16. Come, Hug Me

329 20 0
                                    

Seperti biasa, Steven mengantar pulang Elsa sepulang sekolah. Meskipun terjadi suasana yang kurang mengenakan di sekolah tadi, tetapi sekarang Steven tampak biasa-biasa saja. Tidak tertinggal bekas kekesalannya sama sekali.

"Kalau lo masih sakit, besok gak usah masuk aja".

Steven membuka pembicaraan di antara mereka berdua. Sebab dari sekolah sampai pertengahan jalan keduanya saling diam. Elsa memang jarang membuka obrolan karena memang cewek berambut pendek itu pendiam.

"Gue udah enakan banget, kok," jawab Elsa pada Steven.

Steven mengetuk-ngetuk stir mobil dengan jemarinya seperti memikirkan sesuatu.

"Sa, kalau misalnya lo tiba-tiba punya kekuatan super, lo pengen punya kekuatan apa?"

Elsa memandangi sweater hijau army Steven yang masih dia kenakan sambil memikirkan jawaban dari pertanyaan random cowok itu.

"Gue pengen bisa teleportasi," jawab Elsa setelah satu menit berpikir.

Steven mengerutkan keningnya dan tersenyum.

"Kenapa?"

"Supaya bisa gampang ke mana aja tanpa perlu kendaraan atau mikirin berapa lama waktu buat sampai".

"Hemat biaya juga, sih," lanjut Elsa.

Steven melirik sebentar sahabat semenjak sekolah dasarnya itu, lalu bergumam seolah memikirkan sesuatu.

"Kalau gue pengen punya kekuatan transparan".

Elsa menoleh pada Steven. Kedua alis cewek itu terangkat. Ekspresinya menggambarkan bahwa cewek itu penasaran dengan perkataan Steven.

"Kenapa?" tanya Elsa karena Steven tidak kunjung menjelaskan alasannya.

"Supaya gue bisa ngelakuin apapun yang gue mau, tanpa orang tau," jawab cowok itu.

Alis Elsa tertaut, jawaban Steven malah membuatnya memiliki pikiran buruk.

"Lo mau mesum, ya?"

Steven tertawa keras mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Elsa. Sahabatnya itu terlalu terang-terangan atas apa yang dia pikirkan.

"Enggak kayak gitu dong, Sa. Maksud gue, ya, contohnya kalau gue males ketemu bokap, gue bisa langsung mode transparan aja atau kalau gue pengen di deket lo tapi situasinya gak boleh, gue bisa pake mode transparan aja".

"Kadang-kadang kalau gue kebangun tengah malem, gue rasanya pengen ketemu lo. Gue pengen ngeliat lo supaya gue bisa ngerasa lebih tenang. Tapi kalau gue tengah malem ke rumah lo, ya, udah pasti bokap lo bakal ngusir gue," lanjut Steven mengutarakan alasannya.

Sementara Elsa memilih diam dan mendengarkan.

"dan misalnya gue pengen deket mama, gue juga bisa pakai kekuatan gue. Lo tau sendiri, nyokap gue gak pernah mau ketemu sama siapapun, kecuali bokap".

Wajah cowok tinggi itu berubah sedih. Pandangannya sendu mengingat sudah tujuh tahun lamanya dia dan ibu kandungnya sendiri tidak pernah berteguran lagi.

Elsa menepuk pelan pundak Steven memberi penghiburan melalui sentuhannya.

"Lo gak bakal ninggalin gue, kan Sa?"

Rupanya pikiran tentang Elsa menemukan sahabat baru masih berputar di dalam kepala Steven. Ketika melihat kedekatan Rio dan Elsa, Steven merasa ada sesuatu yang salah dan dia ketakutan. Pikiran bahwa suatu saat mungkin dia akan digantikan terus menggerogoti otak cowok itu.

Elsa menggeleng menjawab pertanyaan Steven.

"Sampai kapanpun, lo bakal tetep sama gue, kan?"

Elsa mengangguk dan kembali menepuk-nepuk pundak Steven.

Menghitung BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang