Hidangan Utama 29

1.2K 143 2
                                    

Sabia bangun terlalu dini. Saat udara masih sangat menggigilkan, dia beranjak keluar tenda. Beringsut sepelan mungkin agar tidak mengganggu Zosia dan Tansy. Kedua kawan satu tendanya tampak sangat nyenyak. Selain lelah karena mencari jamur, mereka juga kekenyangan. Lepas mendapatkan beberapa keranjang jamur, Sabia membuat kudapan tengah malam sebagai teman minum teh. Hidangan sederhana yang nyatanya mampu memanjakan lidah mereka.

Langit masih sangat gelap saat Sabia berdiri di depan tenda. Bulan separuh berada di pukul tiga pagi. Sejak menjadi bagian dari Vlemington, Sabia mulai pandai membaca waktu sesuai tinggi matahari atau bulan.

Tubuh mungilnya bersila menghadap perapian yang dibiarkan menyala remang. Derum arus sungai terdengar nyaring. Suara yang paling mendominasi karena nyanyian serangga justru tak terdengar. Embus angin dini hari membuatnya merapatkan mantel.

Sabia menatap lengang kaki Pegunungan Utara. Pekat menggelap sejauh mata memandang. Menguarkan aroma misteri yang mencekam sekaligus membuat bulu kuduk meremang. Sabia bisa memahami bagaimana rumor tak sedap tentang Pegunungan Utara bisa sedemikian rupa mencemaskan. Selintas pandang memang menyimpan kengerian.

Walau tampak mengerikan, entah bagaimana, Sabia justru meyakini bahwa di dalam sana, semakin masuk ke hutan Pegunungan Utara, surga tersembunyi. Sabia bisa membaui pelan-pelan aroma yang familiar saat beberapa jam lalu sedikit menjelajah lebih jauh sekitaran kaki pegunungan.

"Kenapa tidak ada literasi lebih lengkap tentang tempat itu?" Gumaman Sabia disambut desir angin yang cukup kencang. Yang tak punya nyali, pasti langsung terkencing-kencing jika berada di situasi Sabia.

Terdengar gemerisik dari tenda sebelah. Saat Sabia menoleh untuk mengecek siapa yang keluar, tatapannya bertumbukan dengan pria itu; membuatnya mendengkus samar.

Kenapa pada saat seperti ini malah dia yang terbangun? Menyebalkan sekali!

Sabia ingin pura-pura tak melihat, tetapi sangat tidak mungkin. Selain karena telah beradu tatap, pria itu justru mengempas duduk di sampingnya. Menyorongkan kedua tangan di depan perapian agar hangat menjalari seluruh tubuh.

Mereka saling diam selama beberapa saat. Membiarkan embus angin dan dengkur burung hantu di kejauhan yang mengisi lengang. Sesekali, terdengar kecipak dari arah sungai. Mungkin, beberapa ikan berukuran besar sedang bermain.

"Kau tidak bisa tidur?" Pria di samping Sabia menegur lebih dulu.

"Tidak juga." Dia lupa membawa lilin aromaterapi, tetapi bukan karena mimpi buruk dirinya terbangun.

Tubuhnya memiliki alarm sendiri untuk bangun sesuka hati, terlebih saat udara tidak cukup bersahabat. Bagi Sabia, dinginnya kawasan Sungai Perak tidak sama seperti dingin di dunia asalnya. Sekalipun sedang tidak hujan, tetap saja suhunya turun dibanding hari-hari di luar musim penghujan.

"Mau berjalan-jalan?"

"Heh?" Telinganya tak salah dengarkah?

Pria itu mengajaknya ... jalan-jalan? Pria itu? PRIA ITU?

"Aku ingin menunjukkan sesuatu. Barangkali kau akan menyukainya."

"Tempat yang aneh?" Sabia harus waspada. Dia tak boleh lengah sekalipun pria itu mengajaknya dengan nada ramah. Bisa saja dia hanya dikerjai. Bukankah pria itu sangat menyebalkan yang suka berbuat seenak dengkul?

Alih-alih menjawab, dia beranjak. Mengulurkan tangan kepada Sabia. "Kau bisa menilainya sendiri."

"Kalau sampai tempatnya aneh, aku akan menendang bokongmu, Pangeran Egan." Sabia berdiri tanpa meraih uluran tangan lawan bicaranya. 

"Egan."

"Heh?"

"Panggil aku dengan nama saja, seperti kau memanggil Leif atau orang lainnya."

Kitchen Doctor Season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang