39. Fakta Terungkap

37 6 0
                                    

39. Fakta Terungkap

***

'Terkadang gue merasa benci dengan takdir di miliki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Terkadang gue merasa benci dengan takdir di miliki. Gue hidup hanya sebagai perusak.'

- Agasa Atama -




Adira masuk ke ruang seni dan menemukan Tama duduk sendiri di sana. Adira mengulum senyum, memikirkan dia hanya berdua di ruang ini. Membuatnya salah tingkah sendiri. Adira benar-benar tidak menduga kalau pada akhirnya dia dekat Tama secara baik-baik bukan seperti waktu itu. Waktu yang membuatnya ketahuan mengumpat nama Tama dan berakhir malu sendiri.

"Ekhem." Adira berdehem sejenak agar cowok itu menyadari keberadaannya sudah ada di sini. Dia sedikit ragu memanggil nama cowok itu, dengan alasan merasa tak kuat.

Tama sendiri tersadar dan menoleh ke arah gadis itu. Dia tersenyum senang melihat kehadiran Adira yang sudah datang. "Heh, udah datang? Ayo duduk."

Adira mengangguk malu, melangkah mendekat ke arah cowok itu dan duduk di teras sampingnya. Adira sedikit bingung harus memulainya seperti apa. Nyalinya duduk di samping Tama menciut. Dia sedikit lebih banyak malu-malu juga pendiam.

Itu semua wajar bukan? Bagi orang yang pemalu sepertinya pasti itu adalah sesuatu yang biasa. Karena berdekatan dengan crush itu sendiri adalah membuat perasaan lebih terasa terguncang dari biasanya.

"Ra, mau nyanyi apa di duet nanti?" tanya Tama menghentikan aktivitasnya yang sedang memainkan gitar yang ada dipangkuannya.

Adira yang ditanya seperti itu jadi kebingungan. "Aku nggak tau, humm ... ku cari di google dulu, ya." Adira beralih merogoh kantong saku rok nya dan mengeluarkan benda pipih itu di sana. Tangannya mulai mengetik sesuatu di pencarian Google dan memilahnya satu persatu.

Tama hanya memandang gadis itu dari samping, bibirnya terangkat hingga membentuk senyuman yang sangat tipis. Di tengah acara tatapan, dirinya tiba-tiba teringat akan sesuatu dan wajahnya seketika berubah. "Ra-"

"Iya?" Yang dipanggil hanya menjawab singkat, tatapannya masih tidak beranjak dari ponsel yang ada di genggamannya.

"Lo satu kelas sama Kamma, ya?"

Adira yang mendengar itu, sejenak menghentikan tangannya yang tengah meng-scroll layar ponsel. Kepalanya menoleh ke arah Tama yang sedang menatapnya dengan wajah serius.

Adira mengangguk polos. "Iya, dia teman sekelas aku. Kenapa, Tam?"

Tama menggeleng pelan, seolah pertanyaan Adira itu tak bisa dia jawab. "Nggak apa-apa, gue cuma pengen tau aja. Gue lihat-lihat cowok itu sedikit famous karena kepintarannya. Mungkin tahun besok kayaknya kita satu grup di basket. Walaupun sebenarnya, gue nggak minat ikut lomba sama sekali, tapi ... ya sudahlah itu krputusan para Guru juga-memasukkan nama gue di klub itu."

Adira mengangguk-angguk mengerti. "Ihhh, keren! Kamma pasti senang punya teman kayak lo."

Tama terdiam, mimik wajahnya seketika berubah. "Sayangnya, nggak. Gue sama dia, nggak mungkin akur." Cowok itu menghela nafas, meletakkan gitar di pangkuannya ke lantai, wajahnya tampak murung seketika.

Adira merasa ucapannya itu tak mengenakkan, merasa menjadi bersalah seketika. "Ma-maaf aku nggak bermaksud menyinggung."

Tama terkekeh, melihat raut Adira yang merasa bersalah. "Nggak masalah, gue cuma berharap hubungan gue sama dia layak. Humm ... seperti hubungan saudara pada umumnya."

Deg

Adira terkejut mendengar penuturan itu. Matanya membulat dengan wajah tak percaya dengan apa yang dikatakan cowok itu. "Jadi-kalian saudaraan?" tanyanya dengan penasaran.

Pantas saja nama mereka hampir sama bunyinya. Hanya saja-yang membedakannya, cuma beberapa huruf. Tama yang berhuruf T di awal kalimat. Sedangkan, Kamma berhuruf K di awal, dan m juga double.

"Iya, makanya gue cukup kaget saat lo pergi ke Apartemen dia waktu itu. Sebenarnya, kami nggak saudara kandung. Lebih tepatnya, hanya saudara Tiri. Humm, mengingat itu, gue sedikit benci akan kenyataan. Dia bahkan menganggap gue sama kayak Mama. Uh, urusan orang dewasa itu memang ribet."

"Ke-kenapa Kamma menganggap lo kayak gitu?"

Tama membuang wajah ke arah lain. "Itu semua karena Mama dan Papanya. Mereka sudah menjalin hubungan sebelumnya, tapi karena pemaksaan perjodohan ... hubungan mereka menjadi sulit. Papa tetap mempertahankan Mama di kehidupannya, meskipun dia menikahi Bundanya Kamma. Awalnya, Bundanya Kamma berpikir hubungan mereka sudah kandas tapi-ternyata tidak. Saat Bundanya Kamma mengandung Kamma, ternyata Mama ikut nengandung gue dalam sebuah hubungan tersembunyi. Kamma mengetahui itu dengan matanya sendiri. Dia tak terima Bundannya di perlakukan seperti itu. Dan-entah bagaimana, cowok itu melarikan diri dari rumah dan berakhir tinggal di apartemen. Gue sudah berusaha buat mengajaknya berdamai, tapi hasilnya dia semakin jijik dengan tingkah Papanya dan menganggap gue nggak ada duanya dengan Mama."

Adira yang mendengar itu, semakin terkaget. Ternyata ... selama ini Kamma berada di apartemen, karena hal itu.

Adira benar-benar tak percaya, ternyata Kamma dan Tama memiliki hubungan kekeluargaan yang rumit. Adira kembali teringat dengan kondisi Kamma yang waktu itu kacau, ditambah demamnya cukup tinggi. Saat dirinya bertanya tentang keluarga, cowok itu justru menyakiti diri sendiri dengan memukul tangan ke kaca.

"Ra-"

"Iya?" Adira kembali tersadar dari pemikirannya yang singkat itu. Tatapannya kembali mengarah pada Tama.

"Gue cerita itu ke lo, bukan tanpa sebab. Gue ingin lo bisa bahagia kan dia, gue ingin lo bisa buat cowok itu kembali ke rumahnya."

Adira lagi-lagi terkejut. Kenapa lagi dengannya? Bukankah urusan ini hanya perlu diselesaikan oleh mereka saja?

"Ke-kenapa harus aku?"

"Karena lo paling dekat dengannya, Ra. Kamma juga sepertinya menyukai lo."

Deg

***

1 Agustus 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1 Agustus 2023

2019 Crush Diary [ END√ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang