35. Terlalu Hancur

361 20 5
                                    

Steven melihat layar ponselnya sambil membuang napas berat. Baru saja pesan dari Elsa masuk, cewek itu bilang dia akan pergi bersama Rio hari ini ke pantai masih dengan agenda poject Biologi mereka yang belum selesai.

Cowok tinggi itu sudah berusaha merayu agar diizinkan untuk mengantar Elsa atau Rio sekalian juga tidak masalah selama dia bisa menghabiskan hari sabtu itu bersama Elsa. Sayangnya, cewek berambut pendek itu menolak mentah-mentah dan bilang kalau dia juga bawa motor sendiri ke pantai.

Setidaknya, mengetahui Elsa dan Rio tidak boncengan dan pergi berdua membuat Steven sedikit lebih tenang dan memilih mengalah. Hari sudah menjelang sore dan cowok itu belum keluar sama sekali dari kamar karena bisanya jika di rumah dia memang lebih suka mengurung diri di kamar.

Tentu karena rumahnya terlalu sepi dan tidak ada orang yang bisa dia temui, selain Bu Linda dan Pak Ramlan, dua asisten rumah tangga yang ada di rumahnya. Ibunya sudah pasti mengurung diri di kamar dan ayahnya akan selalu sibuk di luar, Steven bahkan tidak tahu ayahnya ada di kota yang sama atau sudah kembali berangkat perjalanan dinas sesuai pekerjaannya di kementrian.

"Ibu mau cari apa? Biar saya bantu".

Samar-samar Steven bisa mendengar suara dari luar kamarnya, suara Bu Linda.

"Pintunya dikunci, Bapak, kuncinya ada sama Bapak".

Steven langsung berdiri dari kursinya, berjalan mendekati pintu mencoba menguping obrolan yang ada di luar. Cowok itu sedang berpikir dengan siapa  Bu Linda berbicara dan kemungkinan itu dengan ibunya.

Lalu saat telinga Steven menempel pada pintu sebuah teriakan melengking terdengar. Cowok itu dengan tergesa membuka pintu kamar dan mendapati Bu linda sedang memeluk tubuh ibunya yang memberontak dan menggedor-gedor pintu kamar Sasya, kakaknya.

"Ma," panggil Steven ragu.

Ibunya sangat jarang bahkan hampir tidak pernah keluar kamar. Ini pertama kalinya Steven melihat ibunya kembali berada di luar kamarnya. Wanita setengah baya itu terlihat semakin kurus dari yang terakhir kali Steven ingat. Rambut panjang wanita itu terurai berantakan dengan keringat yang bercucur di sekitar wajahnya.

Steven berjalan mendekat, memandang dalam diam amukan dari ibunya yang berusaha masuk ke dalam kamar Sasya. Cowok itu merasa hatinya berantakan, berbagai macam perasaan campur aduk, sedih, kecewa, takut, dan marah, semua ada di sana.

"Ma," Steven kembali memanggil ibunya, tetapi tidak mendapat reson. Wanita yang masih terlihat cantik meski dengan tampilan berantakan itu terus berteriak dan memberontak dari pelukan Bu Linda.

Steven yang melihat Bu linda sudah kelelahan dan terhuyung-huyung ke belakang menahan gerakan-gerakan tantrum ibunya mencoba untuk membantu. Cowok itu pertama memegang lengan wanita itu, lalu berusaha meraih tubuh ibunya untuk bersandar padanya.

"Jangan pegang saya!" 

Steven terdorong jatuh ke lantai. Ibunya terlihat sangat marah. Cowok itu sama sekali tidak menyangka bahwa ibunya sekuat itu.

"Apa maksud kamu pegang saya! Siapa kamu pegang-pegang saya!"

Steven menutup mulutnya rapat-rapat. Ini memang bukan hal baru, tetapi hatinya tetap sakit luar biasa mendapat perlakuan ibunya yang menanggap dia adalah orang asing. Semenjak Sasya meninggal kondisi kejiwaan ibunya merosot jauh sekali sampai ditahap tidak waras dan tidak mengenali siapapun, kecuali ayahnya.

Kejadian tragis bertahun-tahun lalu membawa dampak dahsyat, kata psikiater ibunya terlalu shock dan trauma hingga alam bawah sadarnya memotong banyak memori yang ada, sekarang ibu Steven terjebak di masa di mana Sasya masih berusia lima tahun dan saat itu Steven belum lahir.

Menghitung BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang