38. Penganggu Masuk

22 6 0
                                    

38. Penganggu Masuk

***

'Terkadang hidup itu tak sesuai keinginan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Terkadang hidup itu tak sesuai keinginan. Makanya, gue nggak mau memaksa takdir.'

- Kamma Onfarta-

Kamma mengemudi sepedanya dengan wajah lesu. Mengingat Adira yang pergi meninggalkannya, dan memilih untuk latihan dibandingkan dirinya, membuatnya menjadi sedih. Ya ... Kamma tak bisa memaksa gadis itu untuk menuruti keinginannya. Tapi ... tetap saja hatinya merasa terluka terhadap persoalan ini. Kamma menghela nafas dengan wajah sabar. Cowok itu mencoba untuk tidak egois kali ini. Lagi pula, Adira bebas untuk menentukan keinginannya. Jadi—dirinya hanya bisa menunggu saja.

Namun, Kamma lagi-lagi merasa ada sesuatu yang aneh pada gadis itu. Seperti ada yang di tutupi, tapi hal yang ditutupi masih belum tau apa hal terjelas di balik sana. Kamma menghentikan sepedanya di depan Apartemen yang di mana ada ruang khusus untuk menyimpan kendaraan. Cowok itu melangkah masuk dengan raut super datar. Beberapa orang yang melewatinya tampak terbiasa dengan raut seperti itu. Mereka sering memandangnya aneh karena SMP begini aku sudah tinggal di apartemen.

Tangannya lalu menekan tombol kata sandi pengucian Apartemen, setelah itu pintu terbuka. Pandangannya terhenti saat menemukan sebuah sepatu lebih kecil darinya tergeletak di lantai

"Ck, siapa yang masuk ke Apartemen gue!" Kamma melangkah masuk ke dalam, tatapannya seketika menemukan seorang bocah cowok tiga tahun dibawah darinya. Bocah itu tampak santai duduk di salah satu sofa dengan posisi duduk, salah satu kaki terangkat dan menumpu pada lutut, di dalam pangkuannya terlihat sebuah kotak berisi cemilan kacang di sana.

Bocah itu tampak sadar tengah di perhatikan mengalihkan pandangan dari televisi yang tengah di tonton. Pandangan mereka sejenak saling bertemu, tapi yang lebih dulu membuka suara adalah bocah itu sendiri.

"Hei, Bang!" sapanya tanpa rasa salah. Dia masih tetap tenang, membuat Kamma mati-matian tak marah pada bocah itu.

"Ngapain lo ke sini, Reo!" Kamma dengan kesal melempar tas yang ada di bahunya ke arah bocah itu.

Reo mendapat kesempatan itu, bukan menghindar tapi malah menangkapnya seperti orang bermain tangkap bola. "Yess! Berhasil! Gimana tangkapan gue, Bang?"

Kamma memutar mata jengah. "Jangan mengalihkan pembicaraan, Reo. Lo masuk lewat jalur apa?"

"Menurut lo, Bang?" Bukannya menjawab, bocah itu justru bertanya balik pada Kamma. Dua insan yang berbeda pemikiran. Namun, masih tetap hebat dalam soal kepintaran saling beradu pandang.

Kamma menatap curiga saudaranya itu. Dia sudah tau jawaban bocah itu sudah pasti itu. Reo ini bukan sembarangan bocah lagi, mungkin umur dan kelas yang dipijakinya tampak bocah. Tapi ... bukan berati otak dan pikirannya benar-benar bocah. Reo bak lebih dewasa duluan dibandingkan tubuhnya yang pendek itu.

Terkadang dirinya mengumpat melihat saudaranya itu lebih dulu dewasa dari padanya. Ah, bukan berati Kamma tak dewasa. Hanya saja—diumur seperti ini dia masih merasa labil mengambil keputusan. Termasuk keputusan Papanya—Raden untuk memaksanya mengelola bisnis perusahaannya setelah tamat SMA. Kamma cukup kesal soal itu, hanya karena dirinya anak pertama dalam keluarga itu. Dia harus mengorbankan impiannya untuk menjadi Dokter. Ya ... itu impiannya, sejak dulu sampai sekarang, dirinya masih berharap dalam cita-cita itu. Sehingga, setiap hari dia selalu berusaha dan usaha untuk mewujudkan impiannya itu dengan cara belajar.

Masuk Universitas populer itu adalah tantangan terbesar bagi Kamma. Dirinya memang pintar, tapi kepintarannya masih di rasa kurang bisa untuk masuk ke dalam sana. 

"Ohhh ... lo pasti memaksa Bi Sarti, buat bilang apa kata sandi Apartemen gue kan?" Kamma berucap tepat sasaran, dia berjalan menuju lemari dan mengambil satu kaos lalu mengganti seragamnya yang masih terpakai dengan kaos itu.

Reo menjentikkan jarinya dengan anggukkan kebenaran. "Right, you know what I do to people who get in my way." Bocah itu kembali memakan kacang yang ada di tangannya.

Kamma melihat itu geleng-geleng kepala. Saudaranya itu sangat merepotkan.

Pemaksaannya pasti menimbulkan mental seseorang terguncang. Kamma tau, Reo tidak akan tinggal diam jika keinginan tak terwujud dalam satu waktu. Dia bisa saja berubah menjadi psikopat. Tapi ... dirinya cukup beruntung punya saudara yang hebat seperti dia.

Kamma merebut kotak kacang yang ada di tangan Reo dan itu membuat bocah itu berteriak tidak senang.

"Sudah cukup, Reo. Lo pasti lapar kan, biar gue buatin makanan. Mau makan apa?"

Reo memayun bibir kesal, tapi tetap menginginkan makanan dari Kamma. "Chicken."

Kamma mengangguk saja, dia beralih pergi dari hadapan bocah itu, tanpa mengembalikan kotak kacang itu sama sekali padanya.

"Ah, sial! Kacang gue mana woi!"

***

KOMEN NEXT DI SINI! BIAR UPDATENYA CEPAT!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KOMEN NEXT DI SINI! BIAR UPDATENYA CEPAT!

1 Agustus 2023

2019 Crush Diary [ END√ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang