Satria memilih tempat duduk paling belakang di ruang perpustakaan itu. Sepertinya ia merasa canggung berada di tempat yang belum pernah ia kunjungi bahkan dari sejak awal dia bersekolah di sini. Tentu saja tempat ini rasanya asing baginya.
Sebagian pengunjung perpustakaan yang hampir 100 % wanita tentu saja tak satu pun dari mereka yang tak menyapa satria. Bahkan beberapa dari mereka memuji satria karna ia yang di kenal sebagai bintang lapangan basket dan ketua gengster itu ternyata kali ini ia berkunjung ke ruang perpustakaan. Namun satria selalu menghiraukannya dan menganggap mereka seperti tak ada.
Satria memilih mencari jawaban pada soal-soal itu dengan membuka layar ponselnya dan membuka sebuah situs website agar lebih mudah untuk mencari jawabannya. Di banding ia membaca dan mempelajari buku-buku yang ada pada rak di dekat ia berada. Ia rasa hal itu sangat membosankan.
Walaupun ia memilih jalan pintas untuk mencari kunci jawaban itu, tetap saja ia sangat kesulitan dalam mengerjakan soal-soal itu.
“BRENGSEK!” satria menggebrak meja dengan keras sehingga terdengar jelas oleh penjaga perpustakaan. Dan ia pun mendapat tatapan tajam di iringi omelan yang mengusik gendang telinganya.
“Heh. Diam! Ini bukan pasar!”
Biarpun begitu satria tak memperdulikannya. Ia malah meremas kepalanya sambil tertunduk malas.
“ada yang bisa gue bantu?”.
Suara yang terdengar lembut itu satria yakini milik seorang gadis. Namun ia tak begitu mengenalinya. Sehingga ia segera mengangkat kepalanya agar bisa mengetahui pemilik suara itu.
Gadis itu berdiri di samping mejanya. Ia tersenyum manis dengan mata yang sedikit di sipitkan yang tersembunyi di balik kacamata minus yang cukup tebal.
“Lo ngapain di sini?”. Satria mengernyitkan kening heran.
“Emang kenapa? Ini kan tempat umum? Siapa pun boleh kesini. Dan gue hampir tiap hari ngabisin jam istirahat di sini. Ada juga gue yang nanya sama lo, tumben lo kesini? Kayaknya ini kali pertama lo ke perpus kan?”.
Satria kembali memalingkan wajahnya dari kia dan kembali menatap pada lembaran kertas soal itu. “ya. Gue di kasih tugas sama guru matematika gara-gara gue udah 4 kali bolos jam pelajarannya. Males banget banyak gini. Mana gue ga ngerti gimana ngerjainnya. Gue nyari cara di google juga ga nemu jawaban”.
“Coba gue lihat soal-Nya”. Kia segera duduk pada bangku di depan satria dan menarik lembaran kertas itu dari tangan satria. “oh tentang statistika. Biar gue bantu jelasin biar lo paham”.
“Tapi lo kan baru kelas sebelas? Mana nyambung sama pelajaran kelas dua belas?”.
Kia menghela nafas sejenak. “materi statistik udah ada dari SMP kali, di SMA juga sama aja Cuma lebih memperdalam lagi. Jadi gue cukup paham”.
Satria menatap kia lebih dalam ketika kia sedang memikirkan soal-soal dari lembaran kertas itu.
“Nilai rata-rata ulangan matematika 10 siswa adalah 55. Jika digabung lagi dengan 5 siswa lain, nilai rata-ratanya menjadi 53. Nilai rata-rata dari 5 siswa tersebut adalah …”
“jadi caranya gini.. pertama kita tulis angka 53. Di ambil dari nilai angka rata-rata yang akhir. 53 sama dengan (10 di kali 55 di tambah 5 di kali X 10 di tambah 5)
(53 sama dengan 550 di tambah 5 di kali X 15)
(53 di kali 15 sama dengan 550 di tambah 5X)
(795 sama dengan 550 di tambah 5X)
(5X sama dengan 795-550 sama dengan 245)
(X sama dengan 245 di bagi 5 sama dengan 49)
Jadi nilai rata-rata dari 5 siswa tersebut jawabannya 49”.
Ucap kia sambil tersenyum setelah menuntaskan satu soal tersebut.
Satria masih dengan raut wajah kebingungan sambil memajukan posisi tubuhnya sehingga lebih dekat dengan kia. “ko bisa kayak gitu? Gue masih belum paham sumpah”.
Kia pun tersenyum memaklumi karna memang soal sederhana seperti ini pun akan terasa sulit bagi orang yang tidak memiliki minat untuk mempelajarinya. Namun bukannya merasa jengkel, kia justru senang jika harus mengulang untuk kedua kalinya menjelaskan soal tersebut pada satria.
“Yaudah gue kasih penjelasannya lagi biar lo paham_”.
Kia kembali menulis langkah-langkah untuk membuat hasil akhir jawaban dari soal tersebut, hingga satu soal berhasil satria pahami. Kemudian mereka meneruskan berdiskusi kembali untuk mengerjakan soal-soal berikutnya.
Kini, materi matematika yang awalnya di benci oleh satria bahkan ia tidak pernah bermimpi untuk memahaminya, saat ini ia malah merasa menyenangkan ketika mempelajarinya dengan bimbingan dari kiara.
Walaupun tak sepenuhnya jawaban soal itu di isi dengan benar oleh satria, karna jawaban yang di dapatkan oleh kia justru lebih banyak. Hingga satria selesai mengerjakan soal itu dalam waktu 20 menit. Ia melirik pada arloji -Nya, ternyata masih ada 10 menit waktunya untuk beristirahat di tempat itu.
Ia pun meyenderkan tubuhnya pada punggung bangku yang ia tempati sambil sedikit merenggangkan pergelangan tangan dan sedikit menggeliat. Akhirnya ia bisa bernafas lega setelah selesai mengerjakan tugas dari guru matematika.
Dan ketika ia mencoba menenangkan diri setelah berfikir dengan mencoba menutup matanya sejenak, tiba-tiba saja kia kembali berbicara padanya dengan mengeluarkan sebuah kotak makanan yang ia bawa dari rumah.
“lo pasti laper kan abis mikir. Kebetulan gue bawa bekal dari rumah”. Kia menyerahkan kotak bekal itu pada satria sambil membuka tutupnya.
“Hah? Emang masih zaman bawa bekal ke sekolah? Kayak anak SD aja”.
“loh emang kenapa? Bawa bekal dari rumah ga salah kan? Justru bisa makan dengan kenyang tapi ga perlu ngeluarin uang jajan. Lagi pula gue biasa ngabisin waktu istirahat di perpus, jadi belajar bisa sambil makan”.
Satria termenung dan mencoba mengingat kapan terakhir kalinya ia di buatkan bekal oleh ibunya. Ia rasa sudah lama. Mungkin ketika ia masih kelas 1 SD. Ia terdiam cukup lama karna tiba-tiba teringat akan kondisi ibunya saat ini.
Kia mengernyitkan keningnya ketika ia melihat satria menatap kotak makanannya dengan tatapan kosong. Aneh, kali ini ketua gengster itu terlihat lebih pendiam tidak seperti biasanya yang terlihat galak.
“Kak!”
Satu kali kia memanggil, satria masih diam.
“kak tria!”
Dan kedua kali nya pun ia masih diam.
“kak satria!”
Kali ini kia kia menepuk bahu satria dan akhirnya pria itu pun kembali tersadar dari lamunannya.
“Eh. Sory.. kebetulan gue juga laper. Boleh minta makanannya?”.
“Boleh dong. Yaudah makan aja kak”.
Satria tersenyum semangat kemudian mengambil satu suapan nasi dengan lauknya yang berisi ayam goreng dan beberapa buah sayuran. Setelah satu suapan berhasil ia telan, ia pun segera mengambil suapan berikutnya hingga tak terasa bekal milik kia ia habiskan setengahnya.
“Eh. Gue lupa. Lo ga ikut makan? Sory gue kesenengan. Abisnya makanannya enak. Nih giliran lo yang makan”. Satria mendorong kotak bekal itu agar lebih dekat dengan tangan kia.
“Gausah kak. Kalo lo masih laper abisin aja”. Kia balik mendorong kotak itu hingga menjadi dekat pada tangan satria.
“Ga bisa gitu dong. Ini kan makanan lo. Ga tahu diri banget gue kalo gue habisin semua”. Kemudian satria mengambil satu sendok nasi dengan lauknya dan ia berikan pada kia, hingga membuat gadis berkacamata itu membulatkan matanya.
“heh. Malah diem. Cepetan buka mulutnya”. Perintah satria, lalu kia pun perlahan membuka mulutnya dan suapan nasi dari tangan satria itu berhasil masuk ke dalam mulut kia.
“nah. Gitu dong. Jadi anak itu jangan keras kepala”. Ucapnya sambil kembali mengambil suapan nasi tersebut lalu menyuapinya ke dalam mulut satria.
Kiara semakin takjub dengan perilaku pria itu padanya. Bagaimana mungkin pria itu tiba-tiba bersikap manis padanya. Bukannya dulu mereka tak henti-hentinya bertengkar tiap kali bertemu? Namun saat ini seolah tidak pernah terjadi apa pun. mereka terlihat seperti sangat dekat. Bahkan satria tak segan memakan makanan itu bersama kia dengan menggunakan satu sendok makan yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTITESIS [END]
Teen Fictionmenceritakan seorang gadis yang pergi merantau ke kota bersama ibunya agar lebih sering mengunjungi makam ayahnya yang telah meninggal, namun di sekolah barunya ia bertemu dengan seorang pria berandalan yang hampir setiap harinya membuat keributan b...