1. Kotak Bekal Putih

1.6K 128 6
                                    

lo, kan, tokoh utama di hidup gue, bukan di novel.

***___***___***

"Gue cinta sama lo".

Elsa menoleh pada Steven. Kebingungan dengan satu kalimat sakral yang keluar dari mulut cowok itu.

Steven berdecak tadinya menatap Elsa, tetapi sekarang kembali memandang lurus pada jalan raya di depannya.

"Itu kata Tiara kemarin".

Elsa menghela napas pelan. Jantungnya yang sempat berdegup kencang pelan-pelan mulai berdetak normal.

Steven sialan sekali memang. Elsa hampir saja mengira itu pernyataan cinta Steven kepadanya, walaupun Elsa sendiri tahu itu sangat tidak mungkin terjadi.

Keduanya merupakan sahabat semenjak kecil. Akrab sekali sampai-sampai Elsa tidak akan dilarang jika keluar masuk rumah Steven yang notabenenya anak pejabat dengan sembarangan tanpa permisi.

"Gue gak nyangka cewek itu bakal ngomong kayak gitu, sumpah".

"Yaaa... kalau gue, sih, ga kaget".

Steven langsung menoleh, menatap bingung pada Elsa.

"Lo selalu ada buat dia. Selalu datang ketika dia nelpon lo, mau jam berapa pun. Lo juga cerita kalau lo mau aja diajak sleep call sampai pagi. Ya... sebagai perempuan, kalau gue jadi Tiara, gue pasti bakal jatuh cinta juga," jelas Elsa.

"Tapi, kan, niat gue baik, Sa. Dia, kan, selalu curhat tentang keluarganya yang amburadul, ya, sebagai manusia yang punya empati, gua gak tega, lah. Jadi, tiap dia minta tolong atau apapun itu gue mau".

Elsa memandang Steven yang fokus pada jalan sambil membawa mobil. Keduanya dalam perjalanan menuju sekolah mereka. Kebetulan aktivitas ini sudah berlangsung satu bulan lebih semenjak Steven sudah punya SIM.

Elsa sendiri mengakui bahwa Steven tidak salah, seharusnya. Steven hanya memberi pertolongan dan menjadi teman yang penuh kasihan terhadap Tiara, tapi, kan, namanya perasaan siapa yang bisa atur.

Jujur saja, Elsa sendiripun sudah begitu dalam jatuh pada pesona dan kebaikan Steven. Salah jika orang-orang mengira mereka hanya sekedar sepasang sahabat. Nyatanya, Elsa memendam rasa cinta yang begitu dalam, tapi tidak mau siapapun tahu karena sadar diri dia dan Steven tidak mungkin bersatu.

"Ya, saran gue, sih, lo coba jaga jarak aja udah. Gak usah begitu deket sama dia lagi. Ya, supaya dia bisa gepet ilang rasa sama lo dan lo juga gak punya tanggungan gak enak sama dia".

Steven memutar bola matanya kesal.

"Ya, gak bisa".

"Kenapa gak bisa?"

"Gue gak tega, Sa".

Elsa membuang wajah ke samping, menatap pada pemandangan luar jendela mobil. Hatinya sedikit sakit mendengar Steven yang tidak tega pada perempuan lain, sementara dirinya selalu memendam perasaannya sendiri tanpa Steven ketahui sama sekali.

"Tapi itu satu-satunya cara, Steve".

Steven memilih diam.

"Kalau lo terus-terusan ngebiarin kalian tetap dekat sampai kapanpun dia akan terus suka sama lo".

Seperti gue, lanjut Elsa dalam hati.

Steven akhirnya mengangguk, menyetujui perkataan Elsa.

Elsa kemudian memasukkan tangannya ke dalam tas yang ada dipangkuannya. Cewek itu hendak mengambil kotak bekal berwarna putih yang sudah dia siapkan untuk Steven.

Menghitung BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang