Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...-------------------------------------
PLANNINGSuara musik dj yang terputar nyaring di tambah ramainya seruan dari orang-orang sekitar tak membuat seorang gadis yang duduk di balik meja bartender terganggu. Justru, gadis tersebut semakin asyik dengan duniannya di temani dengan sebuah minuman di depannya. Entah sudah gelas yang ke berapa, yang jelas gadis tersebut masih mampu sadar dengan apa yang di lakukannya sekarang.
Hingga, tepukan di bahu kanannya membuat gadis yang asyik minum tersebut menolehkan kepalanya ke samping.
"Baru datang lo?"
Seruan dari gadis itu membuat seseorang yang baru datang tersebut seketika berdecak. "Mau sampai kapan sih lo kaya gini terus, Na? Lo gak sayang apa sama tubuh lo sendiri? Hampir tiap hari lo minum kaya gini terus. Gue yang ngelihat lo aja cape."
Kekehan kecil terdengar begitu jelas dari mulut gadis yang di panggil "Na" tersebut. "Jangankan lo, Rin. Gue aja cape sama diri gue sendiri."
Rin atau Karin, gadis yang baru datang itu sontak menghela nafasnya dan duduk menghadap gadis di sebelahnya. "Nayshila Zamira! Sebagai sahabat lo, gue gak mau kalau lo terus-terusan kaya gini. Gue gak bisa kalau ngelihat lo kaya gini terus. Oke lo ada masalah, tapi gak gini caranya, Na."
Gadis yang bernama lengkap Nayshila Zamira atau yang kerap di sapa Nana itu terdiam.
"Dengan lo kaya gini, lo kaya bukan Nana yang gue kenal. Nana yang gue kenal gak pernah sedikit pun melarikan dirinya ke alkohol kaya lo sekarang gini. Ini bukan gaya seorang Nayshila Zamira banget."
Lagi-lagi gadis bernama Nana itu terdiam. Dia membenarkan di dalamnya ucapan sahabatnya tersebut.
Jujur saja, melarikan diri ke club dan minum alkohol seperti ini bukanlah gayanya. Entah sejak kapan dia mulai pergi ke club dan meminum alkohol, dia pun sampai tidak mengingatnya lagi. Atau mungkin sejak kandasnya hubungan percintaannya?
Dengan pandangan yang lurus dan tersenyum miris, Nana memandang Karin yang berada di hadapannya. "Gue pengecut dan lemah banget ya, Rin? Lo benar, ini kaya bukan gue."
"Kayanya semenjak putus dari dia, gue kaya bukan diri gue sendiri. Jujur aja, sampai detik ini gue masih gak terima dan sulit buat percayain semuanya. Kok gue kasian banget ya, Rin?"
Tawa miris begitu saja keluar dari mulut Nana. Karin yang melihat itu tentu saja menjadi tak tega dengan kondisi sahabat satu-satunya tersebut. Karin pun langsung membawa tubuh milik Nana ke dalam dekapannya.
Terlihat begitu jelas di mata Karin jika bahu Nana bergetar. Bahkan, isakan di samping telinganya semakin membenarkan asumsinya jika sahabatnya itu saat ini tengah menangis.
"Kenapa dia jahat banget, Rin? Apa salah gue? Kenapa dia ngelakuin hal itu? Padahal kita berdua udah janji untuk terus sama-sama, tapi kenapa dia ingkar? Apa janji yang pernah dia buat kemarin itu cuman bahan candaan dia aja? Dia jahat banget, Rin. Jahat!"
Sebagai sahabat, Karin hanya bisa memberikan kekuatan kepada Nana. Jujur saja, dia mengerti jelas apa yang di rasakan Nana saat ini. Hanya saja, jika terus di biarkan, mungkin saja Nana akan berbuat lebih dari ini.
"Dengar, Na. Yang namanya hubungan pasti ada masanya lo harus siap kehilangan. Entah kehilangan apa yang harus terjadi di dalam hidup lo, yang pasti lo harus bisa ngerelain semuanya. Gue emang bukan orang yang bener, Na. Tapi yang harus lo tau, agar hati lo lapang, lo benar-benar harus bisa ngeikhlasin dia. Bagaimana pun caranya, lo harus bisa ikhlas" tutur Karin.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Happened in Bandung? (END)
ChickLitNana kira dengan pergi berlibur ke tempat sang paman di kota Bandung akan membuat masa healingnya berjalan dengan damai. Namun, dugaannya salah. Pertemuannya dengan seorang lelaki bernama Aldo membuat hari Nana menjadi kacau. Namun, Bagaimana jadin...