Chapter 38

101 8 1
                                    




"Sayaang, sini nak, Mami punya hadiah loh buat kamu sama Al." Ujar Mami Reyna yang saat ini duduk di sofa ruang tengah setelah melihat Cellyna yang baru saja datang dari arah ruang makan.

"Hadiah apa Mi?." Tanya Cellyna setelah duduk di samping Mami Reyna.

"Taraa." Mami Reyna mengangkat sebuah paper bag dan menyerahkan itu pada Cellyna. "Mami belikan kamu t-shirt sama hoodie couple untuk kamu sama Al."

Cellyna mengerjapkan matanya pelan, ia menaruh ponsel yang ia pegang ke atas meja dan meraih paper bag yang disodorkan padanya, "Couple?." Selama ini perempuan itu tidak pernah mempunyai pikiran untuk mempunyai barang couple sama kekasihnya itu.

"Kamu suka gak?."

Cellyna mengangguk, "Suka kok Mi, apapun itu Zia pasti suka." Jawabnya di akhiri dengan senyum manis.

"Syukur deh, oh iya." Mami Reyna kembali menunjukan paper bag yang lain. "Ini ada sepatu couple dan piyama couple juga untuk kalian."

"Banyak banget Mi belinya, padahal satu barang aja Zia udah seneng banget."

"Gak papa kok, itung-itung bantu habisin uangnya Papi."

Cellyna terkekeh pelan.

"Oh iya, dari tadi kok Mami gak lihat Al ya. Kamu tau dia kemana?."

"Tadi dia kirim pesan, katanya pagi ini dia ada urusan."

"Dasar anak itu, udah tau orangtuanya pulang ke rumah hari ini, dengan seenak jidat dia malah pergi, emang dia gak kangen apa sama orangtuanya setelah beberapa hari tidak bertemu." Gerutuan Mami Reyna dengan tangan yang mulai sibuk dengan ponselnya.

Drttt drttt drttt

Ponsel yang Cellyna simpan di atas meja mulai bergetar.

"Lah." Mami Reyna bingung sendiri, perasaan yang ia telpon kontaknya Ray, tapi kenapa yang bergetar malah ponsel Cellyna.


Mami calling


"Ini ponsel Al?." Tanya Mami Reyna setelah melihat dengan jelas ponsel yang ada di atas meja itu.

Cellyna menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. "Iya Mi, tadi waktu Zia masih tidur Ray tuker ponselnya dengan ponsel Zia."

"Dasar anak itu, dia ada urusan apa si sampe kedatangan orangtuanya aja di lupain."



..........




Waktu siang begitu cepat terlewati, kegelapan malampun mulai menyambut dan bulanpun telah menggantikan tugas sang matahari untuk menyinari bumi.

Cellyna terdiam seorang diri di dalam kamar, ia duduk memeluk kedua lututnya dan menatap kosong ke arah balkon yang sengaja tidak ia tutup tirainya. "Ma, Kak, besok hari peringatan atas perginya Mama yang kelima belas dan perginya Kak Aga yang kesatu tahun, yang mana di tanggal itu juga hari bertambahnya usia Zia. Setiap di tanggal itu Zia gak tau haruskah Zia senang atau justru sebaliknya." Dadanya mulai terasa sakit karena sesak yang tiba-tiba datang menyerangnya, air mata mulai mengalir secara perlahan. "Ma, Kak hiks tolong maafin Zia kalau memang dengan lahirnya Zia malah membawa petaka buat kalian hiks. Kalau saja Zia hiks Zia boleh memilih, maka Zia akan memilih lebih baik Zia tidak ada, yang penting Mama, Papa sama Kakak bisa hiks bahagia hidup bersama, bukan seperti ini." Perempuan itu menyembunyikan wajahnya di antara kedua tangan yang sengaja ia lipat di atas lututnya. "Hiks hiks tolong maafin Zia hiks ma-hiks maafin hiks hiks hiks. Papa hiks Zia minta maaf hiks."

FebbriziaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang