36. Berhenti Berpikir Buruk

29 6 0
                                    

36. Berhenti Berpikir Buruk

***

'Kalau jodoh itu nggak ke mana, kenapa aku harus jatuh cinta?'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Kalau jodoh itu nggak ke mana, kenapa aku harus jatuh cinta?'

- Adira Ariani  -

Adira benar-benar kesal dengan mamanya. Bisa-bisa nya wanita itu menyerahkan dirinya pada cowok seperti Kamma. Tidak bisakah dunia membaik padanya? Dirinya sudah lelah menghadapi sifatnya seperti ini. Adira sedikit malu pada diri sendiri. Dirinya ingin tak merepotkan cowok itu, tapi rasanya keinginannya tak bisa terwujud. Seperti sekarang ini, Adira tengah duduk di belakang dengan Kamma yang mengemudi di depan. Adira memegang tas Kamma kuat-kuat agar dirinya tak terjatuh.

Saat dirinya dan Kamma sampai di Sekolah. Adira menyusun strategi untuk turun dari sepeda. Namun, nihil, yang didapatkannya hanya pinggul berakhir terjatuh di atas tanah yang berdebu. Kamma yang belum turun sama sekali, menatap kaget akan kelakuan gadis itu. Dia buru-buru turun dari sepeda dan membantu Adira berdiri.

"Sudah tau kaki lo lagi sakit, ngapain pake acara turun sendirian." Kamma mengomel singkat apa yang dilakukan gadis itu barusan.

Adira yang merasa di marahi, seketika merasa sedih. Mulutnya bergerak bergetar saat menjawab ucapan Kamma. "Aku nggak mau merepotkan Kamma."

Kamma yang mendengar itu terdiam tak percaya.

"Memang benar, ya. Aku serba nggak bisa apa-apa. Aku orangnya bego, ceroboh, nggak cantik dan hanya merepotkan. Pantas aja, banyak nggak suka aku."

Kamma yang mendengar itu lantas membalikkan tubuh Adira hingga mereka saling berhadapan. Tangannya bergerak menepuk lembut pipi gadis itu dan memandang tegas.

"Sttt, jangan! Lo nggak boleh berasumsi kayak gitu. Lo nggak seburuk Dirdir, lo nggak seburuk itu. Lo hebat dengan cara lo sendiri, seburuk apapun orang memandang—itu semua nggak penting. Ya ... memang gue akui lo memang buruk dalam segi itu. Tapi ... nggak semua suka itu berpandang dari itu."

Apa yang dikatakan Kamma itu benar.

Tidak semua hebat itu bisa segalanya. Hebat itu, di kala kita mampu berusaha untuk lebih baik ke depannya. Hebat itu bukan dari kepintaran, kecantikan, bahkan kekayaan. Semua orang hebat dari segi apapun. Mereka yang masih bertahan hidup sampai sekarang dan melewati rintangan tersulit dalam hidup. Itu juga merupakan hal hebat.

"Stopp, bilang lo nggak hebat, Dirdir. Satu lagi gue tegasnya, lo itu cantik. Cantik lo itu cuma bersama orang yang tepat. Meskipun banyak yang nggak suka sama lo, gue masih ada."

Deg

Kata-kata Kamma barusan membuat hati Adira langsung menghangat. Adira mengangguk mengerti dengan senyuman terpatri. Melihat Adira yang mulai berangsur membaik, cowok itu kembali membimbingnya berjalan.

Setiba di kelas, semua pandangan pertama kali tertuju padanya yang tampak kesulitan berjalan, lengannnya yang dipegang Kamma membuatnya jadi pusat perhatian. Adira tak peduli itu, dia dengan sikap tenang mendudukkan diri di samping Ressa yang melongo tak jelas di tempat. Sementara Nadya hanya memandang lekat saja gadis itu.

"Ra—" panggil Nadya dengan tatapan lekat. Wajahnya seolah-olah mengatakan kalau ini adalah hal penting yang harus di musyawarahkan bersama.

Adira hanya mengerut kening heran. Tak mengerti maksud pemikiran dua bocah yang ada di dekatnya ini. Makin hari dirinya merasa tak aman saja sekolah di sini. Oke, tenang Adira. Sebentar lagi lulus kok, tidak lama juga dirinya terhindar dari tatapan iri makhluk aneh di sini.

"Lo pacaran sama Kamma?" Ditanya seperti itu membuat Adira yang baru meminum air mineral—yang sengaja disiapkan dari rumah, seketika terbatuk. Beruntung air itu tak menyembur keluar dari mulutnya. Bisa-bisa dirinya berakhir kena omelan kalau itu terjadi.

Adira melirik ke arah Kamma yang tampak santai duduk di bangkunya. Tangannya yang selalu membawa buku dengan cover putih itu—tak henti-hentinya membaca dengan raut serius. Tak ada yang berani mendekati cowok itu karena menurut mereka ekspresi Kamma saat diganggu itu sangat menyeramkan.

Berbeda dari tanggapan Adira sendiri yang malah menilai tetap nenyebalkan.

"Ihhh! Nggak ya! Lagian apa sih, yang buat lo pada beramsumsi berlebihan kek gitu sama Kamma." Adira kembali menatap kedua temannya itu.

"Habisnya, Kamma perhatian banget sih sama lo. Pake acara nganterin lo pulang balik lagi. Aaa ... dapat cowok macam dia di mana sih!" Nadya menggigit jari kukunya dengan gemas.

Adira melihat itu bergedik ngeri. Dia tak pernah menduga kalau teman-temannya beranggapan lebih tentang perilaku Kamma hari ini. Ah, biarlah, cukup Adira saja yang tau, bahwa ini semua murni dari akal-akalan Mamanya agar dirinya tak ribut sepanjang hari hanya untuk berangkat sekolah.

Adira ingat sekali, sebelum mereka berangkat bersama, Mamanya—Leksa mengatakan sesuatu pada cowok itu.

"Kamma, makasih ya, sudah jadi teman yang baik buat Dira."

"Iya, Tan. Nggak apa-apa," balas Kamma sopan.

"Humm, Tante boleh tolong?"

Kamma yang kebingungan hanya mengangguk saja.

"Tante minta tolong jaga dia. Dia memang merepotkan, tapi—semerepot apapun Adira. Dia tetap gadis yang baik. Tante berharap yang terbaik saja buat dia. Jadi—bolehlah, setiap hari kamu menjemputnya di sini? Ini nggak memaksa sih, tapi Tante berharap begitu."

Adira menggeleng pelan, mengenyahkan pikiran yang ada di otak nya. "Ah, sudahlah, terserah kalian aja deh mau menganggapnya gimana."

***

KOMEN NEXT DI SINI!! BIAR UPDATENYA CEPAT!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KOMEN NEXT DI SINI!! BIAR UPDATENYA CEPAT!!

1 Agustus 2023

2019 Crush Diary [ END√ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang