16. Ayo Pacaran Adira!

35 5 14
                                    

16. Ayo Pacaran Adira!

***

'Ayo Pacaran!'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Ayo Pacaran!'

- Kamma Onfarta -


Derap langkah terasa begitu keras di sepatu. Adira menghentikan langkah tak jauh dari tempat Kamma nongkrong bersama teman-temannya. Belum sampai dirinya, ingin memanggil Kamma. Cowok itu lebih dulu peka akan kehadirannya.

Adira cengengesan di tempat, sembari menggerakkan jari tangan sebagai pertanda memintanya untuk datang sekarang juga ke sini.

Kamma yang awalnya diam memperhatikan, berakhir beranjak mendekati Adira.

"Kenapa? Nggak biasanya lo cari gue gini? Kangen, ya?" ucap Kamma dengan percaya dirinya.

Adira yang mendengar itu berlagak seolah jijik dengan ucapannya. "Pede banget lo! Aku tuh pengen kasih tau, soal belajar kita entar. Aku nggak mau belajar di Sekolah lagi. Entar malah terjebak, kayak kemaren. Mana lo ajak gue lompat lagi, berasa mau bunuh diri tau nggak?!"

Kamma terkekeh mendengar itu. Wajah Adira yang cemberut membayangkan kejadian kemaren membuatnya semakin menggemaskan di depan mata Kamma. "Oke, mau belajar di mana? Di rumah lo?"

"Nggak, nggak." Adira sontak menggeleng tak setuju. Dia tak ingin Kamma ke rumahnya. Membayangkan itu, dia kepikiran dengan Bima yang suka mengganggunya. Bahkan, menghancurkan acara belajarnya. Contoh saja, tahun kemaren saat belajar kelompok. Bima malah mengajak teman-temannya nge-game bareng. Sungguh laknat, bukan? Rasanya Adira ingin membenturkan kepala kakak nya itu ke dinding.

Paling mencengangkan, kenapa kakaknya ini dapat banyak fans? Adira pikir kakaknya ini cowok biasa saja di sekolah. Eh, tapi sangat beda dari jangkauan otak Adira. Memang, Adira akui bahwa kakaknya ini ... ganteng. Tapi ... tetap saja cowok ini menyebalkan dan Adira menyayanginya.

Adira ingat, saat dirinya ke Sekolah Bima. Waktu itu—cowok itu menjemput barangnya yang ketinggalan di kelas. Saat sampai di sana, para kakak tingkat menyudutkannya. Mengancamnya dengan banyak kata-kata. Paling mengesalkan, mereka juga mengatakan dirinya 'murahan' karena berani mengambil Bima dari mereka.

Adira yang masih polos-polos dan penakut. Berakhir menangis seperti anak kecil bak dimarahi.

Beruntung, Bima datang tepat waktu. Sebelum mereka melakukan sesuatu yang tak baik padanya. Bima dengan wajah dingin, memarahi para gadis itu. Lalu, mengatakan kalau Adira adalah adek kandungnya. Semua gadis, yang awalnya masih kesal—tercengang karena fakta kecil itu. Mereka mencoba meminta maaf, tapi Bima lebih dulu membawa Adira pergi dari area sekolahnya.

Saat itulah, Adira malas pergi ke sekolah Bima. Dia bahkan menutup dirinya di dalam rumah dengan ketakutan luar biasa. Adira ibarat mendapatkan rasa trauma itu kembali.  Trauma yang disebabkan karena dia dimarahi seseorang sekaligus dijelekkan. Itu semua, yang menyebabkan dirinya takut dengan sorot mata semua orang. Karena semua mengingatkannya dengan sosok monster-monster yang menyeramkan.

"Terus di mana?" tanya Kamma menyadarkan Adira dari lamunan gelap barusan.

"Di Kafe aja?" tawar Adira. Karena biasanya tempat belajar terbaik biasanya di sana. Lebih banyak mahasiswa yang berdatangan di sana. Mengerjakan tugas dengan labtop, sembari menikmati minuman coffe atau es-krim.

Kamma terdiam dengan pikiran panjang. Sepertinya, dia ragu dengan tawaran itu. "Di rumah gue, mau?"

Adira menggangguk, sepertinya tidak ada salahnya di rumah cowok itu. Lagi pula di sana pasti bukan hanya ada dia saja, Orang tua bahkan pembantu pasti ada.

"Oke, nanti kita belajar di sana." Tanpa menunggu jawaban Kamma, dirinya lebih dulu pergi dari hadapan Kamma.

***

Lonceng berbunyi pertanda waktu pulang datang. Adira memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.

"Dir, lo piket sekarang 'kan?" tanya Ressa di sampingnya.

Adira yang hampir merasa lupa pun teringat dengan jadwalnya hari ini. Helaan nafas terdengar dari mulutnya. Adira bangkit dari duduk dan menghampiri Kamma yang tengah menunggu.

"Kam, aku lupa kalau hari ini jadwal piket. Lo bisa nunggu?" tanya Adira dengan wajah serba salah.

Kamma yang melihat raut wajah itu, tersenyum. "Nggak masalah Dirdir, gue akan menunggu lo. Walaupun lama sekalipun."

"Tetap saja, aku merepotkan lo."

"Nggak apa-apa, Dirdir. Sana piket! Gue bakal nunggu lo." Dengan wajah santai Kamma tak mempersalahkan kekhawatiran di wajah Adira.

"Serius?" tanya Adira sekali lagi.

"Iya, Dirdir sayang." Merasa gemas, Kamma pun mendorong punggung Adira kembali ke dalam kelas.

Deg

Sayang? Bolehkah Adira baper? Kenapa jantungnya berdetak hanya karena ucapan singkat ini. Ucapan yang seakan-seakan membuat dirinya di prioritaskan dari yang lain. Adira tau, Kamma pasti memiliki kepentingan lain, selain mengajar dirinya.

Ta-tapi ... bagaimana bisa Kamma sebaik ini padanya?

"Ish, sayang apaan?! Aku bukan pacar lo!" Sungut Adira dengan wajah malu.

"Jadi ... mau diajak pacaran gitu? Yaudah, ayo pacaran Adira," ajak Kamma santai.

Deg

"Heh—" Sejenak Adira merasa jantungnya berhenti berdetak dengan ajakan itu. Ada sesuatu yang sulit dirinya ungkapkan, perasaan senang entah bagaimana? Juga, perasaan ragu entah gimana?

"Sudah, ayo sana piket! Kelamaan nunggu ini gue jadinya." Sekali lagi, Kamma mendorong tubuh Adira untuk melangkah masuk ke dalam kelas.

***

KOMEN NEXT DI SINI! BIAR UPDATENYA CEPAT!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


KOMEN NEXT DI SINI! BIAR UPDATENYA CEPAT!

21 Juli 2023

2019 Crush Diary [ END√ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang