Hari kesekian bagi Sabia mendatangi bangunan panti asuhan tempat tinggal Tanvil. Nyonya Madeline telah kembali sehat. Mereka bersiap menyambut datangnya musim panen beberapa jenis buah, di antaranya apel, jeruk, dan stroberi. Beberapa pohon yang tumbuh di sekitar panti asuhan pun riuh dengan buah-buah menggelantung. Nyaris tak terlihat rimbunan daun yang menyelip di setiap tangkai.
Satu hal menyenangkan bagi Sabia saat berkunjung adalah melihat kecakapan Nyonya Madeline membuat berbagai macam kue. Meski tidak menggunakan oven listrik, kue-kue kering maupun basah buatan Nyonya Madeline tetap memanjakan lidah.
Sabia juga berkenalan dengan Rees. Sosok yang diperkenalkan Tanvil dan anak-anak panti sebagai yang tertua di rumah mereka. Jika berhitung usia, Rees dan Sabia seumuran. Meski di mata Rees, Sabia tampak seperti remaja belasan tahun. Posturnya terlampau mungil untuk wanita berusia dua puluh lima tahun.
Menjelang musim penghujan, hari-hari belakangan, Vlemington kerap disambangi mendung. Udara berembus semakin dingin. Sepanjang hari dingin sampai-sampai Sabia selalu mengenakan mantel sekalipun berada di dapur dan berhadapan dengan api. Musim penghujan yang jelas berbeda dengan dunianya.
"Kau betulan akan menjelajahi Sungai Perak, Nona Sabia?" Tanvil menceletuk setelah seluruh anggota duduk mengitari meja makan.
Sabia mengangguk mantap. "Aku akan mencari jamur. Di duniaku, jamur sangat cocok dijadikan bahan masakan. Bukan saja dihidangkan sebagai makanan, tetapi bisa juga dibuat kaldu."
"Wah! Tapi ...."
Ada kecemasan menggantung di wajah Tanvil.
"Kenapa, Tanvil?"
"Dengan siapa kau ke Sungai Perak, Sabia?" Rees muncul dari pintu belakang, membawa dua butir semangka yang cukup besar berwarna hijau tua dengan galur-galur berwarna lebih muda.
"Aku belum menunjuk teman seperjalanan, tetapi yang jelas, Limora akan ikut." Sabia menoleh kepada Limora yang sedang membagikan piring kepada anak-anak berisi sepotong kue labu buatan Nyonya Madeline.
"Jangan hanya kau dan Limora. Usahakan membawa seseorang yang pandai bertarung." Rees membelah salah satu semangka menjadi dua bagian. Setiap bagian dipotong lebih kecil untuk seluruh penghuni panti. Semangka yang dipanen sebelum musim penghujan selalu lebih enak. Berdaging tebal dengan banyak air.
Melihat semangka yang dibawa Rees, Sabia tergiur membuat sesuatu yang lain. Dengan menambahkan susu cair, madu, dan cincangan kacang almond panggang, mereka bisa menikmati sup buah yang menyegarkan. Akan lebih menyegarkan bila ditambah bongkahan es.
"Adakah yang bisa menggunakan sihir untuk membuat batu es?" Sabia mengabaikan nasihat Rees.
"Aku!" Seorang bocah perempuan berambut panjang yang dikucir dua, mengacungkan tangan. Tersenyum lebar sehingga memperlihatkan dua gigi taring yang tanggal.
Sabia menebak bahwa usianya sekitaran delapan atau sembilan tahun.
"Jadi, betulan ada sihir yang semacam itu?" Sabia tak berekspektasi tinggi pada awalnya.
"Ada, Nona. Kami di sini memiliki sihir yang berbeda-beda." Tanvil menjelaskan.
Sabia mengangguk. Sesuatu mendadak muncul dalam benaknya, menunggu dilontarkan. "Kalian bisa sihir ... apakah belajar khusus? Kalian masuk ke Akademi Kerajaan?"
Ah, benar. Sepanjang Sabia di sana, belum sekalipun ada yang membahas salah satu properti kerajaan yang satu itu. Entah ada atau tidak. Dia sudah disibukkan dengan urusan dapur sehingga tidak memperhatikan yang lain.
"Ada, Nona." Yang menjawab adalah bocah perempuan tadi. Namanya Airal. Menggemaskan dengan pipi serupa bakpau jika sedang mengudap makanan. "Kami bisa masuk ke Akademi Kerajaan bagian sihir setelah usia sepuluh tahun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kitchen Doctor Season 1
FantasySebuah portal sihir muncul di kamar Sabia Nuala setelah tujuh hari kematian sang nenek. Sesuatu menarik paksa Sabia, berputar-putar dalam lorong waktu aneh, berakhir tersungkur di aula rapat Kerajaan Vlemington. Kedatangan yang disambut sorak-sorai...