34. Menghindar

29 5 0
                                    

34. Menghindar

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


'Degub jantung mengajarkanku, orang pertama tidak selalu menjadi utama dalam perasaan tulus.'

- Adira Ariani-



Adira keluar dari kamar mandinya dengan kaos putih polos, atasan bawahnya hanya celana pendek sebatas paha yang menutupi sebagian kaos putih polosnya. Handuk biru miliknya tergantung santai di leher.

Gadis itu berjalan dengan pincang ke lemari gantungan dan meletakkan handuknya di sana. Setelah itu, dia mulai berbenah di depan meja rias yang ada.

Adira menatap pantulan dirinya yang ada di depan cermin. Dalam acara menatap itu—dirinya kembali terbayang dengan kejadian sebelumnya. Tangan lentiknya sekejap beralih ke bibir lalu mengusapnya lembut.

"Astaga, kenapa aku masih teringat itu." Adira menggeleng-geleng pelan, berupaya menghilangkan pemikiran kotornya yang sedang membucak. Masa SMP adalah masa perkembangan diri. Jadi ... bagaimana pun juga dirinya pasti tau soal ini. Terlebih, Adira termasuk anak rumahan, hobinya tiduran dan menonton drama korea di ponsel, menjadikannya manusia yang tak sepolos itu.

Namun, di satu sisi dirinya kembali terpikir sesuatu. Bagaimana kalau Kamma sadar apa yang mereka lakukan waktu itu? Oh, tidak! Mau di bawa ke mana wajahnya kalau ini benar terjadi.

Adira menjatuhkan wajahnya ke meja rias, bayangan itu ... membuatnya tak bisa berpikir jernih. Dirinya juga takut dan gugup jika terus-terusan bertemu dengan Kamma. Ah, rasanya Adira ingin menjauhi cowok itu saja kalau begini.

Adira beranjak dari meja rias. Dirinya melangkah ke luar untuk meminum air dingin di dapur. Tapi ... saat dirinya melewati kamar Bima. Gadis itu sayup-sayup mendengar obrolan dua orang manusia yang tengah bermain play station. Adira menyembulkan kepalanya dengan wajah penasaran, dia ingin tau apa yang dilakukan Bima ribut-ribut di malam ini.

Matanya seketika membola saat melihat Kamma masih berada di sini. Di tambah lagi, cowok itu bermain asyik bersama Bima yang ada di sampingnya. Sepertinya, Bima menyukai cowok itu. Ya ... terlihat dari  interaksi mereka berdua. Eh, jangan salah pikir! Suka dimaksud ini bukan suka sebagai pasangan, ya! tapi sebagai teman.

"Dira, kamu ngapain?"

Adira yang terlalu fokus dengan pikirannya pun terkaget. Terlalu kagetnya, dirinya sampai terjatuh hingga pintu yang tertutup sedikit itu—kini terbuka lebar.

Kamma dan Bima menoleh. Mereka memandang bingung Adira yang tengah terjatuh di depan pintu. Tanpa menunggu gadis itu bangkit, Kamma meninggalkan permainannya dan membantu gadis itu kembali berdiri.

"Ihhh! Mama bikin aku kaget aja!" sungut Adira yang merasa malu karena ketahuan mengintip apa yang mereka lakukan.

Mamanya Adira—Leksa  hanya geleng-geleng kepala tak habis pikir dengan putrinya. Dia ikut masuk ke dalam kamar Bima dan meletakkan nampan berisi dua air minum itu ke atas meja. "Ya ... maaf. Lagian kamu ada-ada aja tingkahnya. Nginep di kamar kakaknya segala, kayak maling aja kamu tuh."

"Biasanya, Ma. Dia tuh kepo tujuh turunan sama aku." Bima dengan wajah mengejek menyindir Adira yang tengah dipergoki. "Atau jangan-jangan ... lo lagi ngintipin Si Kamma."

"Eh, nggak ya! Aku kebetulan lewat doang!"

"Masa? Lihat saja tuh, baru ketemu aja udah nempelnya kayak ulat," sindir Bima dengan tampang tanpa dosa.

Adira yang tersadar dengan posisinya yang dekat dengan Kamma, buru-buru menjauh. Kamma pun begitu, dia kembali mendekat ke tempat duduk semula dan mengambil remot kontrolnya.

Mamanya Adira—Leksa  lagi-lagi menggeleng heran melihat perilaku tiga remaja itu. "Mama keluar, ya. Oh iya Kamma, kalau mau nginap di sini nggak apa-apa kok. Tante nggak masalah, hitung-hitung Bima ada teman buat ngobrolnya." Setelah mengatakan itu, mamanya Adira—Leksa melangkah pergi meninggalkan kami bertiga di kamar.

"Heh, tapi besok ada tugas. Lebih baik lo pulang aja deh." Adira dengan sengaja mengusir Kamma karena merasa kalau Kamma berada di sini—dirinya bertambah gugup dan tak bebas jadinya.

Kamma mengerut kening sebentar, berpikir tugas apa yang dimaksud Adira. "Ohhh, gue udah selesai sih itu. Cuma buku gue kayaknya harus di bawa."

"Nggak apa-apa, Kam. Besok pagi aja jemput, ini sudah malam juga. Mama nggak enak biarin lo pulang malam kayak gini. Soal baju—gue punya baju pas waktu SMP dulu. Kebetulan baju kalian sekarang belum ganti ke versi yang baru. Jadi—lo nggak perlu pusing."

"Oh, oke. Gue nginep di sini aja."

"Nah, gitu dong, Bro." Bima merangkul bahu Kammma dengan akrab.

Sementara Adira yang mendengar itu lantas menghentakkan kakinya kesal. Dirinya benar-benar kesal karena Kamma semakin hari, semakin dekat pada keluarganya. Tidak! Bukan itu masalahnya, tapi ... Adira merasa setelah ciuman itu—Kamma berubah semakin ganteng saja. Ah, bukan ganteng saja, semuanya tampak memabukkan. Sehingga dirinya kebingungan dengan perasaan sendiri.

Kamma yang melihat Adira seperti itu kebingungan. Tingkah gadis itu tampak sangat aneh, dan itu membuatnya bertanya-tanya pada diri sendiri. Sebenarnya apa yang salah?

***

KOMEN NEXT DI SINI!! BIAR UPDATENYA CEPAT!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KOMEN NEXT DI SINI!! BIAR UPDATENYA CEPAT!!

31 Juli 2023

2019 Crush Diary [ END√ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang