Chapter 77

105 10 1
                                    




Rayyen berdiri gelisah di sudut ruangan UKS, ia sungguh takut dan gak sanggup melihat Cellyna yang meringis kesakitan saat dokter sekolah tengah membersihkan dan mengobati luka di dahi perempuan itu.

Di sudut ruangan yang lain, keempat sahabat Ray menatap heran pada cowok itu, padahal mereka dengan jelas melihat Ray yang panik setengah mati langsung menggendong Cellyna pergi menuju UKS saat melihat darah yang keluar dari luka Cellyna. Sekarang setelah sampai di UKS, Rayyen malah terlihat takut dan gak berani mendekat.

"Rayyen kenapa si? Bukannya mendampingi sebagai kekasih yang setia menemani, dia malah berdiri agak jauh dari ranjang." Seru Leon yang merasa tidak habis pikir dengan kelakuan Ray.

"Lo gak lihat muka Ray yang pucat gitu? Mungkin dia masih kaget dengan apa yang terjadi. Lo bayangin aja kalau pot bunga itu menimpa kepala Cellyna, hancur pasti kepalanya. Untung Cellyna cepat sadar dan menghindar, meskipun bagian dahinya sobek lebar terkena goresan, kalau nggak kita gak tau saat ini Cellyna masih membuka matanya atau tidak." Jawab Brian panjang.

Meskipun dalam keadaan sakit dan berderai air mata, Cellyna tadi sempat menjelaskan sedikit tentang apa yang terjadi padanya sambil menunggu dokter menyiapkan peralatan untuk luka Cellyna.

Perempuan itu bilang kalau dia merasa perasaannya tak nyaman, saat melihat ke atas ia melihat sebuah tangan yang sengaja menjatuhkan pot kearahnya. Dia sudah menghindar, tapi semuanya terasa sangat cepat dan tanpa bisa ia cegah sudut pot bunganya malah melukai dahinya, tapi perempuan itu juga merasa sangat bersyukur walaupun menghindar sedikit dan mendapati luka di dahi setidaknya pot itu tidak benar-benar jatuh menimpa kepalanya secara keseluruhan.

"Yang jadi pertanyaan, siapa yang tega melakukan itu terhadap Cellyna? Kalau kesenggol kayanya gak mungkin deh." Ujar Bastian menyeruakan apa yang ia pikirkan saat ini. "Iya nggak si?."

Giyo mengangguk pelan, "Itu sudah jelas banget sengaja dijatuhkan, kita semua juga pasti tau kalau di sekolah ini semua pot di simpan di lantai bukan di atas pagar ataupun di atas tembok pembatas."

"Ini harus di tindak lanjuti si, gak bisa di biarin begitu saja." Sahut Brian.

"Nanti kita bahas setelah keadaan Ray lebih tenang." Jawab Giyo sambil menatap Ray yang masih terlihat tagang menyaksikan Cellyna yang tegah diobati.

Setelah dokter sekolah selesai membalut luka di dahi Cellyna, dokter itu langsung menjelaskan tindakan yang harus Cellyna lakukan ketika akan mengganti perban. Sesudah menyampaikan itu semua, dokter sekolah langsung keluar untuk kembali ke ruangannya.

Melihat dokter yang sudah menghilang dari balik pintu, Rayyen langsung melangkah ke kamar mandi, sedangkan keempat temannya mendekat ke arah Cellyna yang saat ini masih terduduk di atas ranjang UKS.

"Cell, gimana keadaan lo saat ini?." Tanya Bastian lembut pada perempuan satu-satunya yang ada di sana.

Cellyna yang awalnya menunduk mulai mengangkat kepalanya dan menatap langsung pada Bastian dengan mata yang sedikit sayu serta bengkak dan memerah karena menangis. "Denyutan sakitnya masih ada walau tidak sesakit tadi dan agak sedikit pusing."

"Jujur, gak tega gue lihat lo yang luka dan lemas kaya gini, gue lebih suka lihat lo marah-marah Cell." Seru Leon apa adanya, tapi memang benar begitulah yang Leon rasakan, ia lebih suka lihat Cellyna yang gak bisa diem walaupun terkadang menyebalkan.

Cellyna tertawa pelan mendengar ucapan Leon teman ributnya selama ini.

"Semoga lekas pulih dan bisa aktif kembali ya Celly, jujur gue juga lebih suka lihat lo yang mencak-mencak dan heboh seperti biasanya." Ujar Brian yang ikut membuka suaranya.

FebbriziaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang