18. Sekarang Terbukti

265 28 0
                                    

Mentari memasuki kamar dengan masih mengenakan pakaian sekolah. Cewek itu melihat kakak perempuannya sibuk membongkar meja belajarnya.

"Nyairin apa, Kak?" tanya Mentari berniat menolong.

Elsa menoleh pada adiknya yang sedang memandanginya masih dengan tas ransel sekolah yang belum dilepas.

"Ada liat buku kuning gue, gak? Dia kecil gitu, covernya gambar rumah kayu," ujar Elsa, lalu kembali mencari buku diarynya itu.

Mentari merenung sebentar sembari meletakkan tasnya di atas meja belajarnya yang berada di samping meja belajar Elsa.

"Kayaknya gue gak pernah, deh, ngeliat buku lo yang itu," jawab Mentari.

Terang saja, selama ini Elsa selalu menyembunyikan buku itu dari Mentari. Sudah pasti adik perempuannya itu tidak akan tahu keberadaan buku itu.

"Ketinggalan di sekolah, mungkin?" Mentari mencoba memberikan spekulasi.

Elsa menggeleng dan mulai berhenti mencari-cari. Cewek itu diam sebentar dan mulai mengingat-ingat kapan terakhir kali cewek itu menggunakan diarynya tersebut. Sejauh apapun Elsa mencoba mengorek memorinya dia hanya ingat bahwa sebualn yang lalu cewek itu meletakkan buku diary tersebut kembali ke dalam ranselnya dan setelah itu dia sudah tidak pernah lagi menulis buku diarynya itu.

"Emangnya buku apa? Buku catatan? Siapa tau dipinjem sama temen sekelas lo?"

Elsa kembali menggeleng. Cewek itu mulai menggigit pelan ibu jarinya merasa panik sendiri. Cewek itu berharap buku tersebut hanya sekedar tercecer dan dia akan mencarinya di sekolah. Ya, asal buku itu tidak ditemukan oleh Steven, Elsa tidak masalah.

***___***___***___***

Steven setengah berbaring di atas kasur besarnya. Badan cowok itu bersandar pada kepala ranjang yang terbuat dari bantalan empuk. Matanya memandang lurus pada buku kuning milik Elsa di tangannya.

Cowok itu tidak pernah melihat buku itu sebelumnya dan dia cukup penasaran dengan isi buku itu. Dilihat dari bentuk dan covernya, Steven meyakini bahwa buku yang dipegangnya bukanlah buku catatan biasa.

Cowok itu kemudian mulai membuka halaman pertama. Melihat nama Elsa di halaman paling depan. Tulisan yang kecil, tetapi rapi. Tulisan tegak lurus dengan goresan tipis-tipis.

Steven kemudian membalikkan ke halaman selanjutnya. Alis cowok itu tertaut melihat baris-baris puisi yang sepertinya ditulis oleh Elsa sendiri.

Kau adalah antariksa

Begitu luas dan luar biasa

dan aku adalah awan

sebentar terbentuk, sebentar kemudian hilang

Steven baru tahu kalau ternyata selain suka membaca novel-novel, Elsa juga suka menulis bait puisi. Cowok itu jadi sedikit merasa kasihan karena Elsa memilih jurusan IPA, bukankah sebaiknya dia mengambil kelas bahasa saja?

Tapi cewek itu memang sangat pintar dan memiliki cita-cita menjadi dokter, ya, mungkin menulis adalah salah satu bakat sahabatnya itu yang tidak perlu terlalu diseriusi, pikir Steven.

Cowok itu kembali membuka halaman selanjutnya. Mata cokelat terang Steven kembali menelusuri tulisan-tulisan di dalam buku itu.

Lantunan gemersik hujan menemani siang

Langit gelap, matahari sembunyi menghilang

Burung tetap terbang menari dengan riang

Menghitung BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang