Prolog

223 14 9
                                    

Bandung, 12 juli 2022

"Bu, sebentar lagi adzan magrib, kita ke dalam sekarang yuk".
Ucap gadis berumur 16 tahun yang menatap sendu seorang wanita paruh baya yang tengah duduk di sebuah kursi dan menyenderkan kepalanya pada sebuah tiang tembok di halaman rumahnya sambil memeluk bingkai foto miliknya bersama putri dan suaminya.

Wanita paruh baya itu tak henti-hentinya menatap langit yang mulai menenggelamkan mentari senja yang perlahan warnanya mulai gelap. Udara yang berhembus pun mulai terasa semakin dingin menusuk hingga sumsum tulangnya. Tatapannya sendu, pelupuk dan kelopak matanya membengkak, sepertinya seharian ia hanya menghabiskan waktunya untuk menguras air mata.

Kia melangkahkan kedua kakinya mendekat pada ibunya, kemudian ia melingkarkan kedua tangannya pada tubuh wanita paruh baya itu dengan sedikit membungkukkan tubuhnya. Ia pun ikut merasakan kesedihan yang di alami ibunya.

Pasalnya kemarin malam mereka baru saja mendapat kabar bahwa ayahnya meninggal karna kecelakaan tunggal dalam sebuah mobil yang dikendarainya. Dan hal yang membuat mereka berdua semakin sedih adalah karna ayahnya meninggal di ibu kota dan jenazah ya dikebumikan di sana, tentunya kabar itu sangat membuat wanita yang berumur 38 tahun itu terasa mengiris hati dan sanubarinya. Karna mereka tidak bertemu dengan beliau untuk terakhir kalinya bahkan mereka tidak mengetahui di mana tepatnya ayah kia dikebumikan.

"besok kita ke jakarta yuk bu, kita cari makam ayah". Bisik kia.

Wanita paruh baya itu seketika menarik kedua ujung bibirnya lalu tangannya menggapai tangan putrinya yang masih memeluk tubuhnya.

"Kita pindah tempat tinggal di sana yah nak?"

Kia pun melepaskan pelukannya dari tubuh ibunya, lalu ia ikut duduk di samping ibunya sambil menatap lembut wanita paruh baya itu.

"Pindah tempat tinggal bu ? Memangnya kenapa? Terus sekolah ku gimana?" .

Rosa meraih telapak tangan kia lalu menggenggamnya, "kita urus perpindahan sekolah kamu di Jakarta yah, lagi pula ini baru masuk semester baru jadi kamu ga akan ketinggalan pelajaran di sekolahan baru kamu, ibu hanya ingin lebih sering berkunjung ke makam ayah kamu, kita tinggal di sana supaya lebih dekat".

Kia menyipitkan matanya dan menatap heran pada ibunya, "pindah sekolah bu? Memangnya ibu tau sekolah buat aku? Terus nanti kita tinggal di mana?".

"kamu tenang aja ya nak, ayahmu sudah siapkan rumah untuk kita di Jakarta, sewaktu-waktu kita ingin tinggal di sana sudah di siapkan, dan di samping rumah juga ada taman bunga, ibu bisa sekalian usaha bunga di sana untuk menyambung kehidupan kita kedepannya, dan masalah sekolah kamu ayahmu punya rekomendasi sekolah terbaik di ibu kota, jadi kamu masih bisa mengembangkan prestasi kamu disana". Ucap Rosa dengan penuh harap.

"Jadi ibu dan ayah sudah menyiapkan ini semua?". Tanya kia yang masih belum percaya dengan pernyataan ibunya.

"Dari kamu kecil ayahmu sering mengajak ibu dan kamu tinggal di sana, bahkan rumah pun sudah disiapkan, tapi ibu terus menolak karna ibu nyaman tinggal di sini, di kota kelahiran ibu, tapi setelah ayahmu gak ada ibu merasa ibu sangat jauh darinya, dan baru sekarang ibu merasa siap untuk menempati tempat tinggal kita disana".
Kia terdiam untuk mencerna setiap kata-kata yang terlontar dari mulut ibunya. Pindah tempat tinggal di ibu kota? Bertemu lingkungan rumah dan sekolah baru ia rasa cukup menantang baginya.

.
.
.
Note:

Hallo semuanya.. ini teenlit pertama aku di wp yah, semoga kalian suka dan menikmati setiap alurnya.
Kritik dan saran sangat di terima di sini asal positif yah biar makin semangat nulisnya..
Thank you😍
Follow ig author: @lunapiena5_

ANTITESIS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang