Lembar Akhir

10 2 0
                                    

Di dalam tidur yang panjang, Gumitir mendengar namanya dipanggil, entah berapa kali. Gumitir membuka matanya. Gumitir seperti tidur di taman penuh bunga, Gumitir bangkit lalu mengusap matanya. Dia lalu merasakan kehangatan Bentala, hatinya mengatakan Bentala ada di dekatnya, tapi di mana? Gumitir mendengar suara Bentala meneriaki dan memanggil namanya. Terasa begitu dekat, tapi di mana? Gumitir panik, bagaimana dirinya akan keluar dari sini? Lalu Gumitir ingat, dirinya kan tidak diinginkan Bentala. Yang diinginkan Bentala adalah gadis yang bernama Sari itu, sudah tentu Bentala lebih menginginkan Sari daripada dirinya.

Lalu ingatan yang Gumitir sempat lupa tiba-tiba masuk ke dalam pikirannya. Saat itu dia sepulang sekolah dengan baju lusuh, basah dan kotor— hari ini pun dia kembali dirundung oleh teman-teman sekelasnya. Gumitir saat itu bertatapan kosong berjalan mengikuti kakinya dan membawanya semakin jauh dari pemukiman ataupun tempat orang berkumpul. Semakin menjauh sampai Gumitir tiba di sebuah deretan gedung tua yang ditumbuhi rerumputan dan lumut di berbagai sisinya. Gumitir dengan pikiran yang kosong terus berjalan entah tujuan apa yang membawanya sampai di tempat ini. Gumitir lalu menemukan pohon besar setinggi rumah dengan dua lantai dan memiliki batang yang terbuka lebar seakan membentuk gerbang. Gumitir masuk ke dalam gerbang pohon itu tanpa sadar kemudian dia ditelan oleh kegelapan lalu dirinya baru sadar dan panik tiba-tiba dirinya berada di kegelapan pekat. Halo anak manusia, kamu terlihat kesusahan Gumitir mendengar suara yang lembut nan indah serta terdengar riang.

"Siapa kamu?" Biar suara itu indah, Gumitir tetap ketakutan.

Aku bukan siapapun, bukan apapun, aku hanyalah hasrat. Boleh aku mengikuti kehidupan mu, wahai anak manusia? Gumitir hanya diam, aku akan mengikuti dan melindungi mu sebagai pohon, dan tiba waktunya nanti aku akan mengajak kamu masuk ke dalam bunga tempat orang selalu bermimpi dan tak pernah bangun— mimpi yang panjang dan indah sehingga kamu tidak pernah ingin bangun. Ucapan suara itu membuat Gumitir tidak merasa takut, justru sekarang dia merasa penasaran.

"Apa aku bisa bahagia di mimpi itu?" tanya Gumitir sedikit ragu.

Bahagia? Tentu, kamu akan mendapatkan hal yang lebih baik dari sekadar bahagia. Aku akan tumbuh tidak jauh dari sini, dan aku akan tumbuh bersama rasa sakit dan kesedihan yang kamu rasakan. Jika kamu setiap hari bersedih dan merasakan sakit, aku akan semakin cepat tumbuh dan semakin cepat berbunga. Namun jika kamu memutuskan untuk bahagia di dunia kamu, aku tidak akan memaksa.

"Benar aku bisa bahagia?" sekali lagi Gumitir memastikan. Dirinya merasa tertarik untuk meninggalkan dunia ini.

Tentu, wahai anak manusia. Namun kamu harus sedikit bersabar menunggu aku tumbuh. Dan maaf aku akan mengambil ingatanmu. Lalu sinar putih menelan Gumitir dan dirinya terbangun di tempat tadi dengan kebingungan bagaimana dirinya bisa berada di sini. Kepalanya sedikit sakit, dia buru-buru pergi dari tempat itu dan pulang. Sekarang Gumitir ingat apa yang terjadi setahun lalu, saat itu dirinya benar-benar merasakan kesedihan dan merindukan kebahagiaan. Tapi, ya sudahlah— dirinya sudah berada di dunia yang suara itu janjikan. Dia bisa kembali tidur dan kembali bahagia hanya berdua dengan ayahnya.

Bentala pada akhirnya terjatuh di rerumputan. Gumitir terkejut ada benda jatuh dari atas di belakangnya. Dan lebih terkejut yang jatuh itu adalah Bentala. "Gumitir?" Bentala terkejut dan langsung bangkit hendak memeluk tubuh Gumitir namun dirinya seperti terhalang akan sesuatu yang tak tampak sehingga dirinya tidak bisa lebih dekat dengan Gumitir lebih dari satu meter. "Gumitir? Ini aku, ini aku!" Bentala meracau dan terus berusaha mendobrak penghalang yang tak nampak itu.

Gumitir hanya diam dan matanya dia alihkan menghindari tatapan Bentala "bukankah, aku bukan siapa-siapa untukmu? Aku bukan yang kau inginkan, bukan begitu?" Gumitir sekarang menatap mata Bentala dengan wajah cemas karena terus terhalang akan penghalang tak terikat.

"Gumitir, ayo pergi dari sini. Ayo kita pulang, aku mencintaimu— aku tidak akan meninggalkan mu demi apapun!" Bentala masih kesusahan mendekati Gumitir karena penghalang tak terlihat.

"Aku tidak ingin pergi dari sini, di sini aku tidak bisa disakiti oleh siapapun— aku bisa menghabiskan waktu dengan dipenuhi kenangan indah di dalam hidupku" ucap Gumitir dengan tegas.

"Maksudmu, dengan ayahmu?" Bentala tahu kenangan Gumitir karena melihatnya di bola bersinar tadi sebelum ia jatuh ke tempat ini "kau ingin selamanya terjebak di cerita lama? Apa kau tidak kasihan pada ayahmu, karena kamu yang terus memikirkannya?"

"Diam!" Gumitir membentak dan diikuti dengan isak tangis "kau tidak pernah punya hak untuk mengatur bagaimana aku bahagia! Jangan kau berbicara seolah kau pernah merasakan sakit!" bibir Gumitir bergetar, matanya mengalirkan tangis.

"Tidak!" Bentala heran, penghalang itu akhirnya hilang— sekarang ia jadi lebih dekat dengan Gumitir dan Bentala langsung memeluknya, Gumitir kaget tiba-tiba dipeluk Bentala "aku, sama seperti dirimu yang merasakan sakit. Bertahun-tahun aku menghentikan rasa cintaku untuk semua orang, bertahun-tahun aku berusaha menyiapkan hatiku untuk kembali jatuh cinta namun selalu gagal dan aku tidak tahu kapan hatiku siap untuk jatuh cinta. Saat kegundahan itulah, kamu datang di hidupku— kamu memberikan kehangatan sesuai nama yang kamu miliki dari ayahmu. Kehangatan itulah yang pada akhirnya membuatku sadar, aku tidak bisa terjebak di kisah lama selamanya— kehangatan itulah yang meyakinkan ku untuk mengatakan aku cinta padamu" Gumitir menangis mendengar pernyataan Bentala "aku mencintaimu, Gumitir. Tiap kata dari buku yang pernah aku baca tidak pernah bisa menjelaskan sebanyak apa rasa cintaku padamu. Aku terus merindukan kehangatan yang kau berikan" Bentala mengangkat dagu Gumitir lalu mencium bibirnya.

Pemandangan seketika berubah, pohonbercahaya tidak terbakar namun kini berguguran. Guguran dari tiap butir pohonbercahaya mengeluarkan cahaya kuning yang lembut sehingga seperti hujan saljuatau hujan kunang-kunang di seluruh kota. Udara sejuk mengalir menghempaskankabut hijau pekat. Bentala dan Gumitir turun sembari terus berciuman, merekajatuh dengan perlahan dengan butiran sinar yang juga jatuh dengan perlahanmengelilingi mereka. Bentala melepaskan ciumannya, menatap Gumitir yang tengahmerasakan haru kebahagiaan. 

Cirebon dan Pohon Balas Dendam (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang