30. Panik dan Ketakutan

455 34 0
                                    

Steven berdiri tepat di depan Elsa, mereka berada di pinggir pantai dengan angin kencang yang menerpa tubuh keduanya. Suara deburan ombak seolah tambah menyuramkan suasana di antara mereka.

"Sa... gue..."

"Gak perlu, Steve," potong Elsa cepat, menghentikan kata apapun yang akan keluar dari mulut Steven.

Cewek berambut sebahu itu terlihat sangat hambar. Biasanya, walaupun Elsa adalah orang yang kaku dan tidak ekspresif sama sekali, cewek itu tetap terlihat ramah dan hangat bagi Steven, tetapi saat ini Elsa terlihat terlalu dingin dan asing.

Sekujur tubuh Steven semakin tegang, gugup menghadapi sahabat semenjak SDnya itu. Rasa bersalah, rasa cemas, dan rasa takut mengerubungi seluruh hati dan pikirannya. Apakah Elsa sebegitu marahnya? pakah yang dia lakukan sebegitu fatalnya?

"Maksud gue bukan..."

"Udah, deh," untuk kedua kalinya Elsa memotong omongan Steven. Kali ini suara cewek terpintar di sekolah itu meninggi.

Steven seakan tidak lagi mengenal orang di depannya. 

"Gue udah tau semuanya dan lo gak perlu jelasin apa-apa lagi".

Kalimat tersebut menjadi titik bagi Steven, sebagai kalimat yang benar-benar menghentikan apapun yang akan dikatakannya. Elsa benar-benar membuat cowok itu tidak lagi bisa berkutik.

"Lo sebegitunya gak mau gue suka sama lo, ya?" tanya Elsa dengan suara kecil menunjukan betapa kecewanya dia pada Steven.

"Gue gak pernah nyangka lo bakal bisa setega ini," lanjut cewek itu, matanya beralih pada hamparan laut di samping mereka. Terlihat jelas bahwa Elsa berusaha menghindari tatapan Steven, berusaha menyembunyikan betapa hancur hatinya dan betapa besar kesedihan yang dia tanggung atas apa yang Steven lakukan.

"Lo bisa nolak gue langsung padahal. Lo bisa ngomong sama gue tanpa harus pura-pura pacaran sama orang lain".

Suara Elsa bergetar membuat seluruh tubuh Steven terasa dingin seperti dihujami es. Ini pertama kalinya cowok itu melihat Elsa menangis, pertama kalinya cewek itu terlihat lemah, dan semua itu terjadi karenanya. 

Elsa kembali memandang Steven setelah sekitar semenit berlalu dengan keheningan di antara mereka. Tatapan cewek itu berubah tajam dan mematikan membuat hati Steven tercabik-cabik di dalam. Setelah membuat Elsa menangis, dia juga membuat cewek itu dipenuhi dengan kemarahan.

"Gue nyesel kenal sama lo".

Kalimat itu menjadi bom besar yang meluluhlantakkan perasaan dan pertahanan Steven.

"Sa, gue gak maksud..." Steven panik berusaha meluruskan tetapi bingung harus mulai dari mana dan harus berkata apa.

"Gue nyesel pernah nolong lo waktu kecil".

"Sa..." Steven merengek.

"Seandainya bisa muter waktu," Elsa menjeda kalimatnya karena perlu menarik napas dalam sebelum akhirnya mengatakan sesuatu yang benar-benar melumpuhkan Steven.

"Seandainya bisa muter waktu, gue akan biarin lo ketabrak mobil dan kita gak akan pernah ketemu".

Telak. Tiba-tiba ingatan tentang bagaimana Elsa kecil menarik baju Steven saat menyebrang terlintas dalam kepala cowok itu. Tentang bagaimana tubuhnya menindis tubuh Elsa yang berusaha menyelamatkannya dari mobil yang melaju.

Selama ini bayangan itu menjadi memori paling indah bagi Steven dalam masa kecilnya yang suram dan penuh dengan trauma. Tetapi sekarang malaikatnya, penyelamatnya ingin mengubah apa yang sudah terjadi. Apakah itu berarti Elsa akan lebih senang jika dia mati ketimbang mengenalnya?

Menghitung BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang