Guru mata pelajaran matematika pagi ini berjalan menuju kelas DUA BELAS IPS-1. Gunawan purnomo. Dikenal sebagai salah satu guru killer dan sangat di segani oleh seluruh siswa WIRAMANDALA, terkecuali satria dan teman-temannya yang mampu melawan walaupun sering kena semprotan amarahnya tapi mereka tak pernah menghiraukannya.
Ia membuka daun pintu kelas itu sambil berjalan dengan dada yang sedikit di busungkan. Walaupun ia menatap tajam ke arah murid. Tak sedetik pun ia tarik ujung bibirnya untuk menebar sebuah senyuman pada seisi kelas itu.
Tentu saja hal itu tidak di sambut baik oleh setiap siswa, sehingga suasana pada ruangan itu terasa hening dan hampir semuanya menundukkan kepalanya.
Pak gunawan menatap ke arah tempat duduk paling belakang dari pojok kanan. Sama seperti beberapa waktu lalu ketika ia masuk ke kelas ini, bangku tersebut masih kosong tanpa penghuni.
Ya. Tempat itu biasa di duduki oleh satria. Memang sudah hampir 2 minggu ini ia tak masuk ke kelas sehingga untuk beberapa pertemuan pelajaran matematika, satria cukup banyak tertinggal materi pelajarannya.
“Temen kamu masih bolos do?”. Pak gun menatap ke arah edo yang duduk di bangku samping satria.
“iya pak!”.
“dia masih mau lanjut sekolah atau saya akan usulkan surat drop out ke kepsek sekarang juga!” ucapnya dengan tegas hingga membuat beberapa siswi sedikit ketakutan.
Edo dan beberapa teman satria yang lainnya tak ada yang menyahuti. Mereka ikut diam karna mereka pun tidak memiliki jawaban atas pertanyaan pak gunawan.
Hening.
Sekitar 2 menit berselang, satria pun berjalan masuk dengan santai tanpa merasa bersalah walaupun ia tahu bahwa guru mata pelajaran hari ini sudah berada di kelas lebih dulu.
“maaf saya telat pak”. Sapanya sambil berjalan menuju tempat duduknya.
“Satria adi widiantoro. Berhenti disitu!”.
Baru sampai ia pada di urutan bangku pertama, satria pun menuruti perintah pak gunawan untuk tidak bergerak maju menuju bangkunya. Ia memutar pergerakan bola matanya sambil sedikit menghela nafas.
“masih mau sekolah kamu? Saya fikir kamu sudah keluar”.
“maaf pak, saya ga bisa keluar dari sekolah karna sebentar lagi mau ujian nasional”.
“Itu kamu tahu, kenapa kamu tidak sekolah? Sudah 4 kali pertemuan pelajaran saya kamu bolos! Matematika itu salah satu mata pelajaran utama yang akan ada di ujian nasional. Jadi kamu jangan main-main di jam pelajaran saya”.
“maaf pak, kemarin saya lagi ada keperluan”.
Sebenarnya pak gunawan masih merasa kesal dengan sikap satria yang sama sekali tidak segan padanya. Namun ia juga tidak ingin menghabiskan waktu pelajarannya hanya untuk berdebat dengan satria, akhirnya ia pun melepaskan satria dari proses introgasi-nya.
“karna hari ini saya lagi baik, kamu saya maafkan. Kamu boleh duduk di bangku kamu dan mengikuti pelajaran saya. Tapi nanti di jam istirahat kamu harus mengerjakan beberapa tugas yang tertinggal kemarin ketika kamu tidak masuk, faham satria?”.
Satria mengendus malas. Namun karna suasana hatinya saat ini sedang tak karuan, ia pun menerima tantangan dari pak gunawan untuk mengerjakan tugas tertinggal itu. Ia fikir dengan meng’iya’kan tantangan pak gunawan maka akan selesai urusan dengan guru itu. Walaupun ia belum mendapatkan ide agar ia dapat mengerjakan tugas yang cukup banyak yang harus di kerjakan pada hari ini juga.
“baik pak”.
“ya sudah kamu duduk sana. Anak-anak buka buku paket halaman 48”. Ucap pak gunawan dan ia melanjutkan tugas nya sebagai guru untuk menjelaskan mata pelajarannya kepada murid di kelas itu.
Ke empat teman satria menyambut kedatangannya dengan senyuman merekah pada bibir mereka, sambil mengajak satria untuk saling berjabat tangan.
“lo baik-baik aja sat?” sapa Juan.
“Lo lihat badan gue kan? Ga ada yang luka”.
“Badan lo ga luka, tapi mungkin hati lo. Lo yakin gapapa sat?” tambah riko.
“Kalau ada masalah cerita sama kita sat”. Reyhan menambahi.
“Iya sat. Lo parah banget ga ngabarin kita. Nomor lo pake acara ga aktif lagi, ada apa sih?”. Edo menambahi.
“nanti gue cerita ke kalian kalo sempat”. Ucap satria sambil menurunkan tubuhnya pada tempat duduk kemudian pandangannya segera ia alihkan ke depan agar dapat menyimak apa yang di jelaskan oleh pak gunawan pada jam pelajaran itu.
***
Bel istirahat berbunyi. Seisi kelas DUA BELAS IPA-1 segera merapikan alat tulisnya dan bersiap untuk keluar agar dapat pergi menuju kantin atau tempat tujuan lainnya. Pak gunawan segera berjalan menuju tempat duduk satria sambil membawa beberapa lembar soal untuk satria kerjakan.
“ini tugas kamu yang tertinggal. Selesaikan sekarang juga di ruang perpustakaan. Saya tunggu tugas ini sampai jam istirahat selesai”. Ucapnya sambil meletakkan lembaran kertas itu di atas meja satria.
“Ga bisa di tempat lain pak? Di warung makan atau di lapangan gitu?”. Sahut satria.
“Gak bisa, harus di sana supaya kamu fokus ngerjain tugasnya”.
“santai bro. Kita temenin lo”. Edo mengaitkan tangan pada leher satria.
“tidak ada satu orang pun yang bantuin dia ngerjain tugas, biarkan dia berfikir sendiri”.
“kita Cuma nemenin doang ko pak, lagian kita mana bisa bantu ngerjain soal matematika, buat tugas kita aja repot mikir apalagi buat tugas orang lain”. Riko berdiri berhadapan dengan pak gunawan agar permintaan mereka di kabulkan.
Pak gunawan menatap tajam ke arah riko, “saya bilang biarkan dia sendiri di perpus, jangan banyak nego. Saya sudah konfirmasi dengan penjaga perpustakaan supaya bisa mengawasi satria dan memastikan dia mengerjakan soal dari saya tanpa bantuan dari orang lain. Termasuk kalian”.
“tapi kan pak__”. Belum selesai Juan berbicara, satria segera bangkit kemudian berjalan dengan membawa lembaran soal dari pak gunawan.
“gue bisa sendiri. Permisi pak”.
Ke empat teman satria tidak bisa berkutik lagi. Karna pergerakan mereka di tatap dengan tajam oleh pak gunawan. Sehingga mereka pun membiarkan satria pergi dari tempat itu. Kemudian pak gunawan pun ikut menyusul dari belakang dan memastikan satria memang pergi menuju perpustakaan.
Tentu saja lea menyaksikan perlakuan guru killer itu terhadap satria, ia pun berjalan keluar dan menyusul satria setelah ia memastikan pak gunawan sudah tidak mengikuti satria lagi.
“Aku bantuin kamu ya”. Tanpa ragu, lea meraih tangan satria sambil menarik ujung bibirnya dan memberikan senyuman manis pada satria.
Satria yang merasa terganggu akhirnya menepis tangan lea dengan paksa. “ga perlu, gue bisa sendiri!”.
“Tapi kan__”.
“AZALEA CLARISA..” Suara teriakan guru killer itu terdengar menyambar pada gendang telinga lea. Sehingga ia yang tadinya mencoba untuk yang kedua kalinya meraih tangan satria pun akhirnya mengurungkan niatnya. Sial, gue kira itu guru udah ga ngikutin satria, ternyata masih.
“sudah saya bilang, di larang ada yang memberi bantuan pada satria. Kamu ga denger apa?”.
Lea yang berdiri mematung bersama satria, ia pun segera menoleh ke sumber suara itu yang berada di belakangnya, “tapi kan kasian pak dia ngerjain soal sebanyak ini sendirian. Mana jam istirahat Cuma 30 menit lagi, mana cukup”.
“Jangan banyak protes! Kamu mau pergi dari sini atau saya kasih hukuman juga buat kamu!”.
Rupanya gertakan dan tatapan tajam guru killer kali ini mampu membuat jantung lea seolah berhenti berdetak, paru-paru nya sedikit terasa sesak. Sebenarnya ia sedikit sakit hati dengan perlakuan guru tersebut padanya. Namun apa daya ia tidak bisa melawan. Dan pada akhirnya ia pergi dari tempat itu sambil menatap tajam guru itu dengan tangan yang ia kepalanya lalu kaki yang ia hentakkan pada bidang lantai koridor sekolah.
“satria, silahkan kamu masuk ke dalam perpus. Saya harap kamu mampu selesaikan tugas itu tepat waktu”. Ucap pak gun dengan volume suara sedikit di turunkan.
“Baik pak”. Satria pun melanjutkan perjalanannya menuju perpustakaan yang jaraknya sudah dekat dari tempatnya berdiri saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTITESIS [END]
Fiksi Remajamenceritakan seorang gadis yang pergi merantau ke kota bersama ibunya agar lebih sering mengunjungi makam ayahnya yang telah meninggal, namun di sekolah barunya ia bertemu dengan seorang pria berandalan yang hampir setiap harinya membuat keributan b...