Rayyen meletakan tubuh Cellyna di atas tempat tidur di dalam kamar apartemen miliknya yang biasa perempuan itu tempati.
"Shh." Perempuan itu mendesis pelan setelah Ray menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur itu.
Cowok itu menghembuskan nafas pelan, melihat perempuan yang sangat ia kasihi tengah menahan sakit. Ray menarik laci nakas di samping tepat tidur, kebetulan di sana ia menyimpan minyak angin. Setelah mengambil apa yang ia butuhkan, cowok itu mengusap pelan kepala Cellyna.
Merasa ada usapan lembut di atas kepalanya, perempuan itu membuka matanya dan melihat Ray yang saat ini tersenyum tipis ke arahnya.
"Oleskan ini untuk menghangatkan perut kamu." Ujar Ray sambil meraih tangan Cellyna dan menyimpan minyak angin itu di telapak tangan Celly. "Aku gak bisa mengoleskan minyak ini ke perut kamu." Lanjutnya pelan.
Cellyna terdiam, nertanya menatap Ray dengan begitu intens dan berusaha mencerna ucapan cowok itu. Kedua mata Cellyna mengerjap saat merasakan ibu jari Ray mulai mengusap-usap dagunya.
"Kamu tunggu di sini, aku buatin teh jahe dulu ya."
Sudut bibir perempuan itu terangkat menampilkan senyum tipis.
..........
BREMM
BREMM
CKIIITT
Setelah menghentikan motornya di depan salah satu rumah mewah yang ada di kota Starwflow, Rico mulai melepas helm dan turun dari motornya, setelah itu ia melangkah cepat untuk masuk ke dalam rumah itu.
Di ruang kerja rumah yang Rico masuki, Brama duduk di kursi kebesaranya beserta sang Asisten yang saat ini berdiri di hadapan atasannya itu.
"Kamu udah menemukan dalangnya?." Tanya Brama datar pada Asistennya itu.
Asistennya sedikit tersentak, ia mulai menundukkan kepalanya. "Mohon maaf Tuan, untuk saat ini kami belum menemukan siapa pelaku di balik terbakarnya perusahaan."
Brama mendengus kasar, "Bagaimana dengan CCTV dan Security yang berjaga?."
Asisten itu menelan ludahnya yang terasa sangat susah, "Dari tiga jam sebelum kejadian, semua CCTV di jalan yang menuju arah situ mati semua Tuan. Dan untuk Security mereka di temukan dalam keadaan tak sadarkan diri dengan tubuh yang terikat dan posisi mereka juga lumayan jauh dari gedung."
Brama mengepalkan tangannya setelah mendengar jawaban dari Asistennya itu.
Sebelum masuk rumah Brama dan beberapa anak buahnya itu datang ke tempat kejadian, mereka melihat gedung yang terbakar dengan begitu besarnya, meskipun berusaha untuk di padamkan sudah pasti gak akan ada barang yang bisa di selamatkan.
BRAAKKK
Pintu ruangan itu terbuka dengan kasar, seorang pemuda datang dengan langkah tergesa memasuki ruang kerja milik Brama.
Brama dan Asistennya menoleh ke arah pemuda itu.
"Papa, sebenarnya apa yang sudah terjadi?." Tanya pemuda itu, kentara sekali saat ini raut wajah pemuda itu terlihat panik.
"Rico." Guman Brama pelan.
"Jawab Pa."
"Ini pasti kerjaannya salah satu musuh Papa." Jawab Brama tajam dan datar. "Gak mungkin tiba-tiba terbakar dengan sendirinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Febbrizia
Teen Fiction"Setelah belasan tahun gue hidup di dunia, kenapa harus lo yang jadi pacar gue?." "Oh, sekarang lo mulai mengakui kalau gue itu pacar lo." ............ "KENAPA SI? Hiks hiks. Kenapa bukan gue aja yang pergi waktu itu hiks. Gue udah gak sanggup hiks...