35. Pantai dan gimana kita nanti

27.3K 2.2K 42
                                    

~Happy Reading~

"Aku baru tau, sebuah lagu bisa mewakili perasaan senyata ini yaa." Meta yang awalnya sibuk mengagumi hasil tangannya akhirnya menatap Satria, mendapati tatapan dalam lelaki itu.

Gadis itu mengangguk setuju,"Lagu ini emang sweet banget, lagu favorit ku saat ini." Apalagi Meta itu pecinta lagu bahagia, karena bahkan sesimple lagu apa yang sering kamu dengar bisa mempengaruhi alam bawah sadar kamu, dengan mendengar dan melihat hal baik maka akan membuat kita merasa lebih baik pula.

Satria semakin menarik tersenyumnya,"Kayaknya aku juga."

"Lagunya bikin pengen nikah." Celetuk Meta di ikuti tawa, bukan sengaja tetapi dia juga mengatakan hal yang sama pada Aini dan rekan kerja lainnya, usia Meta memang tidak bisa dibohongi.

Walaupun Meta bahkan sudah sibuk dengan origaminya lagi, Satria tetap pada kegiatannya memandangi gadis itu,"Iya, sama," katanya lagi.

Tidak tahan melihat Meta beberapa kali membenahhi rambutnya yang di bawa angin, lelaki itu akhirnya mengeluarkan barang yang menurutnya sekarang wajib selalu dia bawa,"Mas kok punya kunciran." Mengikat rambut gadis itu dengan ikat rambut yang dia beli beberapa waktu lalu.

Dia menatap puas rambut yang berhasil dia ikat, ikatan rambut vintage itu juga cocok dengan Meta, manis sekali berada di rambut panjangnya,"Beli, karena kamu sering nggak bawa."

"Jadi kapan kamu mau merealisasikan keinginanmu tadi?" Meta berhenti melipat kertas, justru memasukkan semuanya dalam keranjang lagi, mengikuti Satria untuk menatap laut lepas, sepetinya obrolan mereka membutuhkan fokus.

Satria menghela nafas berat,"Aku kayaknya beberapa bulan kedepan bakal sering di rumah Mama dari pada di sini."

"Mulai kapan?" Benar saja, Meta langsung memalingkan wajahnya untuk melihat wajah Satria, tampak serius seperti biasanya.

"Bulan depan, aku mau dampingi kakak ngurusin perceraiannya." Itu artinya mereka harus LDR, tidak ada bayangan ini akan terjadi di benak Meta walaupun beberapa kali lelaki itu akan keluar kota tapi paling lama adalah satu minggu.

"Semangat," katanya dengan nada semangat pula, seperti tidak ada pergolekan batin apapun yang di rasa.

Dengan serius dan kening berkerut, Satria menatap gadis di sebelahnya, "Kamu nggak apa-apa?"

Meta mengangguk dengan senyum,"Aku tau Mas merasa bertanggung jawab sekali terhadap keluarga Mas, apalagi kamu anak lelaki satu-satunya Mama dan Kak Syakira juga sedang butuh kamu kan." Di umur mereka saat ini bukan lagi waktunya untuk memikirkan ego saja, banyak hal yang perlu dipikirkan dan dipertimbangkan dengan apa yang mereka jalani.

Meta rasa untuk sampai di titik ini Satria pun atas dukungan keluarganya, dia bertemu dengan Satria di versi sekarang adalah hal yang bisa dia syukuri, dan untuk mencapai itu semua Satria berjuang dengan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya, tidak ada alasan untuk dia meminta Satria begitu saja.

"Aku mendukung kamu Mas, apapun yang ingin kamu lakukan selagi itu positif." Kali ini senyum nya hingga mata, memberi tahu Satria jika tidak perlu menghawatirkan dirinya berlebihan.

Tapi dengan sekejap dia merubah raut wajahnya menjadi serius,"-dan kamu jaga diri, jaga hati." Matanya memicing seolah mengintimidasi.

Lelaki itu justru tertawa, menepuk-nepuk ujung kepala Meta,"Aku suka cara kamu mendukung." Selama mereka bersama Satria sadar sekali dengan perhatian-perhatian gadis itu, bahkan dari awal ketika gadis itu menawarkan kucingnya untuk dijadikan teman curhat.

"Aku menghargai keluargamu dan kamu Mas, apalagi aku juga belum siapa-siapa kamu, dan sebagai pasangan bukannya memang harusnya begitu?"

Sepertinya ada kata-kata Meta yang salah sampai lelaki itu memasang wajah tidak suka,"Kamu pasanganku, bukan orang lain."

"Kalau sama pasangan menurutmu masih ada privasi nggak sih mas?" Meta justru kepikiran hal lain untuk perbincangan mereka kali ini, sebagai pasangan obrolan seperti ini perlu untuk mengerti satu sama lain.

"Ketika kita hidup bersama, mau tidak mau memang kita membagi segala hal termasuk privasi kita, tapi tanpa mengurangi hak masing-masing."

Satria masih belum selesai dengan pendapatnya, sekarang menatap gadis di sebelahnya,"Ketika punya pasangan bahkan anak, hal kayak begitu nggak bisa di hindari, mungkin kamu akan kehilangan banyak hal karena harus selalu mengawasi anak, bersama suami, mengurus keduanya, tapi kamu juga boleh tidur, istirahat dan sebagainya." Terdengar hembusan nafas lega dari Meta, bertemu lelaki yang berfikir seperti itu bukankan suatu hal yang patut di syukuri, karena memang tidak mudah.

"Bertanggung jawab, setia dan jujur itu bare minimum kan Mas?" Lagi-lagi Meta yang mengajukan pertanyaan, tapi Satria justru bersyukur karena dengan begini dia bisa mengungkapkan diri, mengurangi rasa cemas gadis itu terkait pasangan.

Di saat ini banyak sekali gadis yang sulit untuk percaya pada lawan jenis, takut memulai sebuah hubungan atau bahkan komiment yang lebih serius lagi, entah dari faktor apa yang sudah dia lewati dalam hidupnya, dan Meta juga sama, sebagai perempuan memang tidak mudah berada dalam suatu hubungan.

Satria mengangguk,"Iya."

Ada beberapa hal yang harus di diskusikan dengan pasangan,"Anak wajarnya di urus siapa?" 

Satria berfikir sejenak,"Ayah dan ibunya."

"Tugas rumah tugas siapa?" Ada banyak sekali pertanyaan lain yang mungkin akan dibicarakan lain kali lagi, sebelum mereka benar-benar memutuskan mengganti status hubungan menjadi lebih dari saat ini.

"Yang tinggal di dalamnya dan mampu melakukan." Meta mengangguk-angguk seolah mencerna segala jawaban lelaki itu.

Dan Satria menatapnya bingung,"Why?" Meta ini tidak ada aba-aba langsung tanya-tanya begitu saja dengan cepat dan membuat Satria juga harus berfikir cepat untuk menjawabnya.

Meta akhirnya mengganti wajah seriusnya dengan cengiran lebar,"Memastikan nanti lelahku nggak akan di anggap beban sama pasangan ku, memastikan kalau aku nggak sendirian menjalani segala hal nantinya."

"Kamu mau punya kehidupan yang bagaimana nanti?" Kali ini Meta tidak ingin menatap Satria.

Berfikir sejenak sambil menatap ombak,"Kehidupan sederhana, mengurus anak bersama, membantu orang lain, dan hidup bersama dalam artian aku tidak sendiri menghadapi dunia yang kita huni."

"Di usia kita sudah seharusnya ke arah yang lebih serius seperti yang kita bicarakan Meta," kata Satria kali ini suaranya terdengar rendah, menunjukkan berat hatinya. 

Mengetahui suasana mulai berbeda, gadis itu merangkul lengan Satria dan menepuk-nepuk menenangkan,"Sebelum memulai hal baru, selesaikan dulu yang sudah Mas rencanakan, dan apalagi itu bentuk tanggung jawab Mas kan."

"Mulai gelap, ayo kita pergi." Mereka merapikan berbagai hal yang harus di bawa dan di buang, bekal dari rumah Satria pun sudah raib ke perut mereka.

Tersisa dua jam perjalanan mereka menuju pulang, di isi dengan melihat pemandangan malam kota pinggir pantai sambil membicarakan apa yang mereka lihat.

"Meta," panggil Satria dengan masih serius melihat jalan lurus di hadapannya.

Gadis itu menoleh, lalu mendapati tangan Satria menggenggam tangannya,"Kita lewat beberapa bulan kedepan bersama ya."

Meta meletakkan tangannya yang lain di atas tangan lelaki itu, meyakinkan segalanya akan baik-baik saja, semoga begitu.

BERSAMBUNG...
Harap sabar, harap sabarr....
See you next part
Salam

Kuncup Peony 🌷

Flower Romance [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang