Hidangan Utama 28

1.2K 140 2
                                    

"Apa yang bisa kubantu?" Tansy mendekati Sabia dan Zosia yang sedang mengeluarkan peralatan dan bahan.

"Kau bisa membersihkan mereka?" Sabia menunjuk belasan siung bawang putih dan beberapa butir bawang bombai.

"Aku pernah melihat koki di rumah melakukannya. Kupikir bisa."

"Lakukan kalau begitu." Sabia menyerahkan keranjang kecil berisi dua jenis bawang ke tangan Tansy. Sama sekali tidak merasa segan sekalipun wanita itu putri seorang bangsawan.

Untuk apa segan? Dia tak ada hubungan apa pun dengan kerajaan itu, selain sebagai pahlawan yang dipanggil untuk 'membantu' mengurusi masalah. Siapa yang harus dia segani, dia bisa memilih. Toh, usia dengan wanita beriris aquamarine itu tak berselisih banyak. Jika melihat bagaimana dekatnya Tansy dengan Egan ... mungkin mereka sepantar yang artinya sepantar pula dengan Sabia.

Saat tungku darurat yang dibuat dari tumpukan batu di sekitar mereka berdiri aman, Zosia meletakkan poci tahan panas untuk menjerang air. Tidak lupa memasukkan daun teh hitam dicampur mahkota kamomil dan melati yang semuanya sudah dikeringkan. Semerbak harum kamomil dan melati langsung menebar di sekitar.

Tak perlu menunggu lama. Egan dan Owen kembali membawa beberapa ikan dan udang sungai berukuran cukup besar. Sabia meminta mereka untuk membersihkan kedua tokoh utama hidangan makan malam.

"Untuk udang, tolong bagian kepala tidak perlu dibuang. Cukup bersihkan saja. Aku akan memakainya untuk kaldu sup."

"Sesuai perintahmu, Nona."

Cekatan keduanya membersihkan. Tidak terlihat jijik untuk ukuran bukan orang biasa. Mereka pangeran. Semua hal yang mereka butuhkan, lebih sering, telah disiapkan oleh pelayan pribadi. Namun tampaknya, baik Owen maupun Egan, terbiasa melakukan apa pun sendiri.

"Kalau kau merasa aneh kenapa sosok pangeran seperti mereka mau-mau saja disuruh membersibkan ikan dan udang, tidak lain karena mereka terbiasa dengan lingkungan luar istana." Tansy membawa keranjang berisi dua jenis bawang yang telah dibersihkan; Mendekati Sabia; Menjelaskan karena menemukan tatapan Sabia mengarah kepada kedua pangeran. "Mereka sering berlatih untuk memperkuat teknik pertarungan. Kadang ke pedalaman hutan, pinggiran sungai, bahkan ke bawah air terjun. Pernah juga ke puncak gunung. Ke mana pun selama bermanfaat untuk pelajaran bertarung, mereka akan menempuhnya."

"Bukankah mereka bisa membawa pelayan? Pelayan yang akan memasakkan, 'kan?" Sabia cukup terpesona dengan perangai para pangeran.

Dia sering membaca bahkan menonton kisah-kisah kerajaan. Kebanyakan tokoh pangeran selalu bersikap lembek. Manja karena terbiasa dilayani. Jangankan membersihkan kotoran ikan, bahkan kotorannya sendiri, bisa jadi, dibersihkan oleh pelayannya.

"Katakanlah, mereka berbeda. Guru bertarung mereka tidak suka jika murid-muridnya manja. Sekadar keterampilan bertahan hidup di luar istana sampai tidak bisa dipraktikkan, mereka pasti dieliminasi. Tidak akan pernah mendapat pengajaran dari guru tersebut."

Sabia mengangguk-angguk. Memuji dalam hati betapa hebat guru yang telah mengajari mereka sehingga terbentuk perangai semandiri itu. Ya, di mata Sabia, untuk ukuran anak orang nomor satu, tentulah mereka sangat mandiri dan tidak merepotkan.

Gelap semakin pekat. Udara di sekitar kawasan kaki pegunungan berembus kian dingin. Gemeretak kayu terbakar menjadi satu dari sekian banyak suara yang berdengung di sekitar mereka; lenguh burung, nyanyian serangga, suara kodok, serta gemerisik dedaunan.

Owen dan Egan datang bersama setumpuk ikan dan udang bersih.

"Apa yang akan kau buat, Nona Pahlawan?" Owen mengambil duduk beberapa depa dari Sabia. Menatap tertarik ke arah tangan Sabia yang mulai membelahi punggung udang.

Kitchen Doctor Season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang