Satria terus saja menggenggam tangan kia hingga keluar rumah, dan sepertinya ia hendak masuk ke toko bunga ibunya kia untuk meminta izin hendak pergi.
Kia terlihat cemas dan ketakutan, karena ia merasa tidak percaya diri dan khawatir ibunya akan meledek dirinya ketika ia berpenampilan seperti ini. Namun, apa boleh buat? Kekuatan tangan satria yang 2 kali lebih besar dari kia membuat gadis itu tak mampu menepis tangannya.
Gawat. Ibunya kiara menyadari kedatangan dua anak remaja itu hingga ia sendiri berjalan keluar untuk menghampiri mereka. Dan benar saja dugaan kiara, dari kejauhan pun Rosa sudah menampakkan senyuman meledek pada putrinya.
“Nah gitu dong, kan kalo udah cantik gini jadi serasi di ajak jalan sama satria juga”. Candanya.
“Ibu ih.. jangan ledekin aku terus dong”. Ketus kia.
“loh siapa yang ngeledek kamu? Orang ibu itu muji kamu, kamu itu beneran cantik kayak gini, tanya aja sama satria”. Lirikan mata Rosa pun berpindah pada satria hingga pemuda itu sedikit salah tingkah.
“eh iya, kan ibunya juga cantik”. Ucapnya spontan.
“kamu ini ngeles aja”. Canda Rosa yang menepuk lengan satria. “ya sudah kalian berangkat sekarang, tapi sebelum petang kamu harus antar kia pulang ya satria”. Sambungnya.
“Siap tante, aman”.
Ketika kedua anak remaja itu pergi bersama tampak terpancar aura bahagia dari wajah Rosa, sepertinya ia tahu bahwa satria memang tulus pada putrinya itu, namun soal hubungan lebih lanjut ia pasrahkan pada keduanya agar mereka sendiri yang menentukan.
Kurang lebih 20 menit perjalanan yang mereka tempuh menuju rumah satria, akhirnya untuk pertama kalinya kiara menginjakkan kaki di rumah ini, terlihat tampak mewah dan berbeda dengan rumah yang ia tinggali.
Satria kembali meraih tangan kia dan menuntun nya masuk ke dalam rumah, seperti biasa kia masih tampak terkejut ketika di genggam tangannya oleh satria. Hingga mereka berdua tiba di sebuah ruangan di mana kia melihat kehadiran Renata yang sedang duduk bersantai di atas sofa sambil menonton tv.
“Wah tamu mama udah dateng”. Wanita paruh baya itu langsung berdiri lalu menghampiri kia dan memeluknya. “kamu apa kabar? Kaki kamu masih sakit?”.
“baik tante, udah ga sakit ko”. Sahut kia.
“Oh iya syukur kalo gitu, sini duduk sama tante”. Ajaknya sambil membawa kia menempati sofa yang semula ia duduki.
“Oh iya satria, ambilkan minum dan camilan di dapur buat kiara ya”. Perintahnya.
“loh ko aku sih ma? Kan ada bi asih”.
“ga bisa, bi asih lagi belanja sayuran keluar, kamu yang harusnya ambilin minum buat kiara”.
“Yaudah iya”. Akhirnya satria pergi menuju dapur sesuai perintah Renata, sedangkan dua wanita itu asyik mengobrol sambil menonton tv.
“Kamu cantik sekali kayak gini kiara”. Pujinya sambil mengusap puncak kepala kia.
“Terima kasih tante, sama aja ko kayak kemarin”. Sahutnya dengan senyuman tipis.
“Oh iya, satria bilang ga sama kamu kenapa kamu di suruh tante main ke sini?”.
Kia sedikit mengerutkan keningnya sambil menoleh ke arah satria yang berjalan ke arahnya sambil membawa 3 gelas air minum. “katanya suruh tante main aja kesini”.
“mama yang bilang kan Cuma minta bawa kiara ke sini, udah gitu doang”. Celetuk satria.
“Ya itu karna kamu nya malah buru buru pergi, ga dengerin mama ngomong dulu, padahal mama ngomong mau ajak kiara masak masak eh kamu-nya malah keburu pergi”. Jelas renata.
Satria menoleh ke arah kiara sambil menahan senyuman, “emang lo bisa masak?”.
Kia yang merasa terpojokkan pun sempat menjawabnya dengan sedikit gugup, “ya bisa lah. Namanya anak perempuan seharusnya bisa masak dong”.
“Ya pasti kia bisa masak lah, dia pasti sering bantuin ibunya di rumah kan?”. Bela rena sambil merangkul bahu kiara.
“ga yakin gue”. Sahut satria sambil melengkungkan bibirnya ke bawah.
Sedangkan kiara, yang sebenarnya ingin membalas hinaan satria dengan beberapa kalimat yang sudah ia rangkai, namun ia urungkan karena keberadaan mamanya satria yang menjadi penghalang. Dan pada akhirnya kiara hanya menampakkan wajah kesalnya pada satria dan pria itu membalas dengan senyuman liciknya.
“Udah ah jangan berantem gitu, kia kamu minum dulu air nya, sebentar tante tinggal ke belakang dulu ya” pamit renata pada kia. “satria, awas kamu jangan ajak kiara debat lagi. Ga baik kamu kasar sama anak perempuan”. Pesannya.
Satria hanya mengangguk kecil sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.
Setelah bayangan Renata pergi, kia yang merasa kesal pada satria pun akhirnya bisa ia luapkan dengan langsung memukul lengannya secara keras ketika satria sedang lengah, “apaan sih lo, ga seru!”.
“Stt...” ucap satria meringis. “lo yang apaan, sakit tau!”.
“Lo yang ngeselin, pake ngomong macem macem ke tante renata, sengaja banget ya mau bikin gue malu”. Gerutu kia.
“Ya emang gue ga yakin lo bisa masak ko. Lagian, biar pun lo anak yang nurut sama ibu lo tetep aja lo itu manja, mana bisa lo masak, iya kan?”. Sahut satria meledek.
“Dih, parah banget lo!”. Ketus kia yang langsung memalingkan wajahnya dari satria.
“kia, ayo kita ke dapur, tante mau ajak kamu bikin pizza spesial”. Ajak renata yang tiba-tiba datang menghampiri mereka.
Kiara hanya meng-iyakan dan segera mengikuti ke mana arah renata pergi tanpa kembali menoleh ke arah satria.
Satria yang merasa tidak di butuhkan lagi pun segera mengangkat kakinya dan ia selonjorkan di atas meja sambil memainkan ponselnya. Ia pikir mungkin dengan melanjutkan bermain game figthting kesukaannya dapat mengisi waktu luangnya hari ini yang ia rasa hari ini tidak perlu pergi ke markas menemui teman-temannya.
Tapi, baru saja satria masuk ke dalam akun game tersebut, ia langsung mendapat serangan dari renata yang dengan keras menarik daun telinganya. Satria yang merasa kesakitan pun segera melepas handphone-nya lalu menahan tangan renata agar segera melepaskannya, “sakit ma”. Ucapnya meringis.
“Ya kamu ngapain malah main handphone?”.
“ya mau main game lah, apalagi?”.
“pake nanya, kamu temenin kiara bantuin mama masak dong”.
“apa? Masak?”. Satria mengerutkan keningnya. “aku kan cowok, ngapain ikutan masak”.
“Ga boleh protes pokoknya kamu ikut mama ke dapur”. Ucap renata yang langsung menarik tangan satria dan dengan pasrahnya satria menuruti dan meninggalkan handphone miliknya di atas sofa.
“Iya iya!”.
Walau pun satria mengikuti renata berjalan menuju dapur, namun tetap saja rasa kesal dalam dirinya masih tersisa, apalagi ketika ia berpapasan dengan kiara yang menjulurkan sedikit lidah ke arahnya membuat perasaannya saat ini semakin jengkel. Pria itu pun tak mampu berbuat apa pun lagi, karena ia takut ketika ia menyerang kia malah ia yang akan di marahi oleh mamanya.
“Kalian siapin adonan rotinya, mama masak topingnya dulu ya”. Perintah renata yang melepaskan tangan satria lalu ia berjalan menuju lemari es untuk mengambil beberapa bahan yang akan ia gunakan.
Satria melempar tatapannya ke arah kiara, dengan raut wajah kebingungan sepertinya ia memberi isyarat kepada kia tentang apa yang di maksud oleh renata, “apaan?”.
Sepertinya kia pun mengalami hal yang sama, ia juga sempat merasa bingung dengan apa yang akan ia lakukan dan sesuatu apa yang harus ia ambil untuk ia persiapkan dalam membuat adonan, beruntung tak lama renata segera berteriak ke arah mereka untuk segera mengambilkan tepung terigu yang berada di bawah meja sehingga membuat kia mampu menyembunyikan rasa ragunya dan ia segera melaksanakan perintah dari renata.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTITESIS [END]
Teen Fictionmenceritakan seorang gadis yang pergi merantau ke kota bersama ibunya agar lebih sering mengunjungi makam ayahnya yang telah meninggal, namun di sekolah barunya ia bertemu dengan seorang pria berandalan yang hampir setiap harinya membuat keributan b...