Bab 53 - pengembangan kasus

25 8 5
                                    

“Permisi. Maaf saya udah bikin kalian nunggu lama ya.” Ucap Dion ketika ia tiba dan segera menyapa sambil duduk di sebuah kursi yang tersedia.

“Gapapa santai aja,” sahut kiara, kemudian Dion menatap arah kiara dan memberikan liriknya matanya ke arah Renata, seolah-olah ia bertanya pada Kiara tentang wanita yang saat ini bersama mereka.

“Oh iya, kenalin om, ini tante Renata, mamanya kak Satria, dia juga yang akan bantu kita pecahin masalah ini.” Jelas kiara.

Kemudian Rena lebih dulu menyerahkan tangannya pada Dion dan mereka pun saling berjabat tangan.

“Jadi rekaman cctv-Nya mana om?” tanya Satria yang sudah tidak sabar.

Dion pun menyalakan laptop miliknya dan memutar sebuah video rekaman  cctv yang terdapat Vanya yang sedang menelepon seseorang pada sambungan telepon.

Kita sudah gak aman mas, kedatangan Rosa dan anaknya saat ini akan jadi bumerang buat kita, aku ngerasa mereka curiga sama aku, aku takut mereka ngebuka kasus kematian mas Anton lagi, aku takut kita di penjara mas”.

“Tapi aku takut, aku takut mereka punya bukti bahwa aku yang udah setting mesin mobil dia, dan bikin rem-Nya blong sampai dia celaka dan meninggal.”

“baik mas, aku tunggu kabar selanjutnya, semoga mereka gak akan punya bukti yang mengarah pada kita.”


“Tuh kan bener, tante Vanya dalang dari kematian ayah.” Ucap kiara spontan.

“Dan orang yang tante Vanya telepon itu papa?” tanya Satria pada dirinya sendiri.

Kemudian Rena mengeluarkan ponsel miliknya dan memutar sebuah rekaman yang terdapat suara Haris yang sedang berbicara dengan seseorang pada sambungan telepon.

Seperti sebuah kebetulan, ternyata yang di bicarakan Haris pada rekaman itu mengenai soal kematian Antonio juga, ia berkali-kali menenangkan lawan bicaranya yang di duga itu adalah Vanya, dan ia selalu memberi pengertian pada Vanya agar tetap tenang karena ia akan mengatasi semua masalah itu.

“Bukti ini sudah cukup untuk kita serahkan pada pihak kepolisian, supaya setelah ini kasusnya bisa di buka kembali , dan kebenaran akan segera terungkap.”

Kia, Satria, dan Renata saling bertukar pandang, mereka saling meminta pendapat dan semuanya mengangguk setuju, akhirnya mereka bertempat bergegas pergi menuju tempat yang akan menjadi neraka bagi kedua pelaku kejahatan itu.

Di tengah perjalanan, ponsel milik kiara berdering, ternyata Rosa yang meneleponnya, tanpa terasa kini sudah memasuki pukul 3 sore, jadi mungkin Rosa merasa khawatir karena Kiara belum kunjung pulang.

“Halo bu, maaf ya kayaknya aku pulang telat, soalnya sekarang aku, kak Tria, tante Rena dan om Dion mau ke kantor polisi buat bikin laporan kasus ini, ibu jangan khawatir ya, aku aman kok.”

“Iya bu, nanti kalau urusannya sudah selesai aku pasti langsung pulang.”

“oke, bye bu.”


***


“Permisi pak. Saya mau melaporkan sebuah kasus kematian yang terjadi sekitar satu tahun yang lalu.” Ucap Dion ketika mereka telah sampai di kantor polisi.

“Baik, silahkan duduk.” Ucap pria bertubuh kekar yang memakai seragam kepolisian itu.

“Jadi apa motif anda membuka sebuah kasus yang sudah lama berlalu?”.

“Saya menemukan sebuah kejanggalan pada kasus ini pak.”

“Silahkan sebutkan identitas anda sebagai pelapor, dan ceritakan kejadian apa yang terjadi serta bukti apa yang anda punya untuk mengungkap kasus ini.”

Dion dengan tegasnya menjelaskan kasus yang kami maksud, serta ia menunjukkan bukti video dan rekaman suara yang kami punya, “awalnya kami curiga, karena ketika kejadian itu, pihak keluarga melarang korban di larikan ke rumah sakit, dan melarang para wartawan untuk merekam kejadian itu untuk bahan informasi, dengan alasan pihak keluarga tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan.”

“Baik, laporan anda saya terima, dan secepatnya akan kami proses, terima kasih sudah mempercayai kasus ini pada pihak yang berwajib dan tim kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menangkap pelaku kejahatan ini dengan segera, karena kami akan mendatangi TKP terlebih dahulu untuk mendapatkan bukti-bukti baru.”

“Baik pak, kami akan selalu menunggu kabar selanjutnya, terima kasih sudah membantu.”

Akhirnya misi mereka selesai, tinggal menghitung hari untuk penangkapan Vanya dan Haris agar mereka mendapat hukuman yang setimpal dengan apa yang mereka perbuat.


***


“Mama ikut kamu anterin Kiara ya.” Seru Rena ketika mereka keluar dari kantor polisi, sedangkan Dion sudah lebih dulu berpamitan karena ada keperluan yang mendadak.

“Mama istirahat aja ya, aku antar Mama pulang dulu setelah itu baru antar Kia.” Satria menyahuti.

“Gak mau, di rumah pasti masih ada papa kamu, sekalian juga mau kenalan sama ibunya Kia, boleh kan?” kali ini pandangannya beralih ke arah kia, dan tanpa menyahuti, gadis itu tersenyum sambil mengangguk.

Dengan sedikit terpaksa Satria memenuhi permintaan mamanya, walau pun ia masih merasa cemas akan kesehatannya, karena ia masih belum percaya sepenuhnya dengan kesembuhan dari wanita yang amat berharga baginya.

Sesampainya di depan rumah, ternyata Rosa sudah menanti di teras sambil terus berdiri menanti kedatangan putrinya dengan penuh rasa cemas, dan ketika mereka keluar dari mobil, Rosa pun segera menghampiri putrinya lantas memeluknya dengan erat, “kamu gapapa sayang?”

“Gapapa kok bu, aku baik-baik aja.” Ucap Kia dengan tenang.

Dari jauh, Rena sudah tersenyum ke arah Rosa ketika ia menoleh ke arahnya, “Tenang saja bu, Kia pasti aman kalau sudah sama anak saya.”

“Dia siapa?” bisik Rosa pada putrinya.

“Itu mamanya kak Satria bu,” sahut Kia, “tante kenalin ini ibu aku.” Perintah Kia yang memerintahkan ibunya untuk menjabat tangan dengan Rena.

“Saya Rena, mamanya Satria.”

“Saya Rosa, mari duduk dulu, saya buatkan minuman ya.” Rosa pun segera masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil sesuatu yang akan di suguhkan kepada tamunya saat ini.

“Jadi, gimana soal rencana kalian?” tanya Rosa setelah ia meletakkan tiga gelas air minum pada meja teras rumah.

“Semuanya lancar tante, polisi sudah menerima laporan kita, jadi tinggal nunggu perkembangan kasus sampai polisi dapat menangkap pelakunya.” Jelas Satria.

“Jadi benar, mbak Vanya sendiri yang menyebabkan suaminya meninggal?” Rosa menduga dengan tatapan yang sedu.

“Ibu yang sabar ya,” kali ini Rena menenangkan, “saya juga minta maaf karena Vanya bekerja sama dengan suami saya untuk menuntaskan misi itu.”

“Tapi mbak Rena rela jika suaminya di penjara?” Tanya Rosa memastikan.

“Saya tidak akan membenarkan sesuatu yang salah, mereka harus mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatannya.”

Kedua orang tua itu pun tersenyum lega, kini keduanya sudah merasa dekat karena pertemuan ini, sedangkan Satria dan Kia saling melempar pandangan ragu, namun ketika salah satunya menoleh, yang satunya lagi malah membuang  pandangannya ke sembarang arah, entah apa yang ada pada isi hati Kedua remaja SMA ini, mungkin dari keduanya memang sudah tumbuh rasa cinta, tapi terhalang oleh gengsi yang membuat mereka terlalu banyak diam.

ANTITESIS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang