“Permisi. Kakak namanya kiara yah?”. Ucap seorang gadis lugu yang perkiraan usianya satu tahun di bawah kiara. Kemungkinan ia adalah murid kelas sepuluh. Kia belum mengenalinya, namun ia menyambut kedatangan gadis itu dengan senyuman manisnya.
“Iya. Aku kiara. Ada apa ya dek?”.
“Kakak di panggil bu nadya ke ruang guru sekarang katanya”.
Kiara saling bertukar pandangan dengan kiran. “Lo ada urusan apa sama bu nadya?”. Tanya kiran.
Kia mengangkat kedua bahunya. “Gak tahu, perasaan tugas bu nadya gue kerjain semua”.
“Tapi kok dia tahu lo ada di sini?”. Ucap kiran heran.
“mungkin karna gue sering ke perpus jadi dia tahu kemana nyari gue pas jam istirahat”.
“Yaudah kak, aku pamit yah.” Gadis itu kembali pergi meninggalkan kiran dan kiara di ruang perpustakaan
“Yaudah gue samperin bu nadya dulu yah. Siapa tahu penting”. Kiara pun bangkit sambil merapikan kembali buku novel yang ia bawa. “oh iya, minta tolong bawain kotak bekal itu ke kelas yah. Gak enak kalo gue bawa ketemu bu nadya”.
“Gue ikut lo kali. Ngapain gue ke kelas sendiri”. Ucap kiran ikut bangkit dan meraih tangan kia yang hendak pergi.
“ngapain? Bu nadya kan Cuma manggil gue. Yaudah gue sendiri aja”.
“gue takut lo kenapa-napa ki. Gue ga bisa biarin lo sendiri”. Ucap kiran sedikit cemas.
Kia melengkungkan bibirnya ke atas kemudian menarik nafas sejenak. “gue itu ke ruang guru, ketemu bu nadya. Masa ia gue mau di apa-apain sama bu nadya sih. Ngaco deh lo”.
“Ya, tapi kan__”. Belum selesai kiran berbicara, kia pun kembali memotong perkataannya. “udah ya. Lo percaya sama gue. Gue pasti gapapa ko”.
“bener ya. Kalo ada apa-apa lo langsung telpon gue”.
“Iya iya. Tenang aja. Yaudah gue duluan yah. Takut bu nadya nunggu lama. Bye”. Kia pun segera pergi dengan berlari kecil agar segera sampai ke tempat tujuan.
Kiran pun menatap kepergian kia dengan masih sedikit cemas. “duh, perasaan gue kok ga enak yah.” Gumamnya. “gue ikuti aja deh”.
Kiran pun segera pergi dari tempat itu dan berniat menyusul kiara menuju ruang guru. Namun ketika ia keluar dari ruang perpustakaan, tiba-tiba saja aldo ( sang ketua kelas) datang menghampirinya.
“eh, ran. Lo ngapain di sini?”
“gue abis makan siang di dalem sama kia tadi. Tapi sekarang dia lagi ke ruang guru jadi gue mau balik ke kelas lagi”.“Yaudah. Kebetulan lo ada di sini. Bantuin gue bawain buku-buku paket kimia yah buat pelajaran abis jam istirahat. Kayaknya gue kerepotan kalo bawa sendiri”. Ucap pria itu memohon.
Kiran sedikit merasa keberatan. Karna seharusnya ia mengikuti kemana kiara pergi.
“bisa yah ran. Please”. Sekali lagi aldo memohon. Membuat kiran semakin merasa tidak enak untuk menolaknya.
“Yaudah. Ayo”. Mendengar persetujuan kiran membuat aldo merasa senang kemudian ia mengajak kiran untuk kembali masuk ke dalam ruang perpustakaan dan mengambil beberapa buah buku paket yang ia cari.
***
Kiara berjalan menyusuri koridor sekolah di lantai bawah. Jarak antara perpustakaan dengan ruang guru memang cukup jauh. Ia harus melewati beberapa ruangan laboratorium yang suasananya sepi karna memang di gunakan ketika jam pelajaran praktikum saja.
Kia berjalan sendiri. Tak ada satu orang pun yang berlalu lalang di tempat itu. Tinggal beberapa langkah lurus ke depan dan ada belokan ke arah kanan , setelah itu hanya butuh beberapa langkah lagi kia akan sampai pada ruang guru.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTITESIS [END]
Roman pour Adolescentsmenceritakan seorang gadis yang pergi merantau ke kota bersama ibunya agar lebih sering mengunjungi makam ayahnya yang telah meninggal, namun di sekolah barunya ia bertemu dengan seorang pria berandalan yang hampir setiap harinya membuat keributan b...