pemain voli...