8. Kecemasan

280 20 0
                                    

"Baik, saya sudah meminta Rio membagikan kelompok untuk kalian. Kelompok ini akan terus berlanjut sampai kenaikan kelas. Setiap kelompok berisi dua orang dan tugasnya adalah project akhir semester".

Rio sedang menulis nama-nama kelompok yang sudah disusunnya di papan tulis. Murid kelas memerhatikan mencari nama mereka masing-masing.

"Gue sama Raka".

Pandangan Karin masih tertuju pada papan tulis. Walaupun dia sudah menemukan namanya dan pasangan kelompoknya.

"Itu nama lo, Sa".

Elsa yang tadinya mencari pulpen di kotak pensil mengalihkan pandangannya ke depan. Cewek itu mendapati namanya sudah tertulis di papan sebagai kelompok ke 7.

"Lo sama Rio, Sa. Gak adil banget, deh, Rio. Dia kan anak pinter juga kok masangin diri sama lo, sih. Harusnya kalian berdua itu dipisah dan dipasangin sama anak-anak yang gak pinter," omel Karin tidak setuju.

Elsa masih tidak bersuara. Pikirannya sebenarnya sedang tidak berada di kelas, tetapi pada Steven. Jadi, cewek itu tidak ambil pusing dengan siapa dia akan berpasangan.

Hari paling mengerikan bagi Steven semakin dekat. Sama seperti Steven, Elsa juga ikut merasa cemas. Sudah 7 tahun mereka bersama bagi Elsa hari paling buruk untuk Steven itu sama berefeknya pada dirinya.

"Sekarang kalian bisa duduk bersama pasangan kelompok kalian. Jadi, selama pelajaran saya kalian harus duduk sebangku dengan kelompok kalian mulai sekarang," ujar guru Biologi mereka, Ibu Marta.

Seisi kelas mulai dipenuhi dengan omongan dan suara geseran kursi dan meja karena setiap anak berpindah tempat duduk berpasangan dengan teman sekelompoknya.

Karin hanya bisa mengeluh. Dia tidak mau jauh dari Elsa karena Elsalah sumber jawaban dan penolongnya ketika dia tidak mengerti apapun yang diajarkan guru. Sekarang cewek itu harus bersama dengan Raka yang dia tidak terlalu dekat.

Kemudian Rio yang menduduki kursi Karin. Cowok itu mengangguk pada Elsa untuk menyapa dan dibalas anggukan balik dari Elsa.

"Lo udah ada ide project kita tentang apa?"

Elsa menggeleng. Dia sama sekali belum kepikiran akan melakukan apa untuk project akhir semester mereka nanti.

"Oke, nanti kita cari sama-sama aja. Id line lo yang ada di grup kelas, kan?"

"Iya," jawab Elsa.

"Nanti gue bakal kabarin lo juga kalau gue dapet apa yang mau kita buat," lanjut Elsa.

Rio mengangguk setuju. Cowok itu beberapa kali melirik pada Elsa, sementara cewek yang dia tatap hanya fokus pada guru mereka yang sedang menjelaskan materi baru di depan kelas.

Rio merupakan ketua kelas makanya dia diminta untuk membagikan kelompok dan karena cowok itu begitu penasaran dengan Elsa, dia dengan sengaja membuat mereka berdua sekelompok.

Cowok itu merasa bahwa Elsa adalah orang yang dia cari. Sosok yang bisa memberinya ketenangan seperti ketika terakhir kali Elsa menolongnya saat mimisan.

***...***...***

Steven sedang duduk di bangku loteng sekolah. Dialah yang membawa bangku itu ke loteng beberapa bulan yang lalu. Pandangannya ke bawah menatap sepatu hitamnya. Cowok itu tanpa sadar memainkan jemarinya. Telunjuknya mengupas-ngupas kulit di pinggir ibu jarinya terus menerus.

Sampai akhirnya sebuah tangan menghentikan gerakan jari Steven.

"Jangan dikupas-kupas nanti berdarah".

Cowok itu mengadahkan kepalanya menatap  pada pemilik tangan yang sedang menggenggamnya dan mendapati Elsa.

"Lo ngapain sendirian di sini?"

Menghitung BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang