Bab 42 - misi satria

33 12 4
                                    

Satria memandangi sebuah bangunan rumah mewah yang berselimut cat dinding serba putih dengan tanaman hias yang mempercantik suasana halaman rumah itu.

Dalam benaknya. Terdapat bayang-bayang masa lalu yang sama sekali ia sesali akan hal itu. Bahkan ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan pernah menginjakkan kakinya lagi pada tempat ini.

Namun ia teringat akan ide yang di sarankan oleh choki agar ia kembali mendekati lea untuk alasan mencari barang bukti. Walau ia masih menimbang-nimbang keputusan itu dan ia masih ragu untuk melakukannya. Membuat dirinya tak memberanikan diri untuk menyapa si pemilik rumah ataupun meminta izin satpam untuk memintanya keluar.

“satria!”. Teriak seorang gadis yang keluar dari dalam rumahnya dan berlari menembus pintu gerbang untuk menemui dirinya.

Satria bingung. Entah ia harus bersikap biasa saja seperti biasanya, bahkan ia sering memasang wajah sinis pada gadis itu. Atau ia harus berpura-pura memancarkan wajah ramah kepada gadis itu agar misi ia kali ini berbuah hasil.

“ini serius kamu? Kamu sengaja kesini? Kamu pasti mau jengukin aku kan?”. Gadis itu sangat merasa senang akan kehadiran satria. Seperti mendapat lotre pada sebuah undian atau seperti mendapatkan guyuran air hujan di kala musim kemarau panjang.

Azalea. Ia tidak dapat mengekspresikan kebahagiaan yang saat ini ketika pria yang ia cintai, yang selama ini menjauh darinya, tiba-tiba saja kini berada di hadapannya dan menemui dirinya tepat di rumahnya. Bahkan ia sampai mengusap kedua pipi satria karena saking tak percayanya akan apa yang terjadi pada saat itu.

Anehnya. Satria tak menepis belaian tangan lea seperti biasanya. Ia hanya terdiam walau dengan ekspresi wajah datar. Namun lea dapat mendeskripsikan hal itu, bahwa menurutnya kini satria mulai menyadari bahwa ia amat sangat mencintai dirinya.

“masuk yuk. Di sini panas”. Ajaknya.

Satria mengikuti perintahnya, dengan tanpa ekspresi ia berjalan masuk dengan tangan yang di tuntunan oleh lea.

Ia pun di persilahkan untuk duduk di sebuah sofa, dan lea permisi untuk mengambilkan air minum untuknya.

Seperti asing. Padahal dulu ia sering berkunjung ke rumah ini. Ia memandangi sebuah foto keluarga lea yang terpajang pada sebuah bingkai berukuran besar yang berada tepat di hadapannya. Dulu ia memandang foto itu seperti biasa saja, seperti melihat sebuah keluarga yang utuh dan harmonis. Namun pandangannya kini berbeda, matanya ia fokuskan pada sesosok pria kepala rumah tangga yang kini sudah tidak ada lagi di dunia ini.

“kami mau cemilan apa?”. Ucap lea yang datang membawa 2 gelas es jeruk ke hadapan satria yang membuat pria itu sedikit terkejut.

“Ga usah. Ini juga cukup ko”.

“Oh iya. Sedih banget sih aku ga bisa sekolah sementara. Ga bisa ketemu kamu tiap hari dong. Emang dasar ini semua gara-gara si cupu _”.

“eh ini aku bawain tugas fisika buat kamu”. Ucap satria yang memotong pembicaraan lea karna ia tak ini lea terus-terusan menjelekkan kiara.

“ya ampun fisika lagi. Males banget deh”. Lea mengambil buku tugas yang diberikan oleh satria.

“Ya terserah. Kalau ga mau di kerjain juga gapapa”.

“Yaudah deh. Nanti aku kerjain”. Ucapnya tersenyum sumringah. “Eh kamu pulang sekolah langsung kesini ya? Ini baru jam 1 loh. Tumben ga nongkrong dulu?”.

“Mami kamu ga ada di rumah?”. Tanya satria yang mengalihkan pembicaraan.

“ga ada. Mami masih kerja. Kamu kenapa liatin foto papi gitu?”.

“engga. Aku kayak keinget om anton aja. Kayaknya udah lama ga ketemu dia. Bahkan jauh sebelum dia meninggal aku belum ketemu lagi sama dia”.

“Udah lah. Jangan bahas papi terus. Dia sekarang pasti udah tenang di alamnya”.

“Kamu ga pernah ngunjungi makam papi kamu di Palembang?”. Satria mulai memancing.

“Engga. Mami sibuk kerja terus. Aku juga sibuk sekolah. Libur Cuma hari minggu aja. Kalo terbang ke Palembang harus nunggu libur panjang kan”.

“emang gimana ceritanya ko papi kamu bisa kecelakaan gitu? Bukannya dia pake supir pribadi?”.

“waktu itu papi mungkin lagi ngantuk, soalnya malam sebelum papi kecelakaan dia sempet begadang lama karna kerjaan dia yang banyak. Terus supir papi juga tiba-tiba resign 2 minggu sebelum kejadian itu. Jadi papi sering pergi sendiri sebelum dapat supir pribadi baru”.

Aneh. Lea benar benar tak sungkan untuk berkata bohong. Karna apa yang di katakan gadis itu sangat berbeda jauh dengan fakta yang sudah ia ketahui, apalagi alasan dion berhenti bekerja sebagai supir pribadinya anton itu karna di pecat oleh vanya, namun dion tak sempat berpamitan pada anton karna di larang oleh vanya.  sehingga mungkin vanya yang bercerita bohong pada anton tentang dion yang meminta resign sendiri.

“mami kamu pasti sedih banget ya pas tahu kejadian itu?”.

“ya. Itu pasti. Beruntung waktu itu mami lewat jalanan itu, pas mami lihat ada kerumunan orang dan ia coba cari tahu ternyata itu papi korbannya , jadi mami langsung bawa papi pulang dan di jemput oleh pihak keluarga papi agar jenazahnya di makamkan di palembang”.

Satria semakin tidak nyaman dengan perkataan lea yang hampir 100% berbohong. Ia tahu betul itu alasannya untuk menutupi kasus ini dari pihak mana pun.

“oh iya. Kita jalan yuk. Udah lama loh kita ga jalan bareng lagi”. Ucap lea yang Tiba-tiba saja meraih tangan satria.

Namun satria yang merasa tak nyaman pun perlahan melepaskan tangan lea dari tangannya. “sorry ya. Gue harus cabut sekarang”.

“Loh ko buru-buru sih. Kan baru sampe”.

“Cuma mau nganterin tugas itu doang. Soalnya sekarang harus antar nyokap cek-up ke rumah sakit”. Satria pun bangkit dari tempat duduknya sambil mengaitkan tas ransel pada bahunya.
“yah. Ko kamu gitu sih. Yaudah besok main ke sini lagi ya”.

“iya”  ucap satrua yang langsung saja beranjak pergi tanpa mengucapkan kata pamit pada lea.


***


“gimana bro? Berhasil?”. Sapa rey pada satria ketika ketua genk itu sampai ke markas tempat mereka berkumpul.

Satria hanya menggelengkan kepalanya sambil menyeruput secangkir kopi yang tersedia pada meja tepat di depan teman-temannya berkumpul. “susah, omongan dia bohong semua”.

“Pelan pelan. Nanti juga dia cerita yang sebenarnya. Lo sabar aja”. Sahut choki yang mondar-mandir dengan pekerjaannya.

“maksud lo? Gue harus kayak gini selamanya? Ga. Gue ga mau!”.

“ya demi kebenaran kan”. Sahut Juan.

“Tapi gue ga nyaman kayak gini terus. Ga ada cara lain apa?”. Satria mengeluh.

“ya lo cari sendiri aja caranya bro. Yang penting kebenaran segera terungkap”. Ucap edo yang tak henti-hentinya menyantap cemilan ringan di tangannya.

Satria tampak diam. Rupanya ia memang sedang mencari cara lain untuk mencari bukti kebenaran itu tanpa harus mendekati lea setiap hari.

Malam ini satria sudah berada di rumah. Tak seperti biasanya ia sering berada di luar bersama teman-temannya. Karna tadi sore ia baru saja mengantar renata untuk cek kesehatan rutinnya ke rumah sakit.

Ia menatap langit malam yang cukup indah. Dengan bentuk bulan yang berbentuk bulat utuh, di temani dengan beribu bintang bersinar di sekitarnya. Sesekali ia tiba-tiba saja teringat pada kiara. Ya, keindahan langit malam itu persis seperti senyuman gadis lugu berkacamata oval yang rupanya telah memikat hatinya.

Ia baru tersadar, sudah hampir satu minggu ini kia sudah tak pernah membalas pesan singkatnya pada whattsapp.

Mungkin menang gadis itu sengaja menjauh darinya karna faktor banyak ancaman dari lea. Hingga pada saat itu satria mencoba kembali mengirim pesan singkat pada kia, namun tetap saja, hingga hampir 20 menit satria menunggu tapi kia tak kunjung membalasnya.

“Gue beneran suka sama cewek itu?”. Gumamnya. “dia emang beda jauh dari lea, dia lebih sederhana dan apa adanya”.

Namun, pikiran satria kembali pada misinya kali ini yaitu mencari tahu kebenaran tentang kasus kecelakaan anton yang akan ia cari tahu dari lea. “astaga. Kenapa caranya harus deketin lea sih”. Satria meremas kepalanya yang ia rasa sangat pusing.

ANTITESIS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang