"Kalau dia sudah bilang IYA untuk putus, maka kami gak ada status apa-apa." Jawab Celly sambil menunjuk Ray.
Ray melangkah mendekati pintu keluar, tangannya memegang knop pintu. "Yaudah kalau memang itu kemauan mu." Ujarnya datar.
Semua menoleh pada Rayyen, menatap tak percaya. Raut wajah Celly secara perlahan berubah sendu, ia menunduk dan menggigit bibir bawahnya pelan. 'Yaudah si, ini kan kemauan gue. Tapi, kenapa rasanya gue gak rela ya.' Celly melihat jari-jari tangannya yang mulai bergetar pelan, matanya mulai berkaca-kaca, setetes bulir air mata jatuh ia gak bisa menahan rasa sesak di dadanya.
Bastian melihat semuanya, ia melihat perubahan dari raut wajah Celly dan melihat setetes air yang terjatuh dari mata kiri perempuan itu.
Pintu terbuka, Ray mulai melangkah kembali. "Semua keputusan ada padamu Cell, lagipula kunci mobilmu kan aku yang pegang, jadi mau gak mau aku pasti pulang bawa mobil kamu." Lanjutnya, cowok itu kembali berjalan meninggalkan mereka semua.
Hening, mereka yang masih berada di ruangan melongo terdiam selama beberapa detik.
Celly mencoba untuk menahan senyum, tapi sia-sia karena senyum itu malah muncul.
"Anjir gue kira dia setuju buat putus. Bikin kaget aja tu bocah." Ujar Leon setelah tersadar.
"Lo bener Yon, gue kira dia beneran mau putus." Sahut Brian.
"Gue rasa gak semudah itu untuk dia mau putus." Ujar Giyo.
Leon dan Brian mengangguk pelan, di pikiran mereka mungkin benar kalau Ray emang beneran tertarik sama Celly, kalau gak dia pasti sudah menolak cewek itu dari awal.
Bastian, cowok itu terdiam, gak tau hal apa yang harus ia lakukan. 'Apa gue ikhlasin aja Celly untuk Ray? Gue gak akan ganggu hubungan mereka, kalau suatu saat nanti Ray menyakiti Celly, maka gue gak akan diam aja.'
Dengan senyum yang masih terpampang, Celly berjalan cepat meninggalkan empat cowok di sana untuk mengejar Rayyen.
"ALIEN SIALAN, KEMBALIKAN KUNCI MOBIL GUE."
Keempat cowok itu mendengar teriakkan Celly, setelah cewek itu menghilang dari pandangan mereka.
"Yuk balik." Ajak Giyo.
Siang ini lalu lintas di jalan kota Starwflow tampak stabil, tidak seperti biasanya yang selalu di penuhi oleh pengendara mobil dan motor.
"Dari depan sana belok kanan."
Jutek, nada bicaranya tidak terdengar ramah. Mungkin karena perempuan itu masih bete dengan apa yang telah terjadi di sekolah tadi.
Rayyen yang sedang menyetir melirik sebentar kearah samping kemudi, yang mana di sana Cellyna yang menampilkan wajah cemberut. Cowok itu tersenyum kecil, 'Lucu banget si.' Ucapnya dalam hati. "Jangan cemberut gitu dong, kayanya gak rela banget aku naik mobil ini."
Cellyna menatap tajam pada cowok di sampingnya, "Heh, dari awal gue juga gak rela ya lo numpang, dan lebih baik lagi lo ilangin itu kata panggilan aku-kamu."
"Gitu banget sama pacar."
Cellyna terdiam, ia jadi gak berani untuk mengucapkan kata yang berhubungan dengan putus.
"Setelah belok kanan, kita kemana?." Tanya Ray.
"Lurus aja, tuh rumah yang di depan itu tu, gue tinggal di sana." Cellyna menunjuk sebuah bangunan yang sangat mewah di sana.
Tin tin
Pak Andi mulai membuka pintu gerbang rumah, Ray kembali melajukan mobil putih itu untuk memasuki pekarangan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Febbrizia
Novela Juvenil"Setelah belasan tahun gue hidup di dunia, kenapa harus lo yang jadi pacar gue?." "Oh, sekarang lo mulai mengakui kalau gue itu pacar lo." ............ "KENAPA SI? Hiks hiks. Kenapa bukan gue aja yang pergi waktu itu hiks. Gue udah gak sanggup hiks...