Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...------------------------------------
PELAKOR?Tinggal selama beberapa hari di desa paman dan juga bibinya benar-benar membuat Nana sedikit melupakan pekerjaan dan permasalahan yang ada di hidupnya. Bahkan, Nana yang terbiasa menghabiskan waktunya untuk bekerja dan belajar itu sekarang lebih mempedulikan dirinya sendiri, salah satunya adalah dengan mengistirahatkan seluruh anggota tubuhnya dan juga pikirannya.
Jujur saja, bekerja sebagai dosen adalah hal yang tidak mudah. Nana pun setiap harinya selalu mengasah kemampuan dan juga pengetahuannya agar bisa mendapatkan ilmu yang lebih banyak lagi. Bekerja sebagai dosen bukan berarti dia bisa tau segalanya. Oleh sebab itu, terkadang Nana bisa menghabiskan waktunya berjam-jam untuk belajar.
Ibaratnya, lain di kota lain pula di desa. Jika di kota dia selalu memiliki jadwal kegiatan yang dia lakukan. Maka, di desa dia bebas melakukan apapun tanpa terkecuali. Sama seperti yang dia lakukan sekarang ini, di mana Nana sedang menyapu halaman rumah milik paman dan juga bibinya. Ajaib memang, di kota dia tidak pernah melakukan hal yang seperti ini. Pasalnya, sudah ada asisten yang di sediakan dan biasa di bayar oleh sang bunda untuk dirinya.
"Wih! Ada yang bersih-bersih halaman nih!"
Godaan yang di lontarkan oleh sang pelaku yang tak lain adalah Bagus itu membuat Nana memutar kedua bola matanya malas. "Gak usah gangguin teteh deh. Suasana hati teteh sekarang lagi baik. Jadi, kamu jangan bikin teteh badmood."
"Santai dong, teh. Bagus ke sini gak gangguin teteh kok. Malahan nih, Bagus mau nawarin tenaga buat bantuin teteh. Tapi, karena respon teteh yang kaya gini, Bagus narik tawaran tadi."
Nana benar-benar harus menahan rasa sabar atas kelakuan adik sepupunya ini. Dari pertama dia datang ke sini, dia kira adik sepupunya ini pendiam. Tapi, dugaannya salah. Ternyata, benar kata orang, kita tidak boleh menilai seseorang hanya dari cover nya saja.
"Dek, lebih baik kamu pergi aja deh dari sini. Jangan sampai sapu lidi yang teteh pegang ini melayang ke arah kamu" ucap Nana dengan senyum yang sangat lebar.
"Yaam----"
"Ehem!"
Deheman dari seseorang membuat Bagus dan Nana langsung mengalihkan pandangan mereka kepada seorang perempuan yang kini berada di depan mereka.
Bagus yang mengenal perempuan di depannya dan juga sang teteh itu pun memandang perempuan tersebut dengan malas. Berbeda dengan Bagus, Nana justru memandang perempuan itu dengan tatapan yang bingung.
"Ya? Maaf, mba siapa?"
Pertanyaan yang di lontarkan oleh Nana itu sontak membuat perempuan tersebut tersenyum manis dan mengulurkan tangan kepada Nana.
"Perkenalkan, saya Ningsih. Saya anak kepala desa di kampung ini."
Tanpa pikir panjang, Nana pun menerima uluran tangan tersebut. "Saya Nana. Saya keponakan paman Danu dan juga bibi Ayu."
"Ngapain teteh ke sini?" tanya Bagus dengan nada yang ketus.
"Dek!" tegur Nana memperingati.
"Santai, dek Bagus. Teteh kadieu pengen ketemu sama teteh mu ini" jawab Ningsih sambil melirik ke arah Nana.
"Pengen naon teteh ketemu sama teteh ku?" tanya Bagus yang kini berdiri tepat di depan kakak sepupunya.
"Teteh mau ngomong sama dia" jawab Ningsih yang kini menatap Nana dengan tatapan yang berbeda seperti sebelumnya.
"Dek, kamu mundur dulu. Mba ini mau ngomong sama teteh. Teteh mau dengerin dia mau ngomong apa sama teteh."
Mendengar ucapan sang teteh, mau tidak mau, Bagus pun kembali ketempatnya semula.
"Maaf sebelumnya, mbanya mau ngomong apa sama saya?" tanya Nana sopan.
"Saya cuman mau memperingati kamu untuk gak dekat-dekat sama a' Aldo. Saya gak suka melihat kamu boncengan berdua sama a' Aldo kemarin. Tolong mbanya jangan jadi pelakor, apalagi mbanya ini cuman orang baru di kampung ini."
Nana benar-benar terperangah di tempatnya. Jadi, dia sekarang sedang di labrak? Benar-benar di luar dugaan.
"Enak aja maneh ngatain teteh aing ini pelakor. Maneh emang siapanya bang Aldo? Pacar bukan, istri juga bukan. Enak aja ngata-ngatain teteh aing pelakor" marah Bagus.
"Maneh jangan ikut campur urusan aing" sahut Ningsih dengan mata yang melotot.
"Dek! Biar teteh yang ngomong" tegur Nana sambil memegang tangan adik sepupunya.
Bagus pun menurut dan dia berdiri di samping tetehnya itu dengan perasaan yang amat kesal kepada perempuan di depannya saat ini.
Berbeda dengan Bagus, Nana justru menatap tampilan perempuan di depannya itu dari atas sampai ke bawah. Nana benar-benar menilai tampilan perempuan di depannya ini. Bukan bermaksud untuk merendahkan. Hanya saja, Nana ingin melihat bagaimana penampilan seseorang yang sedang melabrak dirinya saat ini.
"Ningsih, right? Oke, listen! Saya dengan Aldo tidak memiliki hubungan apa-apa. Dan perlu kamu garis bawahi, saya dan Aldo tidak pernah dekat sedikitpun seperti yang ada di pikiran kamu saat ini. Selain itu, kejadian yang pernah kamu lihat ketika saya berboncengan dengan Aldo itu adalah bentuk tanggung jawab yang dia lakukan karena telah melakukan kesalahan terhadap saya."
"Saya yakin kamu orang yang berpendidikan. Jadi, saya harap kamu bisa mengerti perkataan yang saya ucapkan barusan."
"Oh! Satu lagi. Jangan pernah melebeli saya dengan sebutan pelakor. Sebutan pelakor hanya untuk perempuan-perempuan yang berusaha merebut lelaki orang lain yang bukan miliknya. Saya wanita yang berpendidikan, pantang bagi saya merebut apa yang bukan milik saya. Jadi, harap jaga ucapan kamu barusan."
"Jika tidak ada urusan lagi di sini, lebih baik kamu pergi. Jangan membuat masalah di sini" usir Nana.
Ningsih, perempuan itu benar-benar kesal. Namun, dia tidak berani untuk melawan perkataan dari Nana.
Kepalang malu, akhirnya Ningsih pergi dengan perasaan kesal dan tangan yang mengepal.
Prok! Prok! Prok!
Tepukan tangan dari sampingnya membuat Nana sontak menolehkan kepalanya. "Kenapa kamu tepuk tangan?"
"Teh! Teteh tau? Teteh barusan keren banget. Aku bangga sama teteh karena teteh bisa lawan perempuan itu. Jujur aja nih ya teh, di desa ini banyak banget yang gak suka sama itu perempuan termasuk Bagus salah satunya. Orangnya sombong dan sok cantik.. Udah gak sekali dua kali perempuan-perempuan di sini yang dia labrak sama dia gara-gara mencoba dekat-dekat sama bang Aldo. Makanya, di desa ini orang-orang pada gak suka sama dia. Iya sih anak kepala desa, tapi kelakuannya nol banget."
Mendengar ucapan Bagus, Nana mengerti mengapa perempuan bernama Ningsih tadi melabrak dirinya barusan. Ternyata, Ningsih itu satu dari sekian banyaknya perempuan di kampung yang menggilai si laki-laki bernama Aldo tersebut.
"Cih! Apa bagusnya sih Aldo-Aldo itu? Kok banyak yang suka. Selera perempuan di sini benar-benar aneh!" batin Nana.
"Yaudahlah, teteh mau masuk aja ke dalam. Teteh udah gak mood buat lanjutin nyapunya."
Setelah mengatakan itu, Nana langsung melangkahkan kakinya melewati Bagus dan masuk ke dalam rumah. Kedatangan perempuan bernama Ningsih itu benar-benar merusak mood baiknya.
"Lah? Aing di tinggalkeun deui" gumam Bagus.
-bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
What Happened in Bandung? (END)
ChickLitNana kira dengan pergi berlibur ke tempat sang paman di kota Bandung akan membuat masa healingnya berjalan dengan damai. Namun, dugaannya salah. Pertemuannya dengan seorang lelaki bernama Aldo membuat hari Nana menjadi kacau. Namun, Bagaimana jadin...