41. Maaf

50 9 0
                                    

Steven duduk di ujung ranjangnya. Cowok itu masih mengenakan seragam sekolah dan matanya tertuju pada jendela besar di hadapannya. Jendela yang hampir sebesar dinding, membuat dia bisa melihat keadaan di luar, halaman bagian samping rumahnya yang dipenuhi dengan pohon dan rerumputan luas.

Cowok itu melamun, memikirkan tentang Elsa yang lebih memilih bercerita pada Rio ketimbang dirinya. Steven tidak bisa mengelak perasaan sakit dan tidak nyaman yang menyeruak dalam hatinya. Kalaupun Steven belum menyadari perasaannya seperti saat ini, dia yakin dia tetap akan sakit hati.

Elsa adalah satu-satunya orang yang tau segala hal tentangnya. Satu-satunya tempat Steven mengeluarkan semua hal yang terjadi dalam hidupnya, tapi justru bagi Elsa tidak demikian.

Tangan Steven mengepal kuat. Dia belum tau siapa yang merundung Elsa, siapa yang berani menyiram air comberan pada Elsa dan apa saja yang sudah Elsa alami selama ini. Kenapa Steven bisa tidak tau, tapi Rio tau?

Steven mengacak-acak rambutnya frustasi. Apa mungkin dia bertanya saja pada Rio, cowok cungkring itu mungkin akan mau menceritakan pada Steven siapa yang sudah mengganggu Elsa, tapi ego yang ada dalam diri Steven mengelak. 

Dalam kerisauan yang Steven rasakan, ponsel yang ada dalam saku kemeja pramukanya bergetar. Cowok itu dengan malas meraih dan membuka layar ponselnya. Foto dia dan Elsa muncul di layar, foto  ketika pertama kali mereka menggunakan baju SMA. 

Lalu, sebuah notif pendek muncul di atas layar menutupi wajah keduanya. Sebuah pesan singkat dari Elsa. Hati Steven berdesir melihat nama Elsa dan pesan yang berisi ajakan untuk bertemu besok, di pantai, berdua, untuk melihat matahari terbenam.

Steven Lansung mengetik balasan untuk Elsa. Cowok itu tentu mengatakan iya, tanpa pertanyaan, tanpa bantahan. Setelah itu, perasaan Steven sedikit lebih tenang karena Elsa sudah lebih dulu menghubunginya, sepertinya cewek itu akan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi padanya.

***___***___***___***___***___***___***

Steven melirik pada Elsa yang duduk diam memandang jalan di depan mereka.

"Kenapa tiba-tiba mau ke pantai?" tanya Steven memulai pembicaraan.

Elsa menolehkan kepalanya. "Gapapa, menurut gue pantai tempat yang paling enak aja. Luas, banyak ruang, dan penuh sama suara ombak ketimbang suara manusia."

Steven tersenyum kecil. Dia tahu sekali bahwa Elsa memang sangat tidak suka keramaian, baik secara fisik dipenuhi banyak orang pun dengan suara bising obrolan orang-orang.

Kini keduanya duduk di pinggir pantai. Hembusan angin menerpa tubuh mereka. Rambut sebahu Elsa terbang asal terbawa angin, beberapa kali menampar wajahnya sendiri. Steven yang melihat itu meraih karet gelang yang ada di tangan Elsa dan mengikat rambut cewek itu asal.

"Thanks," ujar cewek itu pada Steven.

"Soal kemarin..." Elsa menggantung ucapannya, terlihat masih menimbang apakah akan menceritakan pada Steven atau tidak. Sementara cowok ganteng di sebelahnya memilih diam menunggu.

"Soal bully yang dibilang Rio, sebenarnya gak kok. Laras gak sengaja aja jatuhin botol air parit mereka ke baju gue," jelas Elsa.

Rio berdecak kesal. "Jadi Laras? Liat aja nanti gue yang datengin dia."

Elsa menggeleng. "Gak, emang gak sengaja kok," ujar cewek itu masih membela Laras.

Steven melirik pada cewek itu dengan tatapan tajam. "Mana ada gak sengaja. Apa aja yang pernah dia lakuin ke lo? Sejak kapan dia nge-bully lo?"

Elsa menarik napas panjang. "Gak, gue gak di-bully kok."

"Sa."

Steven kini sudah menyerong badannya menghadap pada Elsa yang duduk di sampingnya. "Gue tau Laras itu nyebelin dari dulu. Gue juga tau lo selalu diem aja kalau ada orang yang ganggu lo. Bilang ke gue apa yang dia lakuin, gue akan lakuin hal yang sama ke dia. Dia nyirem lo pakai air parit, kan? Gue sirem dia pakai air terasi sama telur busuk senin nanti," ujar Steven dengan wajah yang sudah geram.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menghitung BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang