Hidangan Utama 14

1.5K 170 14
                                    

Hanya suara coretan pena dan kibasan buku yang mengisi ruangan selama beberapa jam. Di mejanya, Zosia sibuk mendata buku-buku yang perlu diperbaharui sekaligus dicari. Dalam beberapa bulan sekali, Kerajaan Vlemington membuka pasar terbuka untuk pedagang buku-buku dari luar Vlemington, biasanya pedagang dan Coroz dan Alburma yang mampir.

Selain Zosia, kesibukan pun memerangkap Egan dan Sabia. Mereka sama-sama sibuk dengan tumpukan buku. Ah, tidak juga. Yang menumpuk banyak buku hanya Sabia, sedangkan Egan bertahan dengan satu buku sejak mereka masuk. Buku yang membuat Sabia dan Zosia menahan tawa saat sempat membaca judul yang terukir di permukaan sampul. Meski huruf yang tertulis berbentuk aneh, entah bagaimana Sabia tetap bisa membacanya. Salah satu kemampuan pahlawan yang dipanggil ke dunia lain adalah bisa beradaptasi dengan apa-apa yang ada di dunia tersebut, termasuk bisa membaca tulisan mereka yang terbentuk oleh alfabet aneh.

Cara Meminta Maaf kepada Wanita. Begitulah judul yang tertulis. Lama menahan diri, akhirnya Zosia memutuskan untuk bergabung dengan mereka di meja baca setelah menyelesaikan beberapa tugas.

"Oi, Egan! Kau ingin meminta maaf kepada wanita mana sampai-sampai perlu buku panduan?" Zosia memilih duduk di samping Sabia.

Wanita berambut cokelat madu di sampingnya tengah mati-matian menahan tawa meski tangannya masih terus bekerja mencatat beberapa informasi yang didapat.

"Kau berisik, Zosia! Pergilah kerjakan tugasmu!" Egan mendengkus. Sebal karena ocehan wanita berpenampilan peramal gipsi di seberangnya. Samar-samar, Egan melirik Sabia dengan ekor mata. Penasaran akan ekspresi wanita itu.

"Tugasku sudah selesai." Zosia melongok kertas yang sedang ditulis Sabia. "Kau mencatat apa?"

Huruf-huruf yang dipakai Sabia tampak aneh. Berbeda dengan alfabet yang dipakai Kerajaan Vlemington.

"Kau tidak bisa membacanya?" Sabia memang menulis seperti biasa. Menggunakan huruf-huruf yang dia kenal dari dunia asalnya.

Zosia menggeleng.

Wanita di samping Zosia berhenti menulis. Merapatkan punggung ke bahu kursi. Meletakkan pangkal pena ke dagu. Berpikir.

Zosia tak bisa membaca tulisanku, tetapi aku bisa membaca buku-buku ini dengan mudah. Berarti, mereka tidak memiliki kemampuan sepertiku untuk membaca huruf-huruf itu. Eh? Lalu, bagaimana dengan buku resep milik Nenek? Marion!

"Kau memikirkan apa?" Zosia menyenggol lengan Sabia.

"Hah? O, bukan apa-apa." Wanita itu kembali menulis.

Nanti sajalah dia pikirkan soal Marion. Jika dipikir-pikir, kalau memang dia terkendala dengan huruf tak terbaca, Marion pasti sudah mencarinya, 'kan?

Ya, pasti. Namun, sampai hari itu, Marion tidak mencarinya. Kemungkinan besar, Marion bisa membaca huruf-huruf yang dibilang aneh oleh Zosia.

Sabia menyelesaikan catatan sebelum petang. Setumpuk catatan yang membuat lengan dan bahunya pegal.

"Akhirnya, selesai juga." Sabia meregangkan kedua lengan ke atas. "O, ya, Zosi. Apa kau bisa berkuda?"

"Tentu saja. Bayi di Vlemington bahkan sudah diajari berkuda."

"Jangan bergurau, Zosia! Mana ada bayi sudah diajari berkuda." Egan langsung menyergah.

"Hanya perumpamaan. Hanya perumpamaan, Pangeran!" Zosia mendengkus. "Kenapa? Kau ingin belajar berkuda?"

Sabia mengangguk antusias. Sepasang matanya berbinar. "Bisa kau menjadi guru berkudaku?"

"Heh? Kau tidak bisa berkuda, ya?"

Sabia menggeleng.

"Di duniamu tidak ada kuda?"

Kitchen Doctor Season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang