Bab 33 - keputusan terpaksa

28 11 1
                                    

Kiran menatap kia lebih dalam. Hingga kia pun megernyitkan keningnya karna merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu.

Kemudian kiran mendorong wajahnya ke depan, ke arah lebih dengan dengan wajah kia. “Sorry ya kia”. Lalu ia melepaskan kacamata kia dan ia membuka ikat rambut kia.

“Lo mau ngapain si ran?”. Tanya kia yang semakin merasa kebingungan.
Kiran masih terus menepis tangan kia karna ia malah terus merapikan rambut kia agar terurai rapi tanpa ikat rambut. “Tuh kan apa yang gue bilang dulu. Sejak gue kenal lo, lo itu kayak mirip seseorang tapi gue lupa siapa. Sekarang baru ketahuan kan. Kalo tanpa kacamata dan rambut terurai gini lo kayak mirip lea. Iya kan kak tria?”. Tiba tiba saja kiran melirik pada satria.

Pria itu yang awalnya diam menyaksikan tingkah kedua sahabat itu akhirnya tersadar dari lamunannya. “hah. Kenapa lo nanya ke gue?”.

“Jangan jangan lo belum move on dari wajah ini ya. Jadi setelah lo kecewa sama lea lo berpaling ke kia yang mukanya mirip lea. Iya kan?” ucap kiran meledek.

“dih. Apaan sih lo. Mana gue tahu kia ade nya lea. Lagian gue udah ga peduli sama dia”. Ketus satria.

Pandangan kiran kembali pada kia. “apalagi kalo muka lo di make-up. Pasti kemiripannya makin makin lagi kayak lea. Nanti kak tria di sangka balikan lagi sama lea. Padahal itu elo”.

“Kiran!”. Kia melebarkan pandangan matanya pada kiran dengan tajam hingga gadis itu pun tersenyum menyeringai karna tingkahnya.

“Gue ga nyaman kayak gini. Gerah”. Kia kembali mengikat rambutnya ke belakang dan kembali mengenakan kacamata nya.

“yaudah kita pulang aja yuk. Sebentar lagi mau gelap”. Ucap Rosa yang mengajak mereka pergi yang tentu saja di setuju oleh ketiga siswa wiramandala itu.

***

Hallo marni. Saya minta kalian semua datang ke rumah sakit pelita husada. Ajak seluruh pekerja rumah untuk datang ke sini secepatnya.

Sambungan telepon vanya yang ia hubungkan pada salah seorang ART di rumahnya telah terputus. Ini adalah jalan terakhir ia mencari pendonor darah untuk lea. Karna ia sudah meminta tolong kepada rekan kerja yang ia kenal namun tidak ada satu orang pun yang memiliki golongan darah sama seperti lea. Adapun sama, mereka tidak memiliki kriteria sebagai pendonor yang tepat karna memiliki riwayat sebuah penyakit.

20 menit berselang akhirnya mereka tiba.  3 orang ART, 2 orang satpam dan satu orang tukang kebun rumah vanya tiba di rumah sakit itu. Mereka pun segera di panggil untuk melaksanakan pengecekan golongan darah.

Setelah semua proses itu selesai. Akhirnya 6 orang pekerja di rumah vanya pun keluar dari ruang pemeriksaan. Bersama seorang perawat yang akan menjelaskan semuanya.

“Bagaimana hasilnya? Ada yang cocok?”. Tanya vanya dengan cemas.

“hanya bu marni yang memiliki golongan AB resus negatif bu”. Ucap perawat itu.

“Berarti bisa menjadi pendonor untuk anak saya?”.

“Setelah melakukan pemeriksaan. Ternyata bu marni memiliki riwayat penyakit jantung bu. Dan itu tidak di izinkan medis untuk melakukan donor darah”.

“astaga!” vanya meremas kepalanya yang terasa semakin pusing. Ia pun menjatuhkan tubuhnya pada bangku yang berada di belakang nya.

“opsi terakhir hanya ada di darah saudari kiara bu. Dia dan ibunya berpesan jika malam ini bu vanya masih belum menemukan pendonor darah untuk pasien, maka mereka sangat mengizinkan untuk darah saudari kiara yang kantong darahnya masih tersimpan di dalam agar segera di donorkan kepada pasien”.

ANTITESIS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang