Bab 47 - satria merasa bebas

32 11 1
                                    

Vanya berjalan menyusuri koridor sekolah menuju ruang BP. Berjarak sekitar 500 meter dari gerbang sekolah, akhirnya ia sampai dan masuk ke dalam ruangan itu setelah bu neti mempersilahkannya.

Ekspresi wajahnya seketika berubah ketika ia melihat keberadaan Rosa dan kiara yang juga ada dalam ruangan itu. Bukannya langsung menghampiri lea putrinya, ia malah langsung berjalan ke arah rosa namun beruntung satria dan kiran membantu untuk mencegah terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.

“Kalian lagi!. Kalian apakan anak saya?! Sudah saya bilang jangan pernah muncul apalagi ganggu kehidupan lea!”. Ucapnya yang hampir melayangkan tamparan pada rosa namun beruntung satria dapat menepisnya.

“Tante cukup. Ini area sekolah. Jangan bawa dendam keluarga kalian di sini!”. Bentak satria.

“kia ga salah mbak. Malah lea yang dorong kia sampai jatuh dan lutut dia berdarah. Mbak lihat ini”. Rosa menunjukkan luka yang di alami kia pada vanya.

“alah. Itu pasti anak kamu yang sengaja jatuhin diri sendiri supaya bisa menyalahkan anak saya. Iya kan!”.

“Cukup ibu. Jangan berteriak di sini!”. Tegas bu neti.

“saya yang melihat langsung kejadiannya, bahwa benar neng kia di dorong sampai jatuh sama neng lea, dan itu di lakukan sebanyak 2 kali bu”. Satpam itu menyahuti.

“aku ga terima mi. Ternyata kemarin satria deketin aku lagi karena ada maksud lain. Dia mau mata- matain keluarga kita. Dan dia nuduh kita yang sengaja bunuh papi di kecelakaan itu”.

Mendengar pernyataan lea membuat vanya cukup diam dalam beberapa saat. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu, yang jelas ia cukup terkejut setelah mendengarnya.

Pandangannya kembali tertuju pada Rosa yang terus saja mendekat kiara yang masih meringis kesakitan. Ia pun menghela nafas karena setelah ini sepertinya ia akan meluapkan emosi yang amat banyak terhadap kedua wanita itu.

“MAKSUD KALIAN APA? JANGAN NGERASA CUMA KALIAN AJA YANG KEHILANGAN MAS ANTON. SAYA DAN LEA JUGA KEHILANGAN. MANA MUNGKIN SAYA SEBAGAI ISTRI PERTAMANYA MAS ANTON YANG BUNUH DIA, UDAH JELAS – JELAS DIA KECELAKAAN. OH.. ATAU MUNGKIN TERNYATA KALIAN KAN YANG TEGA CELAKAIN MAS ANTON!”. Ucapnya dengan berteriak hingga ruangan itu terdengar sangat bising.

“Mbak nuduh saya yang celakai mas anton? Bahkan saya tidak tahu kapan tepatnya mas anton kecelakaan. Saya tahu juga 2 hari setelahnya karena Mbak ga kasih tahu kami. Kenapa Mbak rahasiakan ini semua mbak? KENAPA?”. Tanpa terasa Rosa menitikan air matanya.

Mendengar perdebatan itu tentu saja membuat bu neti selaku pemilik ruangan itu merasa tidak nyaman, ia pun segera berjalan menghampiri keduanya untuk melerai. “CUKUP !! SAYA TIDAK MINTA KALIAN BERDEBAT DI SINI. ADA MASALAH APA SIH KALIAN?”.

“maaf bu. Ini masalah keluarga mereka. Sepertinya saya harus bawa mereka keluar dari lingkungan sekolah agar tidak mengganggu ketertiban di sini bu”. Ucap satria menengahi.

“Maksud kamu? Mereka bersaudara?”. Ucap bu neti yang masih belum mengerti.

“BUKAN!. GA SUDI SAYA SAUDARAAN SAMA DIA”. Lea membantah.

“tante rosa,  tante vanya, lebih baik kita selesaikan masalah ini di luar, jangan bikin keributan di sini”. Satria kembali bersuara.

“KITA? Maaf saya sangat sibuk dan tidak ada waktu untuk berbicara apalagi dengan perempuan ini”. Ucap vanya menunjuk pada Rosa.

“Jadi mau ibu apa sekarang agar masalah ini cepat selesai?”. Tanya bu neti.

“Saya mau anak ini di keluarkan dari sekolah sekarang juga!”. Kali ini vanya menujuk ke arah kiara.

Semuanya terkejut, kecuali lea yang memancarkan senyuman liciknya karena itu juga yang ia harapkan agar kia tak lagi berada dalam kehidupannya.

“Mohon maaf ibu, untuk hal itu tidak bisa kami lakukan”. Bu neti menolak.
“Loh, kenapa? Saya punya pengaruh cukup besar di yayasan ini. Saya juga berhak memberi pendapat untuk keputusan sekolah”. Vanya menyahuti.

“untuk mengeluarkan kiara tidak bisa bu. Karena kiara adalah salah satu murid berprestasi di kelas sebelas. Dari total jumlah 235 murid kelas sebelas, dia termasuk 3 besar dengan nilai terbaik. Murid seperti kiara ini sangat di butuhkan oleh pihak sekolah untuk membawa nama baik sekolah di ajang akademik,  bahkan kiara sering mengikuti olimpiade sains tingkat nasional bu”.

Mendengar penjelasangan dari bu neti ternyata malah membuat vanya semakin merasa marah, namun ia rasa percuma jika terus berdebat di tempat itu karena pasti permintaannya tidak akan di kabulkan oleh pihak sekolah.

“percuma di sini juga. Ayo lea kita pulang!”.  Vanya pun segera menarik paksa tangan lea dan menyeretnya pergi dari tempat itu.

“tunggu bu. Tapi hari ini lea harus masuk kelas”. Teriak bu neti namun sepertinya vanya tak memedulikannya dan terus saja berjalan menjauh dari tempat itu.

“biar bu. Mungkin dia akan bolos sekolah hari ini”. Ucap pak karyo.

“mohon maaf bu, sebaiknya ibu selesaikan masalah keluarga ibu dengan bu vanya segera agar tidak ada kesalah fahaman terus. Itu juga demi kebaikan kiara karena hidupnya tidak akan tenang jika terus menerus di ganggu lea”. Ucap bu neti pada Rosa yang sepertinya sudah mulai mengerti akan masalah ini.

“Baik bu. Segera kami akan selesaikan masalah keluarga kami”  Rosa menyahuti.

“Kiara, Kamu mau masuk kelas? Atau mau ikut pulang sama ibu kamu?”. Tanya bu neti.

“aku ke kelas aja bu”. Sahutnya.

“Kaki kamu gapapa?”.

“gapapa bu, Cuma lecet dikit ko”.

“Ya sudah saya pamit ke kelas saya duluan ya, permisi”. Pamit pak karyo.

“saya juga pamit balik lagi ke pos ya. Permisi”. Satpam itu menyusul.

“ya sudah ibu pulang ya nak. Kamu hati-hati di sini.”. Ucap Rosa sambil mengusap puncak kepala kiara. “satria, kiran, tante titip kiara ya”.

“Iya tante, tenang aja”. Kiran menyahuti.

Setelah Rosa pergi. kiara, kiran dan satria berjalan keluar dari ruangan itu. Dengan bantuan dari kiran, kiara pun berjalan dengan perlahan.

“perlu gue bantu juga?”. Satria memberi tawaran dengan menadahkan telapak tangannya.

“Gausah kak”. Tolak kiara.

“jadi misi penyeludupan kakak kemarin gagal? Baru juga beberapa hari, udah ada perkembangan bukti ga?”. Kiran meledek.

“Engga, lea keburu curiga kalo gue ada maksud lain”.

“Pantes aja lea marah ke kia, dia pasti tersinggung itu”.

“tapi gue rasa ada yang beda sama ekspresi tante vanya pas denger penjelasan bahwa gue nuduh dia dalang di balik kecelakaan om anton. Dia kayak ketakutan gitu. Tadi juga dia malah nuduh balik tante rosa kan? Gue jadi makin yakin dia pelakunya”. Jelas satria.

“Iya yakin. Tapi percuma belum ada bukti kuat”.

“Ya, maafin gue. Gue ga kuat kelamaan pura-pura akrab sama lea. Beruntung sekarang bebas lagi”.

“Yap. Betul banget. Gara-gara itu juga sahabat gue jadi salah faham”. Kiran melirik ke arah kiara sambil menampakkan senyuman meledek.

“apaan lo lihat lihat gue”. Ucap kiara yang salah tingkah.

Kiran bergumam sambil melengkungkan bibirnya ke bawah “ga ngaku lagi”.

“kenapa?”. Ucap satria.

“gapapa ko kak. Lupain aja”. Ucap kia yang menutupi rasa salah tingkahnya.


ANTITESIS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang