10. Menghitung Bintang

234 17 1
                                    

Steven kecil sedang duduk sendirian di bangku taman rumah mereka. Anak lelaki itu menunggu kepulangan ayah dan ibunya sebab kedua orang tuanya itu sudah berjanji akan mengajaknya jalan-jalan di hari ini, hari ulang tahunnya.

Anak lelaki itu sudah menunggu selama dua jam lebih semenjak dia bangun dari tidur siangnya, tetapi belum ada tanda kedatangan dari kedua orang tuanya tersebut.

"Dor!"

Sasya mengejutkan adiknya dari belakang, lalu tertawa ketika melihat wajah Steven yang cemberut.

"Ngapain sih duduk di luar? Kita main piano, yuk".

Steven menggeleng, menolak ajakan kakaknya.

"Gue ajarin lo mainin lagu Bintang Kecil, deh, gampang loh".

Steven masih enggan merespon kakaknya. Anak lelaki itu tetap fokus pada pagar rumah mereka berharap mobil ayah atau ibunya datang dari luar.

Sasya kemudian duduk di samping Steven. Dia merangkul adik laki-lakinya yang masih berumur delapan tahun itu.

"Lo mau kado apa?"

Steven menoleh, wajahnya mulai merona karena mendengar kata kado yang diucapkan oleh Sasya.

"Mau buku yang ada gambar planet-planetnya!"

Steven terlalu bersemangat sampai suara yang keluar dari mulutnya malah seperti teriakan.

Sasya tertawa.

"Oke, gue beliin sepuluh, deh!"

Steven tersenyum lebar merasa sangat senang dengan apa yang dikatakan Sasya.

"Sekarang lo masuk siap-siap terus kita jalan ke toko buku," ujar Sasya sembari mengusap asal kepala kecil Steven.

"Beneran?"

"Iya, mulai sekarang setiap lo ulang tahun gue bakal selalu beliin lo buku-buku planet yang bagus-bagus sampai rumah kita penuh. Setuju, gak?"

Steven mengangguk keras. Pikiran tentang orang tuanya meluap hilang begitu saja karena anak lelaki itu sudah menemukan harapan baru dari kakak perempuannya.

"dan lo gak perlu nungguin mama sama papa pulang. Kita jalan berdua aja gak perlu nunggu mereka, gak perlu bareng mereka".

***...***...***

Steven tidak mengatakan sepatah kata pun. Wajahnya tidak mengisyaratkan perasaan apapun. Pandangan cowok itu kosong. Arah bola matanya hanya pada tanah yang sudah ditaburi bunga. Tidak ada air mata.

"Lo tau gak kenapa orang bunuh diri?"

Elsa tidak menjawab pertanyaan yang dilemparkan oleh Steven. Cewek itu tidak berani mengatakan apapun.

"Gue dulunya gak tau. Gue bahkan gak tau bunuh diri itu apa".

Elsa melirik ke arah Steven. Cowok itu terlihat biasa saja. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya di mana dia selalu menangis menjerit dan memaki makam kakaknya.

"Tapi sekarang gue mulai ngerti kalau kakak gue pasti menderita banget dulu sampai akhirnya mutusin buat mati".

"Dan part paling sedih adalah gue bahkan gak bisa jadi alasan dia buat bertahan hidup".

Bukan lagi Steven SMA yang ada di sebelah Elsa, cewek itu sekarang malah menemukan Steven kecil sedang berjongkok di sebelahnya. Steven yang berusia sepuluh tahun.

Tubuh Steven jauh lebih kecil dengan wajah yang masih menggemaskan, tetapi menyimpan sejuta kesedihan di balik tatapan matanya.

Elsa tidak tahan, sehingga dia kembali memalingkan pandangannya mengarah pada makam Sasya yang ada di hadapan mereka.

Menghitung BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang