Chapter 19

106 10 0
                                    



Di salah satu kamar dalam aparteman Ray, Cellyna masih tertidur dengan selimut yang membungkus seluruh badannya. Nafasnya memburu tak nyaman, keringat dingin terus mengalir keluar.

Cklik

Pintu kamar yang di tempati Cellyna terbuka, dengan perlahan Ray masuk ke dalam kamar agar tidak menimbulkan suara nyaring yang dapat menyebabkan cewek itu terbangun dari tidurnya.

Ray mengernyit melihat Cellyna yang tampak gelisah dalam tidurnya, belum lagi wajahnya terlihat sangat pucat. Dengan cepat ia menghampiri perempuan itu dan duduk di pinggir tempat tidur.

"Ziaa, kamu kenapa?." Tanyannya penuh khawatir, jantungnya mulai berdebar tak nyaman, ia takut terjadi sesuatu pada Celly.

Tangannya bergerak menyentuh pelan dahi dan pipi perempuan itu, mata Ray sedikit terbelalak merasakan hawa panas yang ia rasakan pada tangannya.

"Sayang bangun." Ujarnya sambil mengguncang pelan bahu Cellyna. "Ziaa, bangun dong, jangan buat khawatir kaya gini."

Mata Ray mulai memanas setetes air mata mulai jatuh dari pelupuk matanya. Cellyna masih setia menutup matanya, nafasnya masih memburu dan keluar hawa panas dari hembusan nafasnya.

"Ziaa, please jangan kaya gini. Ayo bangun." Ray begitu sangat khawatir, iya takut Cellyna pergi meninggalkan ia, seperti neneknya waktu itu gak bangun-bangun dari tidurnya.

"Zii." Ray menepuk pelan pipi Cellyna, tapi gak ada perubahan, perempuan itu masih menutup kedua matanya.

Dengan rasa panik yang menguasainya, Ray berjalan tergesa ke luar untuk mengambil ponselnya yang ada di kamar sebelah kamar yang di tempati Celly.

Ray meraih ponsel yang tersimpan di nakas samping tempat tidur untuk menghubungi seseorang. Ray kembali berjalan untuk masuk ke kamar Celly dengan ponsel yang ia arahkan pada telinga.

"Hallo Dokter Sinta."

"......"

"Dokter, aku mau minta tolong. Tolong datang lagi ke apartemen sekarang ya Dok."

"......"

Ray duduk di pinggir tempat tidur Celly, ia meraih tangan perempuan itu dan menggenggamnya lembut.

"Suhu tubuhnya Celly sangat panas Dok, aku bangunin dia gak bangun-bangun Dok."

"......."

"Terima kasih Dokter."


.........


Elvano beserta Istrinya keluar dari dalam mobil di ikuti Reza yang berjalan di belakang. Mereka bertiga memasuki sebuah resort, tempat yang telah dipilih oleh keluarga Dirga untuk membicarakan permasalahan anak-anak mereka.

Pelayan di resort itu mulai menyambut kedatangan mereka bertiga dan mengarahkan mereka untuk duduk di tempat yang telah di isi oleh Pak Tara dan Istrinya, serta beberapa jamuan yang sudah di persiapkan sebelumnya.

Setelah duduk, Elvano mulai memperkenalkan diri. "Selamat siang Pak Dirga dan Bu Dirga, perkenalkan saya Elvano dan ini Istri saya Reina kami orangtua dari Rayyen." Setelah selesai memperkenalkan diri, Elvano mulai mejulurkan tangannya untuk bersalam dengan Tara, tapi sayangnya Tara tak menghiraukan.

Reza yang duduk tidak jauh dari mereka mendengus pelan melihat Tara dan Istrinya tidak menunjukkan wajah yang ramah, bahkan untuk sekedar tersenyum saja mungkin mereka enggan. 'Yang bermasalahkan anak-anak mereka, meskipun anaknya terluka karena Ray seharusnya keluarga Dirga masih bisa berprilaku dengan baik. Penyebab anaknya ribut aja belum diketahui.'

FebbriziaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang