15. Makan siang

38.5K 2.8K 47
                                    

~Happy Reading~
Tandai jika ada typo atau kesalahan

Seperti hari-hari sebelumnya, sebelum benar-benar bersiap berangkat kerja Meta membuka jendela dan menyiram pot-pot nya supaya seharian ini tanamannya terkena udara dan sinar matahari.

Lagi-lagi melihat Satria sedang berlari kecil menuruni bukit, sepertinya itu menjadi pemandangan sehari-hari nya sekarang. Lelaki itu entah tidak menyadari keberadaan Meta tetapi langkahnya terhenti, terdengar suara Ayah Meta.

"Eh, olah raga Mas?!"

Lelaki itu tersenyum ramah, memang selalu ramah dengan para warga, jangan tanya ketika awal bertemu Meta dulu,"Iya pak, tumben belum ke sawah?"

"Ini mau lihat tanaman si Meta, mawarnya cuma menjulur panjang tapi nggak berbunga." Lelaki itu bergerak turun memutar, memasuki halaman samping rumah, dimana Ayah Meta berdiri ikut mengamati pohon mawar di sana, meneliti dari pucuk sampai batang bawah.

"Di potong aja bagian ini pak, ini nggak akan berbunga, nah batang yang ini yang bisa berbunga." Kedua lelaki itu serius mengamati satu pohon saja, lalu Ayah Meta memberikan gunting kebun ke lelaki di sebelahnya untuk mengambil alih pemotongan.

"Walahh repot, yang punya juga nggak sempet rawat, kebagian seneng pas lihat bunganya aja, rawatnya si Bapak." Mendengar komentar lelaki paruh baya di sana, Meta hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ya tidak salah sih.

Tidak di sangka Satria meliriknya dari sana, tertawa dengan cerita lelaki di hadapannya.

"Dia itu kalau nanam tanaman jarang hidup, kalau hidup berarti keberuntungan atau nggak memang tanamannya yang kuat." Jika di ibaratkan tangan Meta itu panas, rasanya menanam apapun sulit sekali bisa bertahan atau tumbuh, kecuali dengan bantuan orang tua yang jadinya lebih sering merawat tanamannya itu.

Tapi dia suka tanaman terutama bunga, jadi gejolak untuk membeli tanaman jenis baru selalu ada, apalagi melihat cantiknya bunga yang mekar. Puas melihat Ayahnya menyebar aib Meta sendiri dan Satria tampak tertawa dan mengangguk sesekali membuat gadis itu sebal sendiri, bisa-bisanya harga dirinya sebagai independen woman tidak ada harganya.

***

Meta fokus pada layar komputer tanpa melihat jam, tersadar ketika sebuah notifikasi mengalihkan atensinya dari layar, jika tidak penting tidak mungkin ada chat masuk di jam kerja seperti ini. 

Mas Satria
Kamu mau makan siang di mana?

Dia segera melihat jam di pojok layar komputer, 15 menit lagi memasuki jam makan siang, pantas saja lelaki itu sudah menghubunginya, makan siang bersama sepertinya sudah menjadi salah satu kebiasaan mereka dan Aini harus rela membagi teman makan siangnya itu.

Aini
Makan siang sama mamas kah hari ini?

Nah kan, mendekati jam makan siang aini juga akan bertanya seperti ini, kataya biar tidak sia-sia dia ke ruangan devisi Meta hanya untuk makan bersama tetapi ternyata dia akan di tinggal makan bersama orang lain, kan sakit.

Mas Satria
Ada cafe baru yang menyajikan gellato di dekat kampus.

Sepertinya dia harus meminta maaf pada Aini jika Meta menolak ajakan makan siang gadis itu, siang-siang seperti ini gellato sepertinya nikmat sekali.  Meta mengirim stiker mengangguk lucu pada Satria, tidak ingin banyak bicara namun pasti cukup dimengerti.

"Seneng banget Mbak Met." Suara tiba-tiba terdengar dekat sekali dari belakangnya, untung saja refleksnya bagus, langsung mematikan layar handphone.

Gadis itu berdecak melihat kepala Ardi mengintip dari kubikelnya,"Urusan orang dewasa."

Flower Romance [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang