Bab 24 - Minta nomor telepon

30 12 2
                                    

“Kia kemana ya? Tumben udah sore gini belum pulang. Mana nomornya ga aktif lagi”. Rosa yang tampak cemas, ia mondar-mandir di depan teras rumahnya sambil terus mencoba menghubungi nomor telepon kiara namun belum mendapat jawaban.

“Ya ampun kia, kamu kemana sih? Bikin ibu khawatir aja”. Gumamnya.

Tak lama sebuah taksi tiba dan menepi di depan Rosa berdiri. Rosa menyipitkan matanya dan mencari jawaban, siapa orang yang berada di dalam taksi itu yang akan keluar dan menemuinya.

Pintu mobil itu terbuka, dan keluar seseorang yang tentu saja Rosa kenali itu adalah putri semata wayangnya. Kia turun dari mobil itu dengan raut wajah lemas . “Kiara. Ya ampun kamu kenapa nak?” . Rosa berlari mendekat dan menopang tubuh kiara.

Gadis itu tersenyum tipis ke arah ibunya. “aku gapapa ko bu”.

Rosa menoleh ke pintu mobil sebelah kanan. Kiran keluar sambil menutup pintu mobil itu lalu tersenyum sambil menunduk sebentar pada Rosa. “tante.”

“eh kiran, ayo ikut masuk”. Ajak Rosa sambil membantu kiara berjalan masuk ke dalam rumah.

Mereka tiba di ruang tamu rumahnya. Kemudian Rosa mempersilahkan kedua anak SMA itu duduk dan ia membawakan minuman serta cemilan untuk mereka. “cerita yang jujur sayang. Sebenarnya kamu kenapa? Dan tumben sudah hampir petang gini kamu baru pulang? Mana ga ngabarin ibu lagi”.

Kia menoleh ke arah kiran. Seolah ia meminta bantuan kepada temannya untuk memberi tahu hal yang sebenarnya yang ia alami.

“Tadi kia di culik tante”. Ucap kiran dengan hati-hati.

Rosa membulatkan matanya. “apa! Kamu di culik? Sama siapa nak?” lalu ia mendekat pada kia dan mengecek seluruh anggota tubuh kia. “kamu gapapa kan? Ada yang luka?”.

Kia ikut bersuara sambil mengusap tangan Rosa untuk memberi ketenangan. “aku gapapa ko bu  ibu lihat sendiri kan ga ada luka sedikit pun”.

“kia ga di apa-apain ko tante, dia Cuma di bius aja sampe pingsan. Makanya kita pulang telat karna tadi aku sama temen-temen bawa kia ke rumah sakit dulu. Tapi kata dokter kia gapapa ko, Cuma butuh istirahat aja”. Sahut kiran.

Rosa menahan air mata yang hampir keluar dari bola matanya. “ya ampun nak, ko bisa sih? Siapa yang berbuat gini sama kamu?”.

“Gak tahu bu, aku juga ga kenal”.

“ko bisa kamu ga kenal tapi ada yang berniat jahat sama kamu?”.

“gue rasa ini masih ada hubungannya dengan kejadian tawuran bulan lalu deh. Mungkin anak pancadarma baru sempat balas dendam. Makanya dia jebak satria lewat lo”. Kiran menebak.

“Satria? Maksud kamu satria yang sering antar kamu pulang itu?”.

Kiran menatap kia curiga. “jadi kak satria sering kesini? Anterin lo balik? Bisa-bisanya lo ga cerita sama gue. Jangan-jangan lo udah jadian ya sama dia?”. Kiran mencolek pinggang kia.

Kia menepisnya.  “apaan sih. Ga ada ya!”.

“jadi maksud kalian yang culik kamu niatnya mau jahatin satria gitu? Terus satrianya gimana? Dia gapapa?”. Ucap Rosa.

“ibu apaan sih, ko malah nanyain kak satria”.

“Ya kan takutnya satria kenapa-napa juga”.

Tiba-tiba pintu depan rumah itu terdengar bunyi ketukan, dan muncul seseorang yang membuat Rosa tersenyum.

“Permisi tante, boleh masuk?”.

“eh satria. Panjang umur ya kamu. Baru aja di omongin, Udah dateng aja”. Rosa berjalan menghampiri satria.

“ngomongin apa tante?” tatapan satria beralih pada kia, namun gadis itu malah memalingkan wajahnya ke objek lain.

“Itu soal kejadian barusan. Ya ampun muka kamu kenapa bonyok begini?”. Ucap Rosa sambil memegang pipi satria.

“gapapa ko tante, Cuma luka kecil aja”.

“Luka kecil gimana? Orang parah begini. Yaudah kamu duduk di situ biar nanti kiara obatin luka kamu”.

Kia membulatkan matanya dengan lebar ke arah Rosa. “ibu.. ko kia sih”.

“ya terus siapa? Masa ibu sih. Kan satria bonyok gini karna nolongin kamu kan". Rosa berjalan menuju dapur untuk mengambil sebuah betadine dan kapas untuk mengobati luka satria.

Satria berjalan mendekat pada sofa, kemudian ia duduk di dekat kiran sambil mengeluarkan kunci motor milik kia dan menaruh ya di atas meja. “ini kunci motor lo, tadi sempet ilang. Pas gue cari tahu ternyata di bawa pulang sama salah satu warga karna takut ada yang nyuri, untung orangnya jujur jadi bisa gue ambil”.

“tapi ko orang itu percaya sama kakak?”. Ucap kiran.

“gue kasih foto kia ke orang itu, dan ternyata orang itu kenal sama lo katanya”.

Kiran bergumam dengan tatapan meledek ke arah kiara. “dari mana kakak punya foto kia? Atau jangan-jangan kalian beneran udah jadian yah”.

Kia spontan mencubit lengan kiran. “ish jangan ngaco deh”.

Kiran meringis. “aww. Sakit ih”.

“kiara kan punya akun instagram. Ya gue cari, disitu kan ada foto dia” . Sahut satria.

“Udah udah jangan ribut terus. Ini nak obatnya”. Rosa menyerahkan kotak p3k  itu pada kiara.

“ibu aja deh”. Kiara menolaknya.

Rosa membulatkan mata sambil memainkan pergerakannya untuk memberi sebuah isyarat pada kiara agar melaksanakan apa yang ia perintah.  Dan pada akhirnya kia pun menuruti nya.

“Iya bu”. Ucapnya malas. “maaf ya kak”  kia mendekat pada satria kemudian meneteskan betadine itu pada kapas dan menempelkannya pada beberapa luka satria.

Anehnya. Satria menurut. Ia diam tanpa bergerak sedikit pun. Membuat kiara mudah mengerjakan hak itu dengan cepat.

“duh.. pasutri ini romantis sekali ya tante. Jadi iri aku”. Ucap kiran yang memecah keheningan antara satria dengan kiara.

Rosa hanya tersenyum meledek ke arah kiran. “hush. Kamu jangan ganggu dong”.

Kia selesai mengobati satria. Dan ia kembali pada tempat duduknya dan merapikan alat p3k yang baru saja ia gunakan. “kalian kenapa sih”.

“Yaudah tante, saya pamit pulang dulu yah”. Satria kembali bersuara.

“loh, ko buru-buru sih? Kita makan malam dulu aja bareng-bareng di sini”. Ajak Rosa.

Satria menoleh ke arah jam tangannya. “kayaknya ga bisa tan, soalnya saya ada keperluan. Lain kali aja ya”.

“oh begitu. Yaudah gapapa”.

“gue boleh nebeng ga kak? Gue kan tadi kesini di taksi. Anter gue ke rumah temen buat ngambil motor. Soalnya tadi di titip di rumahnya”  kiran memohon.

“boleh”. Sahut satria.

“Asyik”. Koran bertepuk tangan kemudian melirik ke arah kiara. “lo gapapa kan kia? Gue ga akan macem-macem ko sama kak tria. Lo tau kan sekarang gue Cuma suka sama kak rey”.

Kiara mendecih. “ emang gue kenapa? Yaudah lo bareng kak tria aja”.

“ya kan takut lo cemburu”. Kiran tersenyum meledek.

“Dih. Apaan sih lo”. Ketus kiara.

“Satria. Tante boleh minta nomor telepon kamu ga?” Rosa menyerahkan ponsel milikny pada satria.

Kia yang terkejut, spontan menepis tangan Rosa. “ibu apaan sih? Buat apa!”.

Rosa tak menoleh ke arah kiara. “buat kalau ada apa-apa sama kiara lagi. Takut kejadian kayak tadi terulang tante bisa nanyain ke kamu sekalian minta bantuan juga  boleh kan?”.

“boleh tante”. Satria meraih ponsel milik risa kemudian mengetik beberapa digit angka yang kemudian ia kembalikan lagi pada Rosa.

Kia memalingkan wajahnya ke arah objek lain sambil di tutup oleh telapak tangannya.

“tenang aja kia. Nanti ibu kasih nomor satria sama kamu”. Ucap Rosa tersenyum meledek.

“Ibu ih!”.

“Yaudah tante, kia kita berangkat sekarang ya”. Ucap satria yang kemudian meraih tangan Rosa lalu mengecup punggung tangannya kemudian berpamitan pergi dan di susul pula oleh kiran. “kia gue balik ya, lo jangan lupa istirahat”.

Kia kembali menoleh ke arah satria dan kiran dengan terpaksa. “ ah iya kak”.
“kalian hati-hati di jalan yah”. Ucap Rosa.

“iya tante”. Sahut satria dan kiran bersamaan.



ANTITESIS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang