38. Hanya Kasihan

170 15 3
                                    

Elsa sudah lebih dulu duduk di kursinya dan Rio baru datang ke kelas. Cowok itu berjalan ke bangku sebelah Elsa, meletakkan tasnya, dan ikut duduk di sana. Kepalanya menoleh ke arah cewek berambut sebahu yang sedang membaca buku itu.

"Novel baru lagi?" tanyanya.

Elsa mengangguk, "Iya, buku Ronggeng Dukuh Paruk yang kemarin udah selesai."

"Cepet juga," balas Rio.

Elsa berdehem merespon omongan cowok itu.

Rio lalu memajukan kepalanya, berusaha mengintip judul buku yang dibaca Elsa saat ini.

"Cantik itu Luka?"

"Iya, ini penulisnya Eka Kurniawan."

"Judulnya menarik," ujar Rio.

"Tapi isinya lumayan ribet," balas Elsa.

Rio baru sadar, ternyata Elsa cukup banyak mengeluarkan kata-kata jika itu sudah berkaitan dengan kegemarannya. Padahal biasanya cewek itu lebih banyak menutup mulut dan membalas pendek tiap kali diajak bicara.

"Tentang apa?"

"Panjang, sih. Soal ibu yang punya anak cantik semua dan berharap punya anak jelek terus dikabulin tapi dianya udah bunuh diri duluan."

"Kompleks juga, ya," komentar Rio mendengar satu kalimat itu.

Elsa terkekeh pelan melihat ekspresi Rio yang kebingungan. Cewek itu tidak tahu justru tawa kecilnya itu membuat Rio jadi malu-malu. 

Rio jarang melihat Elsa menunjukkan ekspresi, sehingga ketika melihatnya, seperti saat ini cowok itu jadi tersihir sendiri. Meskipun Elsa tidak cantik seperti standar umum kebanyakan, yang putih mulus salju ataupun badan ramping, cewek itu tetap terlihat menawan.

Ada sesuatu yang terpancar dari diri Elsa, seperti aura yang tidak dapat dijabarkan, tapi dapat dirasakan. Seolah cewek itu dikelilingi oleh aura baik nan teduh, senyumannya saja membuat hati Rio berdesir dan berdegup.

"Eh, btw, sorry ya gue kemarin ninggalin lo di pantai."

Tiba-tiba saja Elsa membawa kembali topik kemarin, di mana cewek itu pergi tanpa mengatakan apapun dan meninggalkan Rio di pantai sendirian dan kebingungan. Cewek itu terlihat merasa sangat bersalah.

Rio tersenyum tipis. "No worries, gue udah nyimpen sampel airnya di rumah. Tapi gue mau tau Steven emang kenapa kemarin?" 

Elsa diam sebentar, cewek itu terlihat sedang menimbang untuk menjawab pertanyaan Rio. "Mamanya sakit, jadi dia nelpon gue."

"Sakit apa?" lagi Rio bertanya.

Elsa melarikan pandangannya ke arah lain, menghindari tatapan Rio yang kian mendalam padanya. "Ada pokoknya," jawab cewek itu menolak mengatakan pada Rio yang seaslinya.

"Gue penasar-"

Omongan Rio berhenti ketika guru matematika mereka masuk ke dalam kelas. Cowok itu melirik pada Elsa dan mendapati bahwa cewek berambut sebahu itu terlihat tidak ingin mengobrol lagi dan sudah fokus membuka buku pelajaran mereka. 

Rio akhirnya memilih untuk menelan kembali semua pertanyaan yang hampir dia utarakan pada Elsa tadi.

***___***___***___***___***___***

Sekarang masih jam pelajaran kelima. Steven baru saja izin dengan guru di kelasnya untuk pergi ke toilet. Begitu cowok itu masuk ke dalam toilet tanpa sengaja dia bertemu dengan Rio, teman sekelas dan seproyek Elsa.

Rio sedang mencuci tangan di wastafel dan melirik pada Steven melalui cermin panjang di depannya. Steven tidak mengatakan apapun dan langsung masuk ke dalam salah satu bilik paling ujung untuk buang air kecil.

Menghitung BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang