Chapter 39

98 9 2
                                    




Tin tin

Pintu gerbang kediaman Leonard kembali terbuka, mobil Jingga yang di kendarai Rayyen mulai memasuki pekarangan rumah itu.

Dari dalam mobil, Cellyna mengernyit melihat mobil hitam yang gak asing baginya. Tak lama kedua mata perempuan itu terbelalak, dengan tergesa ia membuka pintu mobil dan turun msnghampiri Pak Andi.

"Zii." Panggil Ray pelan melihat Cellyna yang tiba-tiba keluar dengan raut cemas.

"Pak Andi, di dalam-" Cellyna menjeda ucapanya.

Pak Andi mengangguk, ia sudah tau apa yang di pikirkan Celly saat ini.

Nafas Cellyna sedikit tercekat, setelah itu ia menghela nafas pelan berusaha untuk mengontrol dirinya agar lebih tenang.

Di belakangnya Ray menatap heran pada Cellyna dan Pak Andi, 'Sebenarnya apa yang terjadi?.' Tanyanya dalam hati. Netranya melihat Cellyna yang berjalan cepat memasuki rumahnya, cowok itu mulai melangkah menghampiri Pak Andi. "Pak Andi."

"Eh Den Ray, selamat pagi Den." Ujar Pak Andi.

"Selamat pagi, itu Cellyna kenapa ya Pak?." Tanyanya.

Pak Andi menelan ludahnya sendiri dan menatap ragu pada Ray, "Itu Den, di dalam ada Papanya Nona Celly."

Kedua mata Rayyen sedikit terbelalak, setelah itu ia kembali melangkah hendak menyusul langkah kekasihnya itu.




Tap tap tap


Ravie yang terduduk di sofa ruang tengah dengan koran yang ada di pegangannya itu mendengar suara langkah kaki yang terkesan tergesa, pria itu mulai menoleh melihat Cellyna yang saat ini telah berada di ruang tengah.

Bibir Cellyna sedikit bergetar, matanya sedikit berkaca-kaca, ia bingung dengan perasaanya saat ini, antara senang karena bisa melihat Papanya lagi secara langsung, tapi di satu sisi ia juga takut dan khawatir Papanya marah pada dirinya, "Pa." Guman Cellyna pelan. Ravie menaruh koran yang ia pegang ke atas meja, netranya menatap tajam pada Cellyna yang saat ini berada di satu ruangan dengannya. "Baru ingat pulang kamu?." Tanya datar.

Cellyna, perempuan itu menggigit bibir bawahnya pelan.

"Sudah puas menginap di rumah cowok selama berhari-hari dan baru ingat pulang sekarang." Lanjut Ravie tajam. "Kamu itu anak perempuan, apa pantas tinggal bersama cowok yang bahkan bukan keluarga sendiri?."

Cellyna mengangkat kepalanya dan menatap datar pada Papanya dengan mata yang mulai meneteskan air mata, "Lalu apakah pantas seorang Papa mengasingkan putrinya, menjauhinya, tidak memperdulikannya dan membiarkan putrinya tinggal bersama pegawainya di rumah." Dengan kasar perempuan itu mengusap air mata yang mengalir di pipinya. "Apakah pantas seperti itu Pa?."

Ravie memutuskan pandangan dari putrinya itu dan menatap datar ke arah depan, "Papa akan tetap tinggal kalau ada Carina dan anak Papa Rangga berada di rumah ini."

"Lalu apa bedanya dengan Zia? Hiks Zia juga anak Papa, hiks tapi hiks Papa gak pernah peduli sama Zia hiks hiks. Sebenarnya Zia itu anak Papa atau bukan si?" Cellyna menatap kecewa pada Papanya.

"KARENA KAMU, ISTRI PAPA MENINGGAL DAN KARENA KAMU JUGA ANAK PAPA MENINGGAL, KALAU BUKAN KARENA KAMU, MUNGKIN SAMPAI SAAT INI PAPA MASIH BISA HIDUP TENANG DAN BAHAGIA BERSAMA CARINA DAN RANGGA."

FebbriziaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang