24. Perubahan Reaksi

32 5 12
                                    

24. Perubahan Reaksi

***

'Terkadang menjadi lemah itu perlu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Terkadang menjadi lemah itu perlu.'

- Adira Ariani -


"Kakak! Cukup!" Adira berteriak kesal melihat tingkah Bima yang seperti seorang Ibu yang akan menganiaya anaknya sendiri. Padahal, dirinya baru saja pulang ke rumah. Tapi—dirinya malah di sambut dengan wajah kekhawatiran Bima yang berlebihan.

Cowok itu bahkan memeriksa luar tubuh Adira dengan wajah serius. Tatapannya yang begitu membuat Adira curiga bahwa Bima sudah gila. Gila kelamaan jomblo. Memang lebih baik Bima mencari cewek saja, biar bisa waras. Oh, iya, Adira lupa. Bima tidak se-jomblo itu. Iya, bener itu, semuanya sudah tertera dari akhir-akhir ini melekat saat cowok itu tertawa sendiri melihat ponsel.

"Kakak!" Adira berteriak heran saat menangkap tawa Bima. Matanya sejenak memicing melihat cowok itu, masih tak memperdulikan kehadiran dirinya di kamar. "Kakak sudah gila, ya?"

Ditanya seperti itu, Bima lantas melirik sinis ke arah Adira. "Buset omongan lo pedes banget. Untung gue penyabar."

"Ya ... habisnya kakak aneh gitu. Masa senyum-senyum sendiri." Adira menggeleng heran melihat tingkah Bima yang makin hari, makin aneh.

"Sudah, sana-sana lo pergi. Kepo banget." Bima mengibaskan tangannya seolah terganggu. Tatapannya kembali tertuju pada layar ponsel.

Adira merasa terusir, mencebikkan bibir kesal. "Kakak jahat, Kakak udah nggak sayang sama Dira." Dengan ekspresi khas anak kecil tengah dimarahi. Gadis itu menatap sedih ke arah ponsel Bima.

"Bukan gitu—arghhh, lo kenapa sih Dir!" Bima yang menangkap ekspresi Adira seperti itu, jadi frustrasi sendiri dibuatnya.

Adira yang mendapat kesempatan itu—memamerkan deretan gigi putihnya itu ke arah Bima. Wajahnya seketika menjadi ceria tanpa masalah.

"Beliin es krim."

Bima melongo dibuatnya. Dia tak bisa berkata-kata lagi, melihat tingkah adeknya yang wajib di buang ke sungai Amazon saat ini juga.

"Ayoklah, beliin!" rengek Adira sembari menggoyang-goyangkan lengan cowok itu. "Janji deh, aku nggak bakal kepoin Kakak."

Bima memicing mata, mencari jawaban dari sudut mata Adira. Bisa jadi itu hanya akal-akalan Adira untuk mendapat es krim gratis darinya. "Serius?"

Adira mengangguk dengan senyum lebar.

"Oke, deal!"

Hari itu, hari di mana Adira tidak mau lagi berurusan dengan Bima. Tapi—sekarang kakaknya lah yang suka ikut campur urusannya. Ya, dia tau, Bima seperti itu juga demi dirinya. Sebagai saudara dirinya pasti khawatir dengan saudara sendiri. Apalagi—Adira adalah anak bungsu, jelas diperhatikan. 

Kembali lagi ke masa sekarang, di mana Bima mirip Mak Mak rempong yang lagi menghukum anaknya. Lihatlah, terlalu miripnya, cowok itu ikut mengambil sapu lalu hendak memukul Kamma. Kamma mencoba menghindar dari amukkan setan Bima yang cukup berlebihan.

"Kakak!" Adira menggapai tangan Bima, lalu menarik sapu yang ada di tangannya.

"Dira! Lo apaan sih! Gue mau kasih cowok ini pelajaran, karena dia udah culik adek kesayangan gue."

Adira memutar mata malas. "Kamma nggak menculik aku Kakak! Tadi kan hujan, aku juga udah kabarin Kakak buat pulang lama. Lagian mana ada penculik yang mau antar korban nya kembali ke rumah."

"Kok lo belain dia!" kesal Bima yang tak dapat belaan dari adeknya sendiri.

"Ya ... habisnya Kakak tuh malu-maluin tau, nggak?!"

"Kan gue khawatir sama lo." Bima melipat tangan di depan dada. "Tapi—lo nggak di apa-apain kan sama nih cowok?"

Adira yang ditanya seperti itu, sejenak pikirannya kembali di sekolah. Di mana cowok itu—memergokinya yang tengah blushing. Itu, membuatnya semakin malu. Mana Kamma dengan jahilnya malah melingkarkan tangannya ke tubuhnya.

"Ekspresi macam apa itu?!" tuding Bima dengan wajah curiga. "Lo ... nggak apa-apain adek gue, kan?!" Tatapan Bima beralih menatap Kamma dengan tajam.

"Nggak di apa-apain kok, Bang. Cuma peluk doang," sahut Kamma dengan tawa di akhir kalimatnya.

"Sialan lo!" Bima yang kembali emosi, mengejar Kamma dengan tatapan membunuh.

Kamma yang melihat Bima yang mengamuk, melarikan diri. "Ampun bang, ampun! Tolong, jangan sakiti hamba mu yang lemah ini." Dengan suara dibuat lebay, Kamma bersembunyi di balik tubuh Adira.

Adira yang merasa dirinya menjadi palang kekeributan dua cowok itu—berteriak frustrasi. "Kakak! Cukup!"

"Kok gue juga yang salah."

"Kakak kayak anak kecil, aku jadi pusing."

Bima memayunkan bibir. "Sorry, abisnya dia tuh meluk lo! Gue sebagai abang lo nggak rela."

Adira menghela nafas gusar.

Di tengah keributan yang ada, ponsel Kamma berdering. Cowok itu merogoh kantong celananya, dan mengeluarkan benda pipih itu di balik sana.

Adira pikir cowok itu akan mengangkat telepon itu. Namun, tidak, cowok itu malah mematikan panggilan secara sepihak. Adira kebingungan dengan sikap Kamma terkesan tak sopan, ditambah ... raut yang ditunjukkan cowok itu, berubah menjadi dingin saat melihat siapa yang memanggilnya. Dan itu semua tak hanya berlangsung satu kali, tapi ... dua sampai tiga kali cowok itu menerima telepon itu. Namun, tetap saja Kamma memberikan reaksi yang sama seperti sebelumnya.

Sejenak Adira dan Bima saling pandang tak mengerti apa yang terjadi.

"Lo ... kenapa, Kam? Kok nggak diangkat teleponnya?" Bima yang mengerti arah pikiran Adira pun bertanya mewakili rasa penasaran itu.

"Bukan apa-apa, itu nggak penting." Kamma kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. "Gue pulang dulu Dir, Bang."

Bima mengangguk mengerti. "Yoi, lain kali kita ribut lagi."

Kamma mendengar itu terkekeh. Dia bergegas naik ke sepeda hitamnya dan pergi meninggalkan pekarangan rumah.

Adira memperhatikan punggung Kamma yang mulai menjauh. Wajahnya masih terlihat bingung dengan apa yang terjadi.

Sebenarnya, sesuatu apa yang membuat lo begitu, Kam?

***

KOMEN NEXT DI SINI! BIAR UPDATENYA CEPAT!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


KOMEN NEXT DI SINI! BIAR UPDATENYA CEPAT!

28 Juli 2023

2019 Crush Diary [ END√ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang