Ajakan Tak Terduga

12 2 2
                                    

Setelah selesai makan mereka kembali ke kelas bersamaan, Resta masih merasa sedih ia teringat ucapan Harly yang membuatnya insecure. Ia melihat Vanya dan Rivan yang berjalan menghampirinya dari arah berlawanan.

"Res.." sapa keduanya membuat Resta bingung.

"Eh, kak.." ia menoleh bergantian ke arah Vanya dan Rivan, begitu juga keduanya menjadi saling tatap.

"Gue mau ngomong sama lo Res" kata Vanya namun Rivan segera menarik tangannya.

"Gue duluan"

"ini penting" kata Vanya.

"ini juga penting" kata Rivan.

"Ya udah kak Vanya dulu deh yang ngomong" kata Resta menengahi.

"hari sabtu ada acara nggak?" tanya Rivan tiba-tiba padahal itu adalah giliran Vanya untuk berbicara.

"Eh, eng-nggak sih. Sabtu libur kerja" jawab Resta kaget. Rivan melihat ke arah Vanya untuk melihat ekspresi wajahnya namun terasa biasa saja.

"Kita jalan, sabtu nanti" katanya lagi samil melihat ke arah Vanya.

"Hah, tap-pi.."

"Ya udah ntar gue jemput kita bahas nanti, gue ke kelas dulu." Katanya lalu pergi tanpa melihat bagaimana gugupnya Resta dan terkejutnya dia. bukan hanya Resta tapi orang-orang di sana juga cukup terkejut, tanpa sadar Resta sudah menjadi pusat perhatian.

"Res, ayo ikut gue" kata Vanya menyadarkan dan hal itu membuat Resta gelagapan. Ia mengikuti ajakan Vanya namun pikirannya tidak kesana. Ia teringat ajakan Rivan tadi, apa itu kencan atau apa?

Hatinya merasa berbunga-bunga kontras sekali dengan sorot serius Vanya yang menatap Resta. Vanya menghela nafas cukup berat.

"Res, lo inget kan waktu lo pertama masuk." Katanya namun hanya dibalas anggukan dan senyuman oleh Resta. "Waktu itu pak Samsul bilang bakal ngasih beasiswa ke kita, dan sekarang gue mau ngasih tahu kalau beasiswa yang mau di kasih pak Samsul itu adalah uang dia sendiri bukan dari sekolahan." Resta menatap Vanya dan mulai fokus dengan pembicaraannya "sekarang gini, keadaan pak Samasul nggak cukup baik untuk biayain beasiswa kita semua ada kemungkinan kalau beasiswa itu batal." Kata Vanya lagi.

"Pak Samsul bilang begitu?" tanya Resta terkejut, meskipun ia sudah memprediksi ini terjadi.

"nggak, tapi gue berspekulasi begitu karena anak-anak mempertanyakan itu dan gue liat keadaan pak Samsul nggak mungin bisa memenuhi kita semuanya. Apalagi beliau di kasih pekerjaan yang lebih banyak oleh wakil kepala sekolah."

"Rendy dan yang lainnya gimana kak? Dia kan jauh dari keluarga kalau nggak ada beasiswa gimana?" Vanya cukup terkejut karena Resta justru mengkawatirkan orang lain dibandingkan dirinya sendiri.

"Yang gue tahu dia sekarang tinggal di rumahnya Rivan tapi kalau untuk masalah biaya sekolah gue nggak tahu kedepannya nanti" jawab Vanya, "maksud gue adalah kita bukan tim inti jadi kalau lo nggak berkenan sama keadaan lebih baik lo mundur sekarang aja, gue juga nggak mau nanti lo nyalahin pak Samsul."

"Gue udah tahu keadaan pak Samsul gimana, gue nggak mau mundur gue udah sampai sini kenapa harus mundur walaupun bukan tim inti tapi gue mau bantu tim ini juga" kata Resta bertekad. Vanya tersenyum ia senang melihat semangat juniornya itu.

"Baiklah, dan kita harus bikin jadwal baru lagi" ucapnya.

"lagi? Kenapa?" tanya Resta heran padahal kemarin ia sudah buat jadwal baru kenapa harus di ganti lagi.

"Tim basket menambah jam latihannya kita harus menggeser jadwal kita supaya nggak bentrok"

"kok enak banget kita yang ngalah sih, kalau mereka forsir latihan buat turnamen juga kita juga mau ada turnamen dan harusnya mereka yang ngalah karena kita duluan" Resta cukup kesal dengan itu.

Let's Go Do It!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang