26. Menghindar

418 29 0
                                    

Steven akhirnya kembali masuk sekolah setelah tiga hari berturut-turut bolos. Setiap hari yang bisa cowok itu pikirkan hanyalah bagaimana dia dan Elsa bisa kembali ke situasi semula. Menjadi sahabat sebagaimana semestinya. Tetapi tetap berakhir buntu dan membuat kepalanya semakin sakit.

Hari ini cowok itu kembali masuk sekolah karena dihubungi oleh ketua kelasnya yang terus bertanya alasan dirinya sudah membolos selama tiga hari. Jadi, karena cowok itu tidak mau ditanyai lagi, dia memilih untuk masuk sekolah hari ini sekaligus berniat menemui Elsa.

Sudah tepat seminggu setelah kepergian Karin ke Malaysia dan tepat seminggu pula dia sudah tidak pernah berkomunikasi sama sekali dengan Elsa, baik melalui jaringan ataupun bertemu langsung. Pertama karena Steven yang bolos dan kedua karena Elsa juga tidak mencarinya.

Seperti sudah diatur, begitu Steven memikirkan Elsa, cewek berambut pendek itu tepat lewat di depannya. Steven mempercepat langkah kakinya untuk mensejajarkan langkahnya dengan Elsa. Pergerakkan cowok itu tentu langsung disadari oleh Elsa, cewek itu menoleh dan melihat ke arah Steven yang sudah berdiri menjulang tinggi di sampingnya.

"Lo bawa motor sendiri?" tanya Steven basa-basi melihat kunci motor yang ada dalam genggaman Elsa.

"Iya," jawab cewek itupendek.

Kebetulan dia dan Mentari sudah sepakat untuk menggunakan motor matic tersebut bersama. Jadi, Elsa akan mengantar Mentari ke sekolah dan akan menjemputnya juga pulang. Setiap hari kecuali hari jumat di mana Mentari akan pulang lebih awal dan anak itulah yang akan membawa motor dan menjemput Elsa.

Setelah jawaban singkat itu, Elsa semakin mempercepat langkah kakinya. Akan tetapi, karena pada dasarnya Steven jauh lebih tinggi dari Elsa, maka secepat apapun Elsa melangkah tidak akan sebanding dengan langkah lebar Steven, kecuali kalau cewek itu berlari.

"Em... kita bimbel, kan, nanti sore?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Steven tentu hanyalah sebuah pertanyaan retoris. Sudah jelas jawabannya, tetapi tetap ditanyakan agar mereka bisa memiliki obrolan.

"Iya," jawab Elsa lagi.

"Lo berangkat sendiri?"

"Iya".

"Gue juga berangkat sendiri".

"Iya".

Steven mulai merasakan ada sesuatu yang sangat berbeda dari diri Elsa biasanya. Cewek itu memang selalu irit bicara, tetapi ketika bersamanya tidak sampai seirit sekarang. Biasanya meskipun pendek, tetapi Elsa akan meresponnya dengan kalimat yang responsif, daripada sekedar satu kata iya.

"Lo bisa bareng gue, kok".

"Gue bisa sendiri, kok".

Steven benar-benar memberikan seluruh perhatiannya pada Elsa. Sebelumnya tadi dia berbicara dengan Elsa sambil fokus pada lorong sekolah di depan mereka, tetapi sekarang dia benar-benar melihat Elsa sepenuhnya.

Cewek itu tidak membalas tatapan Steven. Justru mempercepat langkah kakinya lagi, bahkan seperti akan berlari. Steven semakin yakin bahwa ada yang salah dengan cewek itu. 

Apakah ini karena penolakannya pada kado pemberian Elsa tempo hari? Apakah Steven harus mengatakan pada Elsa bahwa lampu tidur pemberiannya sudah dia terima? Kalau memang karena kado, mungkin Elsa tidak akan marah lagi jika Steven mengatakan bahwa dia sudah menggunakan lampu tidur dari Elsa setiap malam tanpa pernah lupa menyalakannya sama sekali. 

"Soal kado lo, sebenarnya gue...."

"RIO!" Elsa berteriak memanggil Rio yang berdiri di depan kelasnya.

Cowok yang dipanggil itu juga langsung menoleh dan tersenyum lebar merespon panggilan dari Elsa. Langkah kaki cowok itu berhenti dan menunggu Elsa menyusulnya untuk masuk kelas bersama-sama. Pemandangan itu membuat Steven merasa panas.

Menghitung BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang