“Buru-buru amat kelihatannya”. Sapa kiran ketika kiara tiba di kelasnya dan segera duduk di bangku samping kiran.
Kiara masih repot merapikan jaket dan rok bekas penyamarannya ke dalam ransel yang tidak sempat ia simpan ke dalam loker. Dengan nafas masih terengah-engah ia pun coba menghela nafas secara perlahan agar sedikit merasa tenang.
“Lo abis maraton apa gimana sih? Cape bener kayaknya”. Ucap kiran.
“Gue takut telat masuk, bentar lagi kan bel masuk sekolah bunyi”.
Kring!!! Kring!!!
“Tuh kan, untung gue keburu sampe kelas”. Ucap kiara lagi.
Kiran bergumam, “yaelah repot banget sih neng, Cuma bel bunyi doang, lagian guru mata pelajaran sekarang juga ga langsung masuk kelas ko, pelajaran pertama hari ini seni budaya, gurunya bu Mike, dia itu kalau masuk kelas lelet banget soalnya harus touch-up ulang make-up nya supaya ga luntur dan selalu cetar membahana”.
Kiran menceritakan kebiasaan guru centil itu dengan memperagakan tangan dan tubuhnya seperti sedang berdandan seolah-olah meniru gaya si guru centil itu.
“emang ia gitu? Ya kan gue gak tau kalau guru seni budaya kayak gitu, lagian gue anak baru belum kenal semua sifat guru di sini juga kan”.
“yaaaa iya sih...eh btw kaki lo kenapa? Sakit?”. Kiran bertanya pada kiara yang terus saja mengusap-usap lututnya yang masih terasa sakit.
“Iya, tadi gue nabrak cowok aneh”. Sahut kiara.
Kiran mengambil ponsel dalam saku bajunya karna ia mendapat sebuah notifikasi pesan namun masih berbicara pada kiara walaupun tanpa menatap wajah temannya.
“Aneh gimana maksud lo?”.
“Aneh aja, masa dia nabrak gue langsung melengos pergi aja kayak ga ngerasa bersalah, tapi pas gue panggil dan gue marahin dia buat tanggung jawab dia balik lagi bantuin gue bangun trus pergi lagi, pas gue tahan buat suruh dia minta maaf , dia dengan singkat nya ngomong maaf tapi udah pergi lagi, aneh banget itu orang, mana penampilannya urakan banget”. Omel kiara sambil memainkan alat tulisnya.
Kiran membulatkan matanya kemudian kembali meletakkan ponselnya lalu ia hadapkan wajahnya pada kiara sambil memegang bahu kia.
“Lo tau siapa yang lo tabrak?”
“Engga lah, dia aja ga pake nametag, jadi gue ga bisa baca namanya, mana penampilannya berantakan banget lagi, baju di keluarin, dasinya ga di pake, mukanya bonyok lagi, definisi preman pasar banget”.
“hah! Serius? Tapi orangnya cakep kan?” kiran menatap kiara lebih tajam lagi.
Kia mendecih, “mana ada orang cakep mirip preman begitu”.
“fix itu pasti kak satria...bentar gue tunjukin fotonya ke lo”. Kiran kembali mengambil ponselnya dan membuka layar lalu mencari sebuah foto yang ia maksud.
Kia menghela nafas panjang sambil memutar gerakan bola matanya, “emang dia siapanya lo? Pacar lo? Sampe lo nyimpen foto dia segala”.
“bukan sih, tapi harapan gue seperti itu”. Sahut kiran.
“maksudnya lo nge-crush-in dia?”
“nah, ini kan orang yang lo maksud?” kiran akhirnya menemukan foto tersebut dalam galeri di ponselnya kemudian menunjukkannya tepat di hadapan kia.
“nah itu orang anehnya,... lo serius punya koleksi foto dia? Buat apa? Emangnya dia artis papan atas ya?” ucap kia dengan sedikit meledek pada foto itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTITESIS [END]
Ficção Adolescentemenceritakan seorang gadis yang pergi merantau ke kota bersama ibunya agar lebih sering mengunjungi makam ayahnya yang telah meninggal, namun di sekolah barunya ia bertemu dengan seorang pria berandalan yang hampir setiap harinya membuat keributan b...