PART 38

1.3K 101 2
                                    

Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...

---------------------------------
GOODBYE, RAKA!

Nana tidak pernah melepaskan pandangannya sekali pun dari Raka yang kini tertidur setelah pembicaraan panjang mereka.

Nana bersyukur, Raka berhasil melewati masa kritisnya. Bahkan, ibu dari Raka itu sangat berterima kasih kepada Nana karena berkat kehadiran Nana di samping Raka, anaknya dapat kembali sadar dan melewati masa kritisnya.

Kini, Raka sudah di pindahkan ke ruang perawatan biasa dan di sana hanya ada Nana yang berjaga di dalam ruangan tersebut. Ibunya Raka? Wanita setengah baya itu di bawa oleh Karin untuk makan di kantin rumah sakit.

Nana yang melihat pergerakan pada Raka itu pun segera bangkit dari duduknya dan menghampiri lelaki tersebut.

"Ka, kenapa? Kamu butuh sesuatu?"

Raka hanya diam. Namun, tatapannya mengarah kepada Nana.

"Ka? Kenapa?"

"Na ..."

Panggilan dari Raka tersebut membuat Nana segera menggenggam tangan lelaki tersebut. "Iya? Kenapa, Ka? Aku ada di sini."

"Kalau aku pergi sekarang, apa kamu bakal sedih?"

Pertanyaan yang di lontarkan oleh Raka sontak membuat Nana terdiam.

"Aku udah gak kuat lagi, Na. Aku cape" sambung Raka dengan suara yang lirih.

"Ka! Kamu ngomong apa sih? Kalau kamu cape ya kamu istirahat. Aku bakal jagain kamu di sini" ucap Nana.

"Justru itu, Na. Karena aku cape, aku pengen istirahat dengan tenang" sahut Raka. "Aku benar-benar sudah cape, Na" lanjutnya.

"Ka, kita baru aja ketemu setelah sekian lama dan kamu mau ninggalin aku gitu aja? Kamu gak kasian sama mama kamu?" ucap Nana yang menahan tangisnya.

"Meskipun kita baru aja ketemu, aku benar-benar bahagia dengan pertemuan kita ini, Na. Dan untuk mama, sebenarnya aku pun gak tega untuk ninggalin mama sendirian. Tapi, Na. Waktu ku udah gak banyak lagi."

"Aku punya satu permintaan sama kamu. Semisal nanti aku pergi, aku mohon tolong kuatin mama dan buat mama untuk ikhlasin kepergian aku ya, Na."

Tangis yang di tahan Nana sebelumnya pun runtuh begitu saja. "Aku sendiri gimana, Ka? Gimana cara aku buat nguatin diri aku sendiri?"

Raka yang melihat Nana menangis itu pun membenci dirinya sendiri. Sudah banyak air mata yang keluar dari mata milik Nana dan itu semua di sebabkan karena dirinya.

Raka mencoba menguatkan dirinya sendiri dan tersenyum seraya menggenggam erat tangan Nana yang berada di atas tangannya. "Bukannya setiap pertemuan akan ada perpisahan? Begitu pula dengan kita, Na. Kita sudah melalui masa- masa yang indah bersama. Dan kini saatnya untuk kita berdua berpisah."

Raka lalu membawa tangan Nana ke atas dadanya. "Di sini, akan selalu ada nama kamu untuk selamanya. Bahkan, rasa cinta yang aku punya, selamanya hanya untuk kamu. Semua kenangan yang pernah kita ukir akan ikut pergi bersama ku, Na."

"Terima kasih untuk semuanya, Na. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang pernah kamu berikan kepada ku. Tolong sampaikan kepada mama kalau aku sangat menyayanginya dan maaf karena aku harus pergi menyusul papa lebih dulu."

Tangisan Nana seketika lebih kencang lagi di banding sebelumnya ketika mendengar ucapan Raka.

"Aku berharap, kamu menemukan laki-laki yang baik dan mencintai kamu lebih dari aku. Jangan lupa untuk perkenalkan laki-laki itu kepadaku. Oh iya, ada satu surat yang aku buat untuk kamu dan surat itu ada di atas tempat tidur ku yang ada di apartemen. Jangan lupa kamu ambil dan kamu baca. Kamu tenang aja, kata sandi apartemen aku tetap tanggal lahir kamu."

Raka pun kembali tersenyum ke arah gadis yang dia cintai. "Aku pergi ya, Na. Jaga diri kamu. I love you, Na."

Bersamaan dengan itu pula, suara monitor yang terhubung pada tubuh milik Raka berbunyi dengan nyaring dan tangan Raka yang tadi menggenggam tangan milik Nana pun terlepas begitu saja.

Tangan Nana bergetar dan mencoba untuk menggenggam tangan Raka yang terlihat lemah.

"Ka?"

"Raka?"

"Kamu gak mungkin ninggalin aku kan?"

"Raka?"

Tangis Nana benar-benar kembali pecah ketika lelaki yang pernah mengisi hari-harinya itu pergi meninggalkannya.

"RAKA ..."

Teriakan Nana yang terdengar begitu nyaring itu pun membuat kedua orang yang berada di depan pintu segera masuk ke dalam.

"Raka kenapa, Na?"

"Na, lo kenapa?"

Kedua orang itu adalah ibu Raka dan juga Karin.

Nana yang melihat keberadaan ibu dari Raka itu pun mendekat dengan wajah yang sudah di penuhi air mata. "Raka, Raka pergi ninggalin kita, ma."

Ibu Raka tersebut hampir saja terjatuh jika saja tidak di tahan oleh Karin.

Wanita paruh baya itu menatap tubuh sang anak yang berada di atas brankar dengan tatapan yang sendu. "Raka ..."

Tangis wanita paruh baya tersebut akhirnya pecah. Di peluknya tubuh sang anak dan di genggamnya tangan yang lemah tersebut dengan erat. "Kenapa kamu pergi ninggalin mama, Ka? Kenapa?"

"Kamu? Papa kamu? Kenapa semuanya ninggalin mama? Kenapa, Ka? Mama sendirian."

Tangis Nana masih belum reda. Namun, mengingat permintaan Raka kepadanya tadi, Nana mendekat ke arah wanita paruh baya tersebut. "Mama ..."

Mendengar panggilan tersebut, ibu dari Raka itu pun menatap ke arah Nana dan memeluknya. "Raka ninggalin kita, Na. Raka pergi, Na. Mama sendirian."

"Mama gak sendirian. Ada aku, Ma."

"Sebelum Raka pergi, Raka nitip pesan aku. Raka bilang, dia sangat menyayangi mama dan dia meminta maaf karena dia harus pergi lebih dulu menemui papa."

Tangis ibu Raka semakin tersedu-sedu ketika mendengar ucapan Nana. Anak semata wayangnya kini pergi meninggalkannya sendirian.

Bahkan, Karin yang berada di sana pun turut menangis karena kepergian Raka.

Ruangan yang di tempati oleh Raka itu pun menjadi saksi bisu di mana orang yang mereka sayangi pergi meninggalkan mereka lebih dulu untuk menemui sang pencipta.

"Meskipun raga kamu sudah pergi meninggalkan dunia ini, kamu akan tetap ada di hati aku, Ka. Goodbye, Raka Rasta Nugraha."

-bersambung-






What Happened in Bandung? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang